Home / Romansa / My Dearest Cahaya / Pengalaman Pertama

Share

Pengalaman Pertama

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2021-04-03 09:19:06

Setelah deadline pekerjannya selesai. Aya memutuskan pergi ke kafe pojok yang letakknya memang di pojok ruko sesuai dengan namanya. Ia hendak mengisi perutnya sebelum kembali pulang ke apartemen. Ruko itu kini sudah banyak berubah, setelah mengalami pergantian pemilik hampir beberapa kali. Setidaknya itu yang ia dengar dari para seniornya.

Aya setengah berlari, ketika melihat pintu harmonika ruko tersebut tertutup separuh. Padahal jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh, karena biasanya kafe tersebut baru tutup sekitar jam sebelas malam.

“Lin, kok ditutup separuh?” tanya Aya pada Linda, salah satu pelayan yang sudah di kenalnya. Aya tidak hanya mengenal Linda sebenarnya, tapi ia sudah mengenal seluruh penghuni yang ada di kafe tersebut. Ya, Aya memang seramah dan sehumble itu dengan siapapun, sama seperti Bintang.

“Ini juga mau di buka, mbak. lagi pada briefing di atas. Tapi baru selesai.” Jelasnya lalu menyuruh satu lagi pelayan yang bernama Budi untuk membuka pintu harmonika dengan lebar.

“Tumben,” Aya melangkah masuk menuju meja yang biasa ia duduki. Namun ia urungkan karena ada laptop dan beberapa berkas di atasnya. Meja itu sudah ada penghuninya terlebih dahulu. “Bakso keju seperti biasa ya, Lin. Mie-nya double.”

“Oke.”

Setelah mencatat pesanan Aya yang selalu itu-itu saja, dan tidak pernah berubah. Linda pergi ke pantry dan menyerahkannya ke bagian counter untuk diproses.

Belum ada lima menit Aya duduk di kursi dekat tangga. Ada seorang pria yang menarik kursi di hadapannya. Aya meletakkan ponselnya di meja. Menatap lamat-lamat pria yang saat ini juga melihatnya. Tidak kunjung mendapat petunjuk, dan pria itu juga hanya diam saja. Aya berinisiatif mengawali percakapan.

“Mas siapa ya?”

Sudut bibir pria itu kontan terlipat, ia seperti menahan sesuatu. Namun tak lama tawanya pecah, melihat Aya yang hanya bengong.

“Masa’ ayang lupa sama bebebnya sendiri.”

Dengan mata terbelalak lebar Aya bangkit. Menghampiri pria itu dan mengacak-acak rambut yang sudah tidak lagi gondrong.

“Bang Andra? Sumpah! Pangling! Gak kenal! Mana kumis sama jenggotnya juga habis gini.” Aya tanpa segan memegang rahang Andra dengan kasar dan menggerakkannya ke kanan dan kiri. “Astaga! kalau abang gak ngomong mana aku tahu!”

Andra hanya tertawa membiarkan Aya melakukan apapun pada pada wajah pria yang berusia 30 tahun itu.

“Habis kesambet apaan bang?”

“Bang Andra mau nikah, besok dia pulang ke Malang, nikahnya minggu depan.” Kata Linda meletakkan semangkuk bakso dan satu lagi mangkuk berisi mie. Tidak lupa segelas orange juice yang selalu jadi minuman favorit gadis itu.

Aya berdecak sambil memukul meja, ia lalu menjatuhkan bokongnya di kursi yang bersebelahan dengan Andra. “Hari ini, aku kenapa dapat kabar orang-orang pada mau nikah semua sih?”

“Emang sudah fitrahnya gitu. Lo juga, nanti kalau udah ketemu jodohnya pasti nikah.”

Wajah Aya sontak bersemu merah, membayangkan dirinya dan Astro bersanding di pelaminan. Dulunya, Aya mengira perasaannya kepada Astro hanya sebatas rasa sayang yang sama, seperti dirinya menyayangi Asa. Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin dewasa, Aya sadar kalau rasa sayangnya kepada Astro berbeda. Dan dengan seluruh keberaniannya, Aya mengatakan semua perasaannya kepada Astro sehari setelah hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas.

--

Hari itu, Bintang meminta Astro untuk menjemput Aya di kediaman Kaisar, untuk makan malam keluarga di rumah kakek nenek mereka. Seperti itulah ritual tiap tahunnya. Asa dan Aya akan merayakan ulang tahun bersama sang bunda terlebih dahulu. Keesokan harinya, barulah mereka berdua akan berpencar merayakannya di rumah ayah masing-masing.

Astro tidak langsung menancapkan gasnya saat Aya sudah masuk ke dalam mobil. Ia memutar tubuh menatap Aya lekat-lekat, membuat gadis itu salah tingkah.

“Ngapain lihat-lihat?”

“Kamu pake lipstik, Ay?”

“Eh, itu …” Aya menunduk sebentar lalu mengangkat wajah mencari sesuatu. Ia menarik selembar tisu dari tempatnya. “Jelek yaa? Aku nyomot lipstik bunda sih, tadi.”

Astro mencegah tangan Aya yang hendak menghapus lipstik berwarna peach itu dari bibirnya. “Cantik, gak usah dihapus. Cewek kan harusnya begini. Kamu itu kebanyakan gaul sama Asa, jadi terlalu cuek sama penampilan.”

Aya sudah tidak mampu lagi memuntahkan kalimatnya. Jantungnya berdegup liar, sampai tidak sadar kalau mobil yang ia tumpangi sudah berhenti di parkiran sebuah gedung apartemen. Keduanya memang tidak membicarakan hal apapun selama perjalanan. Hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Ayo turun.”

Meskipun terkesan janggal, tapi Aya menurut dan mengikuti Astro masuk ke dalam gedung. “Kita mau ke mana kak? Ke tempat siapa?”

“Apartemenku.”

“Ngapain?”

Astro tidak menjawab, ia hanya mengusak puncak kepala Aya dan merangkul gadis itu masuk ke dalam lift. Sepanjang lorong pun, Astro menggandeng tangan Aya dan melepasnya setelah memasuki kamarnya.

Astro mengambil sebuah kotak putih dengan list berwarna gold membentuk pita ditengahnya. Ia lantas menyerahkannya pada Aya, “Ganti bajumu, panggil aku kalau sudah selesai.”

Aya hanya bengong tidak menjawab. Setelah Astro keluar dan menutup pintungnya, Aya membuka kotak tersebut. Ada sebuah lace dress berwarna putih dengan round neck yang begitu cantik di dalamnya. Aya lantas membuka kancing kemejanya satu persatu berikut celana jeansnya. Memakai dress berlengan tiga perempat yang jatuh tepat di atas lututnya dengan cepat, lalu memanggil Astro.

Pria itu langsung memberi siulan panjang kepada Aya, sembari menghampiri dan berhenti tepat di depan gadis itu.

“Cantik.”

“Makasih.”

Astro meraih jemari Aya. Bermaksud membawa gadis itu agar segera pergi ke rumah kakek mereka.

“Kak.”

Panggilan Aya itu, membuat Astro tidak jadi melangkahkan kakinya. Pria itu memutar tubuh dan menatap penuh tanda tanya.

“Aku … suka sama Kak Astro.”

“Aku juga suka sama kamu.” Astro tersenyum, mencubit pipi Aya yang masih chubby tidak setirus saat ini.

Aya menggeleng. “Bukan, maksudnya, aku sayang sama Kak Astro. Aku … aku, cinta sama kakak.” Kepalanya tertunduk malu, merutuk sekaligus merasa lega karena sudah mengungkapkan perasaannya.

Astro mengangkat dagu Aya dengan telunjuknya. “Ingat kata-kataku ini, jangan pernah tundukkan kepalamu saat berbicara dengan orang, ngerti?”

“Ngerti.” Jawab Aya sambil mengangguk kecil dan menatap lurus pada manik Astro.

“Sekarang, ulangi lagi kata-katamu barusan.” Perintahnya namun lembut.

“Aku … cinta sama kakak.”

“Cinta?” Astro tersenyum tipis hampir menyerupai seringai. “Apa buktinya?”

“Bu—kti?” Aya menelan ludahnya yang tiba-tiba tercekat. Apa setiap calon pengacara harus meminta bukti jika ingin menunjukkan sebuah kebenaran. Bagaimana kalau Aya tidak mempunyai bukti apapun untuk menunjukkan rasa cintanya pada Astro. Apakah hal itu nantinya akan dianggap kebohongan belaka?

“Bukti yang gimana?” tanya Aya lagi dengan kerjaban polosnya. Seumur hidupnya ia hanya menyukai Astro seorang. Jadi Aya tidak mengerti harus memberikan bukti seperti apa.

Dengan menarik lembut jemari Aya, Astro duduk di tepi ranjang. Membawa gadis itu duduk di pangkuannya. Ibu jari Astro berjalan di sepanjang garis bibir Aya dan maniknya pun hanya memandang benda penuh nan sensual tersebut.

“Bibirmu, siapa yang pernah menyentuhnya? Menciumnya?”

Tubuh Aya menegang, merasakan semua sentuhan lembut jemari Astro. Tubuh Aya meremang, saat satu tangan Astro yang mengalung pada pinggangnya, tiba-tiba meremas kulitnya begitu lembut.

“Bibirku … belum pernah ada yang nyentuh.”

“Ahh,” desahan paham terlontar dari bibir Astro. “Buka sedikit bibirmu, dan ikuti semua yang aku lakukan.”

Aya menggigit bibirnya sejenak, lalu membukanya sesuai permintaan Astro. Detik itu juga, Aya merasakan suatu yang bergejolak, saat Astro menyatukan bibir mereka. Pria itu memberi Aya sebuah pengalaman pertama yang sangat lembut, dan berkesan, dengan membelit hangat lidahnya.

“Kak, ini …” Aya terengah, sibuk meraup udara. Ia tidak bisa memikirkan hal apapun lagi, Masih larut dalam euforia hasrat yang masih tertinggal di tiap ruas bibir dan mulutnya.

“Aku tahu apa yang kamu rasain sekarang, karena aku juga ngerasain hal yang sama.” Astro memberikan senyum lembutnya. “Jangan pernah ngelakuin hal ini dengan siapapun kecuali aku. Dan, ini akan jadi rahasia kecil kita, karena kamu masih harus sekolah dan meneruskan pendidikan yang lebih tinggi lagi. ngerti?”

Aya mengangguk paham, lalu mereka kembali mengulang hal yang sama, sampai Bintang menelepon, menanyakan di mana posisi mereka saat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Dearest Cahaya   Fin

    Yasa meraup separuh wajahnya, menatap bocah lima tahun yang kini tengah merengek untuk ikut pergi dengannya, ke dokter kandungan. “Papi sama mami gak lama, mainlah sama Aga. Nanti, Papi beliin burger.” “NO BURGER.” Aya yang baru muncul dari dalam dan mendengar percakapan suaminya dan putra sulungnya itu sontak memasang wajah galak. Berhenti diantara kedua lelakinya itu lalu melipat tangan di atas perut yang sudah membuncit. Kehamilan ketiganya saat ini memasuki usia 5 bulan, dan hari ini, adalah jadwal untuk memeriksakan kandungannya. Mereka juga tidak sabar dan sangat penasaran untuk mengetahui jenis kelaminnya. Karena anak kedua mereka lagi-lagi berjenis kelamin laki-laki, dan diberi nama Telaga Dananjaya. Maka, keduanya berharap kalau yang ketiga ini, akan berjenis kelamin perempuan. “Why not?” protes Gara ikut melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mungil yang mengerucut kecil. Mengikuti sikap sang mami yang ditunjukkan kepadanya.

  • My Dearest Cahaya   Dan Hasilnya ...

    Yasa terhenyak dan bangkit seketika. Terduduk sebentar lalu berlari ke kamar mandi. Terlihat sang istri yang tengah berlutut, menunduk seraya membuang semua isi perutnya ke dalam kloset duduk. Yasa yakin sekali kalau hari masih subuh, meskipun ia belum melihat jarum jam sama sekali.Bergegas menghampir Aya dan membantu untuk menyingkap rambut lalu memijat tengkuk sang istri. “Ke dokter ajalah, Mi. Udah dua hari begini terus.”Aya hanya bisa mengangguk pasrah kali ini. Menurut pada saran sang suami. Padahal dari kemarin, Aya sudah berencana akan mengunjungi Pras, tapi karena tubuhnya tiba-tiba drop, maka Aya membatalkannya.“Coba diinget-inget lagi, dua hari yang lalu habis makan apaan bisa sampai begini.”Tubuh Aya menegak, menyudahi kegiatan yang membuat tubuhnya lemas selama dua hari ini. Lalu bersandar pada sisi dinding kamar mandi untuk menetralkan napasnya. Seraya mengusap bibir dengan punggung tangan. Merasa tidak sanggup, un

  • My Dearest Cahaya   Sudah Memaafkanmu

    Kedua orang yang dulunya pernah saling menyayangi dan berbagi segalanya itu, kini masih terdiam. Bintang memilih untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tengah. Memutuskan untuk memberi kedua anaknya itu kebebasan, untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam kepala. Dan, ia hanya mengawasi jikalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun tetap berharap semua akan baik-baik saja.Bintang sudah percaya penuh dengan keduanya. Mereka sudah tahu batasan mereka. Dan untuk Astro, Bintang tahu pasti, kalau pada dasarnya, pria itu sangat baik. Aster hanya salah dalam mendoktrin otaknya sedari kecil, hingga rasa benci itu tumbuh tanpa mengetahui semua alasan yang ada di baliknya.“Kata papa, Kak Astro mau jual rumah?” Akhirnya, Aya jugalah yang membuka topik pembicaraan. Tidak nyaman dengan perasaan canggung, yang kali ini mendera keduanya.Aya tidak mau mengungkit tentang kepindahan Astro ke Surabaya. Karena yang telah direncanakan kakak sepupunya itu, sud

  • My Dearest Cahaya   Menyelesaikan Semuanya

    Hanya senyum datar dan kekehan garing yang sedari tadi dilontarkan oleh Yasa, sepanjang ia menanggapi ocehan Lex serta Elo. Setelah diberi waktu untuk berpikir selama 24 jam oleh Sinar, dan juga demi Gara, akhirnya Yasa menandatangani surat perjanjian yang telah disodorkan kepadanya. Ada tiga buah salinan asli yang harus ditandatangani. Yang nantinya, surat tersebut akan pegang oleh Yasa, Sinar dan juga Lex, orang kepercayaan Pras. Entah kenapa Yasa tiba-tiba yakin, kalau keseluruhan ini, adalah rencana pria yang masih saat ini masih mendekam di penjara. Setelah semua selesai, Sinar menyunggingkan senyum kecilnya. Memandang puas pada berkas yang sudah berada di tangan. Untung saja, kan, ia menceritakan semuanya kepada Pras, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang jika dipikirkan lagi, secara keseluruhan semua terlihat hanya menguntungkan pihak Sinar. Dengan adanya perjanjian tersebut, Pras bisa menilai, sejauh mana kesungguhan Yasa terhadap pernikahannya de

  • My Dearest Cahaya   Meminta Izin

    Pump heel setinggi 3 senti itu, berjalan mundur beberapa langkah dengan pelan. Menoleh, pada pria yang asik duduk di sofa lobi sembari menunduk. Ibu jari pria itu sibuk bergerak pada ponsel yang dipegang secara horisontal. Fix! Lagi-lagi pria itu pasti tengah sibuk dengan gamenya.“Nando!” panggil Sinar yang berdiri tidak jauh dari ponakannya itu. Tadinya, setelah keluar dari ruangan Elo, Sinar hendak pergi ruangannya. Namun diurungkan, hatinya yang memanas karana bertemu Yasa, membuat Sinar ingin pergi ke rooftop bar yang berada di gedung perkantoran. Menyesap sesuatu yang dingin, untuk mendamaikan kepala sekaligus hatinya.“Eh, Bunda di sini?” tanya Nando terlihat salah tingkah. Pria itu mengusap tengkuknya sebentar sembari menghampiri Sinar. Meraih tangan wanita dan mencium punggung tangannya. “Lagi ngapain, Bund? Asa mana?”“Ya kerja, lah kamu ngapain di sini?”“Aku … aku mau ketemu Asa.&rdq

  • My Dearest Cahaya   Postnuptial Agreement

    Aya tersenyum canggung. Sebuah perasaan yang tidak pernah ada selama ini ketika bertemu dengan Tara, kini muncul. Rasa tidak nyaman karena mungkin, yang akan dikatakannya bisa menyakiti hati Tara. Selama ini, pria itu sudah terlalu baik untuknya. Meskipun terkadang sedikit sarkas, tapi Aya tahu, kalau di dalam sudut hati Tara, pria itu sangat menyayangi Aya juga Gara.“Tara …” Aya menggantung kalimatnya sejenak untuk menarik napas. Di kamar, ia sudah mengemasi pakaian yang selama ini diperolehnya dari Tara. Juga ada box bayi, pakaian Gara, dan segala keperluan Aya yang kesemuanya disediakan oleh pria itu ketika masih tinggal di vila. Sungguh, Aya berutang banyak pada Tara, dan pada akhirnya, ia belum mampu membalasnya. Justru malah hanya meninggalkan luka.Selama ini, Aya belum menyadari sepenuhnya kalau hatinya sudah tertambat pada Yasa. Aya pikir, kehidupan cintanya masih berpusat pada Astro, namun ia salah. Rasa sakit yang begitu menusuk ketika be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status