Share

My Cute Girl
My Cute Girl
Penulis: Hanni Chan

Mencari

            “Tuan, kita harus secepatnya menemukan orang ini,” kata asistennya dengan serius.

            Eric menatap selembar foto di tangannya. Fikirannya melayang 4 tahun lalu saat ia melihat lelaki di foto itu tersenyum menyapanya dengan sangat ramah. Bagaimana mungkin ia percaya jika lelaki itu adalah mafia yang menjebak teman-temannya sendiri?. Ia dulu dapat merasakan kesetiakawanan lelaki itu dan rasa cintanya kepada anak buahnya. Ia juga tak terlihat seperti seorang pengkhianat.

            “Aku tidak percaya lelaki ini melakukan hal semacam itu. Terus selidiki!” perintah Eric dengan otoriter. Perintahnya bak titah raja yang tak mampu dibantah walau berkali-kali mendapat hasil yang sama.

            “Baik,” jawab An, anak buahnya. “Tuan, seperti yang anda yakini, baru saja ada sedikit bukti kejanggalan dari kasus ini. Tapi belum begitu jelas. Sepertinya kasus ini benar-benar disusun rapi dan rapat sampai polisi juga  tak bisa berbuat banyak.

            “Kita harus menemukan laki-laki ini secepat mungkin sebelum ditemukan polisi.”

            “Ada satu tempat terpencil dikota ini yang belum kita selidiki, Tuan.”

-v-

            “Tuan, kita diikuti.” Mobil Eric yang melesat cepat masih saja dapat terkejar oleh mobil hitam yang sangat taka sing olehnya.

            “Melaju sampai dekat komplek rumahnya dan berhenti di keramaian,” ucap eric dengan nada dingin.

            Sampai beberapa menit masih saja terkejar, hingga di dekat kerumunan, mobil Eric berhenti.

            “An, kamu ke jalan kanan, harus membuat mereka mengikutimu. Aku akan pergi ke kiri.” Eric memberikan perintah.

            “Tuan, anda…”

            “Jangan fikirkan aku! Lakukan apa yang aku perintahkan.” Mereka mengangguk.

            Eric melangkah tenang menuju sebuah toko pakaian. 20 menit kemudian ia keluar dengan tenang dan masuk ke komplek perumahan. Sennarnya jika dikatakan perumahan, disini lebih rapat dan berada di kalangan menengah kebawah dalam penghasilannya. Terlihat sekali ada banyak jajanan pinggiran, jalanan yang sempit hanya bisa dilalui dengan jalan kaki atau sepeda motor saja, dan tidak ada rumah mewah didalamnya.

            Jika seandainya orang yang dicarinya itu masih dalam kota, mungkin disekitar sini adalah tempatnya. Ia sendiri juga tidak yakin, karena ia tak melihat sesuatu yang mencolok ditempat itu. Tetapi mencari satu orang dalam keramaian yang seperti ini juga bukan hal yang mudah. Dan jika ia bertanya dengan menyodorkan foto pada orang-orang, itu malah membuatnya menarik perhatian.

            Belum sampai 10 menit, ia menyadari ada beberapa orang yang mengikutinya dengan jarak aman. Gelagat mencurigakan itu dengan cepat ia cerna dan ia segera melangkah dan cari cara untuk hilang dipandangan mereka. Namun, hal itu malah membuatnbya dikejar. 30 menit berlari, dan akhirnya dikepung, dipukul, bahkan ia juga ditusuk. Ia memang pandai beladiri, namun ia kalah jumlah. Mereka juga membawa senjata tajam, selain karena ia dalam keadaan lelah, lengannya terkena beberapa sayatan pisau mereka serta ada tusukan di perutnya.

            Sejak 4 tahun lalu, ia tak pernah tahu mengapa keluarganya sendiri ingin membunuhnya. Jika bukan karena ditolong lelaki yang difoto itu, mungkin ia sejak awal sudah mati. Lelaki itu memberikan markasnya yang telah kosong untuknya. Lalu memberikan separuh dari hartanya juga. Kemudian lelaki itu pergi begitu saja beserta keluarganya tanpa ada sedikitpun tanda keberadaannya.

            Disetengah kesadarannya, ia melihat seorang gadis mendekatinya. Memangku kepalanya dengan lembut, dan berkata “Tuan, anda tidak-apa-apa?” ia tak bisa menjawabnya karena ia tak bisa mempertahankan kesadarannya.

-v-

            “Ayah, sepertinya dia masih kesakitan. Kita harus membawanya ke rumah sakit.” Suara itu terdengar ditelinga Eric yang masih terpejam.

            “Jangan, Sayang. Dia tidak boleh dibawa ke rumah sakit,“ jawab seorang lagi yang mungkin ayahnya dengan suara agak serah dan lemah.

            Siapa seseorang yang begitu mengerti akan dirinya yang jangan sampai dibawa kesana? Perdebatan antara ayah dan gadis remaja itu terhenti saat matanya terbuka. Gadis itu mendekat menatap matanya lekat-lekat. Lalu menggoyangkan tangannya untuk memastikan terbukanya  mata itu juga membuka kesadaran eric. “Dia sudah sadar, Yah,” kata gadis itu.

            Eric mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang luas. Ruang tamu. Entah kini ia berada dirumah siapa. Ia segera bangkit untuk memastikan kalau ia tidak berada di tempat musuh. Namun, gadis itu mencegahnya. “Jangan duduk dulu. Berbaring saja.” Suara gadis terdengar lembut tanpa dibuat-buat, seolah itu memang karakter aslinya memang sangat lembut. Eric menurutinya. Setidaknya ia kini berada di tempat aman.

            Ia menoleh ke kanan. Didekatnya ada seorang gadis yang membuat tatapannya terkunci seketika. Bola matanya biru safir di hiasi lentik bulu matanya, serta parasnya yang terkesan lembut anggun dan alami hingga membuat hatinya sejuk seketika. Kemudian, dalam jarak beberapa meter ada seorang lelaki mengenakan kursi roda yang berjalan mendekatinya. Lelaki itu tersenyum.

            “Apa kabar, Eric?” sapa lelaki itu dengan senyuman di wajahnya yang menua.

            Eric terkejut dengan pandangannya kali ini. Ia sangat senang sekaligus lega melihat lelaki yang dicarinya. “Tuan Allen….” Beonya dengan penuh haru. Ia tak menyangka akan bertemu orang yang berjasa besar padanya dengan cara seperti ini.

            “Tuan, …” Ingin rasanya Eric menceritakan semua yang telah terjadi, segala perubahan diluar sana, dan apa saja yang kini menimpa dunia keduanya pasca perpisahan dulu. Bahkan ia reflek akan bangkit dari pembaringannya. Namun, luka tusukan diperutnya tak bisa menerima paksaan itu. Ia memekik kesakitan.

            “Pulihkan kesehatanmu dulu. Kamu bisa tinggal disini sampai kapanpun kamu mau … aku tahu kamu mencariku. Kamu bisa menceritakan nanti atau besok saat keadaanmu membaik,” ucap Allen dengan sangat bijaksana.

            “Saya ingin menceritakan sekarang, Tuan. Karena saya tidak tahu, seberapa lama saya aman disini.”

            Allen memahami maksud perkataan pemuda di hadapannya itu. Iapun menyuruh anaknya untuk menyiapkan makan malam sekaligus memberi ruang bersama Eric untuk bicara berdua. Keduanya saling menatap tanpa ada yang bersuara. Tidak dengan Allen yang sejak tadi menebak banyak hal, juga tidak dengan Eric yang sejak  tadi bibirnya gatal ingin menumpahkan banyak cerita dan meminta ide namun ia tak tahu harus memulai dari mana.

            “Katakan saja mulai dari kenapa kamu bisa sampai disini.” Perkataan Allen langsung tepat sasaran dengan apa yang dibingungkan Eric.

            Eric mulai bercerita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status