—01—
Senyum diwajah Natasha tercetak jelas. Rambut blode-nya berterbangan searah dengan semilir arah angin berhembus menyapukannya ke belakang. Sebuah kapal boat menjadi kendaraan terakhir yang akan membawanya dan Jonathan ke sebuah tempat. Pelarian yang terasa seperti sebuah liburan bagi Natasha. Jonathan membawanya keluar dari rumah yang memenjarakannya menjadi budak dari pria tua bangka yang membelinya. Pria yang memiliki aura dingin itu tak henti memperhatikan wajah bahagia yang terpancar dari paras cantik Natasha; wanitanya yang malang. Namun mulai sekarang. Jonathan telah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa; dia tak akan meninggalkan wanita bermanik mata hijau bening itu. Dia akan senantiasa menjaga dan melindungi Natasha, dari para komplotan keparat yang dulu memisahkannya. Natasha menoleh, saat merasa Jonathan terlalu memperhatikannya begitu lekat. "Nathan... Aku tau ini dilautan. Tapi kau juga harus memperhatikan ke depan. Apa lautan berpindah ke wajahku?" tanya Natasha. Pria berwajah tampan itu tersenyum. Dirinya terlalu terpesona akan kecantikan Natasha. "Wajahmu lebih indah dari semua lautan terindah di dunia ini. Itu yang membuatku lebih memilih melihatmu daripada melihat lautan," ungkap Jonathan. Nadanya terdengar datar, namun inti dari ucapannya itu membuat wajah Natasha merona. Pria misterius dan pendiam seperti Jonathan memuji dengan caranya yang begitu cool. "Sebenarnya kita akan kemana Nathan? Kau membawaku jauh dari London. Menaiki transportasi dari darat, udara, hingga laut. Apa ini tak berlebihan untuk sebuah pelarian?" "Kau akan tau Nath. Lagipula..., ini bukan sebuah pelarian biasa. Anggaplah ini sebuah liburan yang selama ini tertunda," jawab Jonathan. "Apa yang kau maksud dengan liburan yang tertunda? Kita bahkan baru bertemu lagi, setelah kejadian mengerikan itu," cicit Natasha. Jonathan kembali menoleh pada Natasha dan mencium bibir wanita itu dengan lembut. "Kalau begitu..., anggaplah ini sebuah penebusan atas kesalahanku dulu, yang pernah meninggalkanmu," bisik Jonathan. "Baiklah." Natasha memeluk erat lengan pria itu. "Kita hampir sampai. Kau bisa istirahat setelah sampai jika mau mau," ujar Jonathan. "Venice?" tanya Natasha terdengar riang. Dia memang tak menyangka Jonathan akan membawanya ke tempat yang ia impikan sejak dulu. Sebuah kota diperairan yang sangat indah. "Ya... Aku ingin membuatmu melupakan penderitaanmu selama aku meninggalkanmu. Kita akan di sini selama yang kau mau," ujar Jonathan. Garis rahang tegas dan berbulu halus itu bergerak indah saat berbicara. Membuat Natasha tak tahan untuk mengelus dan mengecup, karena dirinya yang terlampau bahagia. Mereka bahkan belum sampai ke tempat yang dijanjikan Jonathan. Laju kapal boat mulai menurun secara perlahan, saat mereka mulai memasuki wilayah penduduk. Natasha memperhatikan setiap gedung yang berada di kiri dan kanan. Dia terlihat takjub dengan semua itu. Jonathan kembali tersenyum. Saat melihat binar bahagia, tercetak jelas dipancaran manik mata hijau bening milik Natasha. Jonathan menghentikan kapal boatnya dipinggiran sebuah restaurant. "Ayo kita makan dulu Nath," ajak Jonathan. Wanita bermata bulat itu tersenyum dan ikut keluar dari kapal boat, lalu naik ke daratan. Restaurant khas italia yang akan memanjakan lidah dan mengenyangkan perut mereka. Setelah menyantap hidangan Italia, mereka tak langsung ke penginapan. Mereka memilih berkeliling, melihat indahnya Venice. Gedung-gedung gereja tua yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Menjadi pemandangan unik bagi setiap mata yang memandangnya. Mereka berkeliling hingga malam. Melihat indahnya Venice di malam hari, menambahkan kesan romantis yang selama ini hanya bisa diimpikan oleh Natasha. "Nathan... Aku terharu. Kau tau ini seperti mimpi. Selama ini aku selalu bermimpi buruk dan tak pernah ingin tidur jika mengingat mimpiku. Tapi sekarang... Jika ini sebuah mimpi, aku tak ingin bangun Nathan. Ini terlalu indah," ungkap Natasha. Wanita itu menyandarkan kepalanya dibahu Jonathan. Tangannya melingkar sempurna di lengan besar pria itu. Jonathan melepas pegangan itu. Dia menangkup kedua pipi Natasha. Menatapnya dalam, hingga wanita itu tertunduk tak tahan melihat tatapan gelap Jonathan.Tangan kanan Jonathan menaikkan dagu Natasha, agar wanita itu kembali menatapnya. "Kau ingin aku buktikan bahwa semua ini bukanlah mimpi?" tanya Jonathan. Natasha mengerutkan keningnya bingung. "Kau akan mencubitku?" tanya Natasha polos. Kedua sudut bibir Jonathan naik ke atas. Lalu tanpa permisi, bibirnya mendekat dan menempelkannya pada bibir Natasha. Wanita itu terkejut dan memundurkan wajahnya untuk melihat Jonathan. Pria itu menjadi bingung dengan tingkah Natasha. "Ada apa Nath?" tanyanya bingung. "Aku tak ingin bangun dari mimpi. Jadi jangan menciumku sekarang," jawab Natasha. Jonathan menjadi gemas dan langsung meraup bibir Natasha. Dia menekan tengkuk wanita itu. Natasha memang akan curiga jika diperlakukan dengan lembut. Wanita itu selalu mengira sedang bersama pria lain jika ciuman dari Jonathan terasa lembut. Jonathan melepaskan ciumannya dan menatap Natasha. "Sekarang kau percaya bahwa semua ini bukan mimpi?" tanyanya. Natasha mengangguk. Jonathan kembali menciumnya, namun dengan perlahan dan lembut. Seolah mengulang moment yang ingin dia tunjukkan pada wanita itu. Natasha memegang rahang Jonathan dan melepas ciuman lembut itu. Walau dahi mereka masih menempel. "Bisa kau lakukan ini setiap pagi? Agar aku merasa tenang setiap kali terbangun. Dan menyadari bahwa kau bersamaku sekarang. Sungguh aku masih merasa semua ini seperti mimpi. Rasanya baru beberapa hari yang lalu aku masih merasakan penderitaan itu. Namun sekarang—" perkataan Natasha terpotong ketika bibirnya kembali diraup kasar oleh Jonathan. "Aku tak ingin kau mengingatnya lagi Nath! Aku akan menciummu dengan perlahan setiap saat. Bukan setiap hari. Agar kau menyadari bahwa sekarang kau hanya milikku. Dan itu artinya, tak ada yang bisa menyakitimu lagi," ujar Jonathan. Tatapan matanya begitu tajam. Seakan dia marah dengan setiap ucapan yang Natasha keluarkan. Wanita itu masih berhalusinasi bahwa semua hal indah yang dia berikan hanyalah sebuah mimpi bagi Natasha. Jelas itu melukai harga dirinya. Jonathan tak pernah memikirkan cara romantis untuk menyenangkan wanitanya. Dia rela ditertawakan sahabat sialannya -Richard Dowson- saat seorang Jonathan meminta saran dan pendapat kepada playbloy nomor satu di London. Dan terbuktilah betapa playboynya pria itu. Karena saran dan rencananya berhasil membuat Natasha terus tersenyum bahagia selama perjalanannya dengan Jonathan. Natasha tak berani menjawab dengan ucapan. Wanita itu mengangguk lalu tertunduk. Jonathan kembali menaikkan dagu Natasha. "Mulai sekarang, jangan takut denganku Nath. Kau harus menjawab dengan suaramu. dan bicara sambil menatapku. Aku ingin kau kembali seperti sebelum kita berpisah. Menjadi Natashaku yang ceria, mengerti?" tanya Jonathan. Natasha hendak mengangguk namun tak jadi. Dia membuka mulutnya. "Iya Nathan... Aku akan berusaha," jawabnya. "Bagus. Well... Kau masih ingin di sini atau kita ke penginapan?" tanya lagi Jonathan. "Kita istirahat saja. Aku mulai lelah," jawab wanita itu. "Baiklah." Lalu mereka melajukan kapal boatnya menuju penginapan yang telah Jonathan persiapkan untuknya dan Natasha tinggal, selama yang wanita itu inginkan.- Kesan ruangan mewah dan bergaya klasik menjadi pemandangan indah bagi Natasha. Dirinya terus merasa takjub akan semua yang dia lihat. Jonathan hanya memperhatikannya dengan sesekali menyunggingkan senyuman. Pria itu bahkan hanya duduk diam di sofa dengan menyandarkan kepalanya, lalu menoleh saat Natasha memanggil. "Oh ya ampun! Nathan!" pekik Natasha. Jonathan beranjak dari duduknya dan menghampiri Natasha. Natasha tertegun menatap kamar mereka. Dengan hiasan bunga di ranjang dan balon dilangit-langit kamar itu. "Ada apa Nath?" tanya Jonathan. Lalu dia melihat apa yang dilihat Natasha. Dirinya juga terkejut dengan semua itu. "Dasar Dowson brengsek! Jelas ini bukan gayaku! Natasha tak akan percaya. Dan akan meragukan semua ini!" batin Jonathan. Dia memang meminta sahabatnya itu untuk menyiapkan sebuah penginapan yang akan ditempatinya selama di Venice. Dan Jonathan tak menyangka, sahabatnya akan membuat semua itu. Natasha memeluknya erat dan berkata... "Aku tak percaya, kau berubah menjadi jauh berbeda. Dirimu yang sekarang terlalu manis. Dan aku takut tak bisa mengenalimu lagi. Tapi, aku sungguh bahagia dengan semua hal manis yang kau berikan hingga saat ini," ujar Natasha. Membuat pemikiran Jonathan meleset. "Oh ya ampun! Aku kalah! Jika si playboy tengik itu mendengar ucapan Natasha barusan. Dia dengan wajah sombongnya akan berkata; tak ada yang tak bisa dilakukan seorang Dowson," batin Jonathan lagi. "Aku senang kau menyukainya Nath. Sekarang mandilah. Aku akan menunggumu selesai," ujar Jonathan melepas pelukkannya lalu mengecup bibir Natasha sekilas. Wanita itu menurut dan melangkah menuju kamar mandi. Jonathan hendak keluar kamar untuk mengambil segelas minuman, demi menjernihkan kembali otaknya. Namun baru dua langkah, Natasha kembali memekik. Membuatnya kembali menyusul untuk melihat apa lagi yang dibuat Richard Dowson untuknya dan Natasha. "Ada apa lagi Nath?" tanya Jonathan. Pria itu menoleh dan kembali terkejut melihat kamar mandi mewah yang disulap menjadi indah. Terdapat dua buah gelas dan satu botol wine, di pinggiran bathup berbentuk bulat yang sudah diisi dengan air dan busa. Serta kelopak bunga mawar merah bertebaran dimana-mana. "Apa kita sedang berbulan madu?" tanya Natasha meringis. Wanita itu juga tampak tak percaya. Jonathan tersenyum kikuk dan akhirnya memilih membuka kemejanya. "Anggap saja begitu Nath. Ayo kita mandi bersama," jawab Jonathan. Pria itu telah membuka kemejanya. Hingga menampilkan tubuhnya yang terpahat sempurna membentuk kotak. Natasha merona melihat pemandangan itu. Jonathan mendekati wanita yang sedang berusaha menyembunyikan rona wajahnya. Pria itu meraih tangan Natasha untuk menyentuh dadanya. "Aku milikmu Nath. Kau tak perlu malu melihat ini. Kau bahkan bisa menyentuhnya sesukamu," ujar Jonathan. Tangan mungil Natasha bergerak dan bergetar. Dia memang baru merasakan manisnya seorang Jonathan, yang dulu sangat dingin dan kasar. Jonathan mendekat demi meraih resleting dress yang digunakan Natasha. Membuat Natasha harus menahan napasnya karena mencium aroma maskulin dari Jonathan yang sangat memabukan. Dan dia takut tertangkap basah oleh Jonathan bahwa dirinya sedang mengendus bau pria itu. Natasha yang terlalu fokus menormalkan detak jantungnya, hingga dia tak sadar bahwa dress yang dia kenakan sudah teronggok di bawah kakinya. Wanita itu berusaha menormalkan detak jantungnya yang sejak tadi tak bisa dia kendalikan. Walau semua itu tak akan bisa membuat Jonathan tak menyadarinya. "Relaks Nath. Kita hanya akan mandi," ujar Jonathan.**Jonathan akhirnya berhasil keluar dari mobil setelah menenangkangladius-nya. Dia menyuruh seorang penjaga mengambil kunci dari tangan istrinya. Lalu dia memasuki mansion dan langsung menuju ke dapur tempat dimana Natasha dan Philip berada saat ini."Bagaimana? Apa enak?" tanya Natasha.Dia baru saja selesai membuat makanan untuk Philip. Dan saat ini pria tua itu sedang menyeruput kuah sup yang masih sangat hangat."Natasha!!" sergah Jonathan.Membuat Philip terkejut dan tersedak kuah sup. Dia mengibas-ibaskan tangannya di depan bibir."Oh astaga John... Kau bisa membuatku mati lebih cepat," gerutu Philip.Natasha terkekeh."Oh maaf, Phil. Aku ada urusan dengan istri nakalku ini," ujar Jonathan."Saat ini dia sedang menjadi kokiku... Jangan membawanya pergi dulu," ujar Philip."Sayangnya aku tak ingin meminjamkannya lebih lama lagi. Dia harus membayar kenakalannya barusan," tukas Jonathan.Dia menari
Jonathan kembali merasakan mual di setiap pagi hari. Kali ini sudah ke tiga kalinya semenjak kepulangannya dari rumah sakit tiga hari yang lalu.Dia merasa sesuatu dari dalam perutnya yang terus mendesaknya untuk mengeluarkan sesuatu yang hanya air saja jika dia memaksakannya untuk keluar.Natasha mengusap tengkuk Jonathan dan memberikan segelas air hangat kepada suaminya.Natasha tersenyum... bahkan terkekeh melihat Jonathan yang merasakan penderitaan seorang ibu hamil di tiga bulan pertama."Jangan menertawakanku, Nath!" tukas Jonathan."Aku tak tertawa... Hanya terkekeh melihatmu mual setiap pagi. Dan sensitif dengan wangi-wangian," ujar Natasha."Bagaimana bisa, kau yang hamil tapi aku yang mual dan tak bernapsu untuk makan. Sementara kau? Kau bahkan mampu menghabiskan banyak makanan," keluh Jonathan.Dia keluar dari kamar mandi setelah menyeka mulutnya dengan handuk kecil yang diberikan Natasha."Harusnya kau bersyukur, ka
David berniat ingin mengabari Kingswell bahwa ada sekelompok orang yang baru datang. Namun dia menahan niatnya, saat melihat keadaan di bawah sana yang juga tak memungkinkan untuknya memberitahukan kabar tersebut.Hingga saat melihat Jonathan tersadar, Richard langsung mengingatkan David untuk mengabari Kingswell perihal ada sekelompok orang yang baru datang."Sir, maaf mengganggu... Ada sekelompok orang yang baru datang. Mereka seperti sedang berbicara dengan Baranov yang hendak melarikan diri. Apa aku harus menyerang mereka?" tanya David."Perhatikan saja apa yang dia lakukan. Jika mereka hendak melakukan serangan. Silahkan kau menyerang. Aku tak tahu mereka berada dipihak siapa. Mungkin saja itu bantuan untukku, tapi tidak menutup kemungkinan Baranov juga meminta bantuan,"jawab Kingswell."Baranov tak mungkin memiliki bantuan lagi, Kingswell. Karena setelah dia tak mempunyai kekuasaan. Hanya aku yang masih mau menerimanya, namun aku
Jonathan menatap tajam Philip, dia bahkan tak bisa membalas ucapan Philip. Dia hanya mengatupkan giginya dan menahans diri untuk tetap waras agar tak langsung menembak mati kepala Philip.Dia masih bisa mengingat perkataan ayahnya sebelum mereka benar-benar menghadap Philip.Perkataan yang menjadi alasan bagi Kingswell selama ini tetap diam walau harus tersiksa batin."Aku bisa saja membunuh ayahku sejak lama, John. Tapi...Apa kau tahu kenapa aku tak melakukannya?" tanya Kingswell. Jonathan menggeleng sebagai jawaban.Mereka tengah berada di dalam mobil saat baru memasuki gerbang mansion Philip."Karena aku tak ingin menjadi sepertinya. Siapa yang mampu membunuh istri dan anak sulungnya hanya karena mereka tak menuruti keinginannya? Hanya seorang iblis yang sanggup melakukan itu," ujar Kingswell. Seakan di dalam dirinya begitu memendam rasa sakit yang begitu menyiksanya."Maka dari itu. Bagaimanapun kakek
David melihat tanda dari layartablet-nya. Sebuah tanda dari Kingswell untuk mulai melakukan serangan secara diam-diam.Dia langsung memberikan intruksi kepada yang lain melalui microphone yang tersambung ke masing-masing earphone ditelinga Richard, Bastian serta Natasha."Richard, sekarang! Lakukan seperti hantu," perintah David."Perintah diterima! Peluru siap meluncur!" jawab Richard berseru. Dia menarik pelatuknya sehingga sebuah peluru meluncur menuju pengawal paling jauh yang berada tepat di depan pintu masuk mansion. Peluru lainnya menyusul ke arah pengawal di depannya. Hingga satu per satu tumbang sampai ke bagian gerbang."Tian, Nath. Bersiap menyusup. Richard sedang membuka jalan, bersamaan dengan itu aku tengah merusak jaringan sistem cctv mereka agar terlihat tak terjadi apa-apa," ujar David."Done!" seru Richard."Siap!" jawab Natasha dan Bastian bersamaan.David terlihat sibuk mengetikkan suatu rum
Pagi harinya...Kingswell dan Jonathan tengah bersiap untuk berangkat. Mereka sengaja melewati jalur udara dengan menggunakan pesawat pribadi. Sementara Natasha dan Bastian menggunakan jalur laut dengan kapal laut.Keduanya berangkat bersamaan agar mereka tiba di mansion Philip diwaktu yang hampir sama.Kingswell memperhatikan Jonathan yang terlihat gelisah. Anaknya itu tak tenang dan mulai menenggak minumannya berulang dengan wajah yang tegang. Seakan dia melakukan itu untuk menutupi kegelisahannya.Namun seorang ayah, sekalipun telah lama terpisah. Kingswell tetaplah bisa melihat kegelisahan yang dirasakan anaknya. Lantas dia menanyakan kegelisahan apa yang dirasakan Jonathan."Ada apa, John?" tanya Kingswell.Jonathan menoleh dan mengulas sedikit senyuman tipis."Tak apa, dad. Aku hanya... Entahlah. Akhir-akhir ini... aku merasa kekosongan sering menghampiriku," jawab Jonathan."Tak ada yang perlu kau khawatirkan,Son.