Kedua pria setengah baya itu datang bersamaan. Pun saat melangkah ke dalam sebuah bistro untuk membicarakan sebuah kasus. Mengambil meja yang paling pojok agar tidak terlalu nampak dikeramaian. Keduanya duduk saling berhadapan dan telah memesan menu sesuai selera masing-masing.
“Jadi, El. Apa yang mau kamu bicarakan? Apa masalah Aya?” tanya Bintang pada akhirnya setelah berbasa basi.
Elo menggeleng, menyesap kopi pekatnya yang masih mengepul sejenak. “Mas Bintang sudah tahu, kalau Mas Pras tersandung kasus Milliar Paper? Ada orang yang buka kasusnya karena ada laporan baru.”
Bintang balas menggeleng untuk menanggapi pertanyaan Elo. “Aku belum dengar sama sekali. Kepalaku masih penuh mikirin Aya, belum lagi Cakra masuk rumah sakit karena tipes. Minggu lalu, aku sampai gak sempat jenguk Aya di Singapur.”
Ada anggukan paham dari Elo. Sebagai orang tua, ia sangat mengerti posisi Bintang saat ini. Meskipun Aya bukan anak kan
Aya hanya diam, memandang serius pada tablet yang berada di tangan. Gadis itu sedari tadi sibuk membaca, dan melihat beberapa video mengenai kasus yang tengah dihadapi Pras. Sesekali tangan kirinya memijat pelipisnya yang sangat penat. Karena sesungguhnya, Aya masih tidak diperbolehkan berpikir terlalu keras.Sudah seminggu Aya sadar dari koma, dan yang dilihatnya setiap hari hanyalah Asa. Sang kakak itupun sudah menyampaikan sebuah kenyataan bahwa Aya mengalami keguguran. Tapi, Asa tidak menuntut banyak penjelasan akan hal itu. Asa mengerti kalau kondisi otak, serta tubuh Aya harus menyesuaikan diri dengan keadaan secara perlahan.Asa memutuskan untuk tidak mengabari keluarganya mengenai perihal Aya. Ia juga meminta Nando untuk merahasiakannya, karena ada hal yang harus Asa bicarakan perlahan dengan gadis itu.“Aku bilang jangan pake otakmu itu untuk berpikir terlalu keras. Rilex, Ay. We’ll fix it, step by step, one by one.” Kata Asa yang masu
Kepulan asap putih itu membumbung tinggi, setelah Yasa menghembuskan napasnya dengan panjang. Belum sempat gumpalan asap itu menghilang, Yasa kembali menghisap dalam-dalam lintingan putih yang terselip di sela jari tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya masih setia menggenggam erat, gelas yang berisi macchiato yang sudah beranjak dingin.Terhitung lebih dua bulan sudah, dirinya tidak mendengar kabar apapun mengenai Aya. Bintang memilih tidak mengatakan hal apapun kepadanya. Begitupun Elo, yang juga tidak bisa melangkahi Bintang untuk menjawab tentang keadaan Aya, juga tempat gadis itu di rawat.Semenjak kecelakaan tersebut, Yasa sibuk merutuki dirinya karena telah kehilangan sebuah janin yang tidak bersalah. Jika saja … yah, hanya kata itu yang berputar di benak Yasa. Jika saja, Yasa tidak skeptis, mungkin dirinya dan Aya bisa menjalin sebuah hubungan yang lebih serius. Jika saja, Yasa bisa jujur dengan perasaannya sendiri, mungkin saja, janin itu saat ini su
Zetta menutup kasar laptop yang berada dipangkuannya, saat Astro masuk ke dalam kamar. Meletakkan benda persegi panjang itu di nakas samping tempat tidur. Ia beranjak menghampiri Astro dan berhenti tepat di depan pria itu denga melipat tangan di depan dada.“Dua bulan, ini sudah dua bulan lebih dari hari kamu ngelamar aku, tapi kamu selalu memundurkan tanggal pernikahan kita dengan berbagai alasan. Apa yang terjadi sebenarnya? aku gak mau denger alasan Om Bintang yang masih pusing mikirin Aya yang koma, Cakra yang begini, Tante Dai yang begitu dan alasan lain yang menurutku cuma mengada-ada!”“Aku gak pernah mengada-ada. Semua yang aku bilang itu fakta, Aya koma, Cakra sempat masuk rumah sakit karena tipes, Tante Dai juga sakit. Di mana letak salahnya?” Astro menarik dasinya dengan kasar, lalu melewati Zetta dan duduk di tepi ranjang. Pria itu membuka kancing kemeja putihnya satu persatu, setelah membuka jasnya.“Coba kamu pikir, di
Seluruh keluarga yang berada di kediaman Pras, beserta para pelayan hanya bisa melongo bahagia, saat melihat Aya melenggang memasuki rumah. Bagi pelayan wanita, mereka tidak akan sungkan, untuk langsung memeluk gadis itu. Karena sekali lagi, Aya memang seramah itu kepada siapapun. Namun, bagi pelayan pria, mereka hanya memberi ucapan selamat atas kesembuhannya dan harus bersikap sopan, jika tidak ingin dilempar ke jalan oleh Pras.Kaisar dan Eila yang sudah berada di Jakarta lebih dahulu, sejak Pras tersandung kasus juga turut berbahagia. Kesembuhan Aya dalam situasi seperti ini bak sebuah oase di gurun gersang.Apalagi Sinar, wanita itu tidak berhenti mengucap syukur dengan genangan air mata.“Maafin bunda, Ay … maafin bunda.” Hanya kalimat itu yang selalu diulang oleh Sinar saat memeluk tubuh sang putri dengan erat. Wanita itu seakan tidak rela untuk melepaskan satu-satunya anak perempuan yang dimilikinya. Sekaligus merasa bersalah atas semu
Sudah seminggu Aya di Jakarta, tapi selama itu pula tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Aya meminta semua orang agar tidak memberitahukan keberadaannya di rumah, karena sebuah alasan kesehatan. Setidaknya itu yang Aya katakan.Aya tidak ingin ada yang mengganggu istirahatnya, dengan kedatangan para tamu dari pihak Bintang maupun Elo yang hanya akan mengganggu pemulihan tubuhnya.Dan benar saja, selama berada di rumah, hal yang dilakukan gadis itu dari bangun tidur sampai menutup mata hanyalah makan. Aya hanya mau makan masakan bundanya. Bukan bermaksud untuk merepotkan, tapi, Aya benar-benar merindukan makanan buatan bundanya.Sadar dari koma dan berada di Singapura, serta kerap memakan makanan rumah sakit, membuat lidahnya terasa kelu. Alasan lainnya, Aya ingin sang bunda juga makan bersamanya, agar bobot tubuh wanita itu bisa kembali seperti semula. Aya sangat mengerti kalau bundanya itu pasti sangatlah tertekan.“Kapan mau bilang papa, kalau
Ujung pump heel setinggi 7 senti itu menghentak pelan, pada lantai teras Pengadilan Negeri. Rambut ikal yang sudah dipotong di bawah bahu, dengan warna ash lilac itu, berayun elegan memasuki ruang persidangan. Tidak banyak yang melihatnya, karena seluruh pusat perhatian kini tertuju pada Pras yang tengah mengajukan pledoi*.Ruang sidang nampak penuh dengan wartawan. Aya melihat ada beberapa korespenden dari luar negeri, yang juga meliput sidang. Maniknya kini berhenti, pada sosok pengacara muda yang duduk di deretan jaksa penuntut. Seketika itu juga hatinya terasa remuk, mengingat kembali semua yang diperbuat dan dikatakan pria itu.Karena tidak menemukan tempat duduk, Aya memilih berdiri di pojokan. Meskipun ia melihat sang bunda dan keluarga lainnya ada pada kursi deretan depan, Aya tidak menghampirinya.Aya tidak jadi mampir ke DailYou untuk mengambil beberapa baju, sepatu serta tas dari butik ibu sambungnya. Ia mampir ke butik lain dengan berbagai macam pert
“Jadi, kamu yang namanya Yasa.” Aya bertanya antusias dengan manik berbinar. Ia memajukan kursi dan mencondongkan tubuh, saat keduanya sudah berada di kafetaria pengadilan negeri. Setelah bertemu sang bunda sesuai perinta Pras, Aya langsung menyelinap pergi ke kafetaria. Beralasan kalau ia lapar dan ingin makan di sana.“Kamu beneran gak ingat sama aku?” Yasa juga melakukan hal yang sama, memajukan kursi dan mencondongkan tubuh ke arah Aya. Keduanya duduk berhadapan dengan meja persegi sebagai pemisahnya.“Aku ingat semuanya, tapi, aku gak ingat sama kamu.” Aya memiringkan kepala, meneliti pria yang memang benar seperti gambaran sang bunda. Jika Yasa memakai cambang seperti Bima, dan memakai keffiyah, pria itu benar-benar akan terlihat seperti pangeran arab. “Jadi, apa hubungan kita?”“One nigth stand, dan kamu hamil anakku, terus keguguran.”Yasa berusaha berkata jujur di sini. Ia tidak ingin me
Dengan mata terpejam Astro menyugar surainya kebelakang. Bintang meminta Astro untuk datang ke rumah pria itu, seusai semua pekerjaannya selesai. Dari nada bicara Bintang, Astro tahu ada yang tidak beres. Firasatnya mengatakan kalau Aya telah mengatakan sesuatu pada Bintang.Benar saja. Air muka Bintang terlihat suram, saat Daisy menyuruh Astro untuk masuk ke ruang kerja pria itu. Lantas, tanpa berbasa basi, Bintang langsung mengkonfrontasi Astro dengan berbagai pertanyaan.“Ada di mana kamu tanggal 19 April?”“19 April?” Astro mengingat-ingat sembari mengeluarkan ponselnya. Sebenarnya tidak perlu melakukan hal itu karena Astro ingat itu hari apa. “Aku di Bandung, Pa. Bukannya papa sudah tahu? Hari itu papa pergi ke Bali sekeluarga.”Apa Aya berbohong? Bintang membatin.“Kapan kamu pulang dari sana?” tanya Bintang lagi.Insting pengacaranya berkata, kalau Aya telah menceritakan kejadia