Share

Bab 05

Author: Sriintan2000
last update Last Updated: 2022-01-25 18:33:09

 

 

 

Aletta menelan ludah seraya mematut penampilannya sendiri melalui cermin. Hari ini dia sudah bertekad untuk memulai rencananya mengejar cinta Satria. Ragu? Itu pasti ada. Namun, Aletta sudah fikirkan semua resikonya baik-baik. Jika nanti Satria menolaknya, tak apa. Yang pasti Aletta sudah lega jika sudah mengutarakan perasaannya itu pada Aletta.

 

“Semoga berhasil ....” Setelah menguncir rambut panjangnya seperti biasa, Aletta segera mengambil tas seraya berjalan keluar kamar. Dalam rencananya kali ini, Satria berniat tidak akan memberi tahu Kanaya dulu. Dia akan melakukan semuanya sendiri. Buat apa dia bercerita? Toh, kemarin saja Kanaya malah memintanya untuk melupakan Satria.

 

***

 

Langkah Aletta terhenti karena melihat Anna yang tengah menyiapkan sarapan untuknya. 

 

“Loh, Ibu kok keluar kamar? Emang Ibu udah sembuh?” tanya Aletta sembari berjalan mendekati Ibunya tersebut. Anna tersenyum.

 

“Udah dong. Nih, sekarang kamu sarapan dulu, ya. Ibu juga mau siap-siap berangkat kerja.” Setelah menyodorkan sarapan untuk putrinya, Anna beranjak hendak pergi, tapi tiba-tiba kepalanya terasa pusing lagi. Tubuhnya hampir saja oleng jika saja Aletta tidak dengan sigap menahannya.

 

“Ibu itu masih sakit, 'kan? Udah, ya. Mending Ibu gak usah kerja dulu. Ibu istirahat aja di rumah,” saran Aletta dengan ekpresi khawatir.

 

“Kalai Ibu gak kerja, kita mau makan apa, Nak?” tanya balik Anna. Aletta membeku di tempat.

 

Anna tersenyum seraya mengelus rambut putrinya itu dengan lembut.

 

“Ibu gak papa, Sayang. Kamu jangan terlalu khawatir, ya. Nanti begitu Ibu minum obat. Ibu pasti langsung sembuh.”

 

“Tapi–”

 

“Sudah. Kamu jangan banyak protes. Mending, sekarang kamu sarapan, habis itu berangkat sekolah. Ibu mau siap-siap dulu. Oke?” Anna tersenyum meyakinkan putrinya sejenak, lalu melenggang pergi menuju kamarnya.

 

Air mata Aletta menetes tanpa bisa ditahan. “Aku janji akan jadi orang sukses, Bu. Aku akan bawa kehidupan kita jauh lebih baik dari ini,” gumamnya seraya menghapus air matanya sendiri.

 

***

 

Tet ...!

 

Bunyi bel masuk berbunyi nyaring. Semua siswa maupun siswi yang tadinya berada di luar mulai berhamburan masuk ke kelasnya masing-masing. Satria yang yang baru saja dari perpus, juga masuk ke kelasnya sendiri dan duduk santai di kursinya paling depan.

 

“Selamat pagi, Anak-Anak,” sapa Guru Geografi yang baru saja masuk.

 

“Pagi ...,” jawab semua murid kelas XI IPA-1 itu serempak.

 

Satria mulai merogoh ke dalam tasnya mengambil alat-alat tulis yang diperlukan. Tiba-tiba sesuatu terjatuh dibalik salah satu buku tugasnya. Satria menunduk dan mengambil secarik kertas kecil tersebut.

 

‘Dear Satria.’

 

‘Kau seperti bintang yang bersinar terang.'

 

‘Meski hilang ditelan gelapnya malam, sinarmu telah masuk kedalam relung hatiku ....’

 

~Secret Admirer~

 

Satria tertegun. Tak dapat dipungkiri, ada rasa takjub dalam dirinya setelah membaca puisi singkat yang ditulis dengan kaligrafi latin tersebut. Selama ini dia memang sudah sering menerima surat. Kebanyakan dari surat-surat itu berisi kata-kata yang biasa, lebay, dan malah membuat Satria seketika merasa geram. Namun, surat ini berbeda. Meski sajaknya singkat, tetapi arti dan makna si penulis tiap bait sangat terlihat jelas bagi siapapun yang membacanya.

 

Satria menengok kearah teman-temannya di bangku belakang. Sifatnya yang dingin dan cuek membuat Satria tidak begitu tahu seperti apa karakter mereka satu persatu. Dia berdecak karena tidak melihat siapapun yang mencurigakan. Semua murid di sana sedang fokus menulis materi yang diberikan guru tadi.

 

‘Ck, bodo amatlah.’ Satria mencoba tak perduli dan tak mau ambil pusing memikirkan surat ini dan siapa pengirimnya. Semua ini sudah biasa terjadi. Satria benar-benar bosan. Dia lalu meremas surat itu dan menyimpannya di kolong bawah meja dengan asal.

 

***

 

“Nih ....” Aletta mengembalikan laptop yang dia pinjam dari Kanaya dua hari lalu. 

 

“Loh, emang udah selesai makenya? Kalau lo masih mau pinjem, gak papa kok, Al,” ujar Kanaya. Aletta tersenyum, lalu menggeleng.

 

“Gue udah gak pake lagi, kok. Lo bener! Udah seharusnya gue bisa move on dari Satria. Dia terlalu tinggi buat gue raih. Sekarang, gue mau coba lupain dia,” sahut Aletta yang sukses membuat Kanaya terbelalak.

 

“Lo serius?” tanya Kanaya agak ragu. Aletta tersenyum tipis, lalu mengangguk.

 

“Kalau gitu, gue ke toilet dulu, ya.” Aletta beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar kelas. Kanaya memperhatikan temannya itu dengan tatapan heran.

 

“Kayak ada yang lo umpetin dari gue, Al.”

 

Dari balik tembok masih di kelas IPS-2, Aletta memperhatikan Kanaya yang di dalam kelasnya itu seperti kaget dengan penuturannya barusan. Aletta memejam matanya sejenak. Dia sebenarnya tak mau membohongi Kanaya seperti ini, tetapi apa boleh buat? Aletta sekarang hanya ingin perasaannya itu diketahui oleh dirinya saja.

 

"Maafin gue, Swara."

 

***

 

‘Dear Satria.’

 

‘Sama seperti salju yang terasa dingin, tetapi banyak yang mendambakannya. Itulah kamu.’

 

‘Wahai Bintangku. Mungkin kau tak tahu siapa aku.’

 

‘Namun, percayalah. Hanya dengan memandangimu, kau mampu getarkan jiwaku.’

 

‘Kita berbeda. Namun, aku akan selalu mengagumimu.’

 

~ Secret Admirer~

 

Dihari kedua, Satria kembali mendapati surat misterius. Sekali lagi, dia mencoba tak perduli dan meremas surat itu dengan raut kesal.

 

“Gak penting banget!” gerutunya menahan emosi.

 

“Sat, ayo kita ke lapangan! Lo gak lupa 'kan hari ada pertandingan futsal sama anak XI IPA-2?” tegur seorang siswa yang merupakan teman Satria di kelas unggulan juga. Namanya Zain. Satria mendongak, lalu mengangguk pelan. Dia melirik kembali kearah surat yang sudah dia remas tadi. Meski demikian, surat itu tidak pernah dibuang Satria. Ya, lelaki itu menyimpannya. Entah itu surat kemarin ataupun hari ini, Satria membawa surat itu pulang ke rumah bersamanya.

 

***

 

“Al, kita ke lapangan, yuk! Satria mau tanding futsal sama anak IPA-2, lho. Yuk!” ajak Kanaya dengan antusias seraya menarik-narik sebelah tangan Aletta agar mau bangun, tapi gadis itu malah melepaskan pegangannya.

 

“Lo aja deh, Nay. Gue males. Lagipula, gue belum selesai makannya, nih,” tolak Aletta. Kanaya melongo. Pertama kalinya Aletta menolak melihat Satria. Ada apa ini? Apa perkataan Aletta kemarin bahwa dirinya ingin melupakan Satria itu benar?

 

“Al, lo kenapa? Tumben banget gak mau mandangin Satria?” Akhirnya Kanaya mengutarakan keheranannya.

 

Aletta yang saat itu mau memasukkan mie ayam ke mulutnya sontak terhenti, lalu melihat kearah Kanaya dengan malas.

 

“Gue 'kan udah bilang mau belajar ngelupain dia, Nay. Aduh, masa lu lupa sih?”

 

Kanaya menggaruk rambutnya yang tak gatal itu karena bingung. Entahlah. Dia hanya merasa heran saja dengan Aletta. Kemarin-kemarin, temannya itu selalu ngeyel jika dikasih saran, eh kenapa sekarang jadi gampang begini buat menghindari Satria?

 

***

 

Pertandingan futsal antar kelas XI IPA-1 dan XI IPA-2 sedang berlangsung. Meski sudah diprediksi siapa pemenangnya, tetap saja Pak Radit selaku guru olahraga di SMA Nirwana melanjutkan pertandingan dari babak pertama sampai babak akhir. Teriakan histeris dari penonton memenuhi area lapangan. Satria. Siapa lagi kalau bukan dia yang jadi pusat perhatian?

 

Satu jam lamanya permainan itu berlangsung. Seperti prediksi dari awal, kelas yang dipimpin Satrialah yang menang. 

 

“Gak ada dalam sejarahnya kelas kita dikalahin kelas lain,” ujar Kevin dengan bangga. Dia, Kevin, dan Zain sedang duduk seraya beristirahat di pinggir lapangan.

 

Zain mengangguk menyetujui. “Bener banget, tuh. Memang dari tahun pertahun, kelas unggulan selalu jadi nomor satu dalam bidang olahraganya.”

 

“He'em. Apalagi, kita punya Satria. Murid kebanggaan SMA Nirwana. Iya gak?” tanya Kevin pada Satria. Yang ditanya hanya memutar malas bola matanya.

 

“Tapi ... masa pas kita maen tadi, yang dipanggil-panggil penonton cuma Satria doang. Padahal, 'kan kita juga ikut andil di situ,” protes Zain.

 

“Ya mau gimana lagi, Zain? Kita mah apa atuh. Emang di sekolahan ini, kebanyakan ceweknya nge-fans tingkat dewa ke Satria,” timpal Kevin.

 

Percakapan Kevin dan Zain barusan sontak membuat Satria terdiam. Dia jadi teringat akan surat yang diterimanya dua hari belakangan ini. Apa mungkin seseorang yang katanya secret admirer-nya itu salah satu dari siswi yang meneriakinya tadi? 

 

“Gue emang harus cari tahu siapa dia,” gumam Satria tiba-tiba.

 

“Hah? Apaan, Sat? Tadi lo ngomong apa?” sahut Kevin yang sempat mendengar Satria berbicara meski samar-samar.

 

“Bukan apa-apa,” jawab Satria singkat seraya berlalu pergi meninggalkan Zain dan Kevin yang melongo melihat kepergiannya.

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Destiny   Bab 49 ( Orang Asing )

    Satria membawa Aletta ke Rumah Sakit untuk mengobati kakinya. Untung saja kata Dokter, cederanya tidak terlalu parah. Saat ini, mereka berdua sedang berjalan di lorong Rumah Sakit bersiap pulang. Satria sudah menawarkan diri membantu Aletta berjalan. Dia juga sudah meminta gadis itu untuk menggunakan kursi roda saja. Namun, semuanya ditolak.***“Aww ... shh ....”Satria yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Sepuluh tahun tak bertemu, sikap gadis itu masih saja belum berubah. Keras kepala dan mau seenaknya sendiri.

  • My Destiny   Bab 48 ( Pertemuan mantan )

    “Nisha mau sama Kak Aletta! Ma, Kak Tata mana? Kok gak dateng-dateng sih?” Nisha mengerucutkan bibirnya dengan tangan bersedekap dada. Kiran mencoba menenangkan putrinya itu, tapi tak berhasil. Saat ini, dia dan putrinya itu sedang duduk di undakan teras rumahnya sendiri. Kiran sudah membujuk Nisha untuk masuk, tetapi putrinya itu kekeh ingin di luar dan tidak akan masuk ke dalam jika Aletta belum datang. Kalau begini, jatuhnya Aletta seakan bukan guru les private-nya Nisha, tetapi lebih mirip sebagai baby sitter-nya.Tak lama kemudian Pak Guntur dan Satria kembali dari mengobrol ringannya di ruang tamu.“Terima

  • My Destiny   Bab 47 ( kembalinya Raka )

    Kanaya tak henti-hentinya berdecak kagum melihat foto seorang lelaki yang dimuat di majalah hari ini. Dia sudah mendapat penghargaan sebagai CEO termuda dan tersukses se-Asia selama tiga tahun terakhir.“Gila! Satria sukses banget sekarang.”“Lagi lihatin apa, sih?” tanya Aletta yang baru masuk ke mobil Kanaya. Mereka berdua baru saja selesai membeli berbagai bahan makanan untuk keperluan di rumah makan Anna. Sekedar menghemat ongkos, Aletta tadinya meminta bantuan Gerald untuk menemaninya berbelanja. Namun, alih-alih dia sendiri yang mengantarkan, di tengah jalan tadi, Gerald tiba-tiba ada telpon dari Rumah Sakit dan alhasil Kanayalah yang harus menggantikan dirinya mengantar Aletta.Kanaya menyodorkan majalah itu ke hadapan Aletta. Awa

  • My Destiny   Bab 46 ( Kembali dan merindukan )

    “Selamat ulang tahun ....”Aletta yang saat itu baru saja sampai di dalam rumahnya, terkejut ketika melihat Anna, Gerald, Kanaya, dan Nisha--murid les private-nya sebulan ini sama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun ketika dia baru saja membuka pintu. Aletta membekap mulutnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Dia terharu sekaligus tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Ditambah lagi, bersama orang-orang yang dia sayangi.Anna kemudian berjalan mendekati Aletta sambil membawa kue ulang tahun yang harus ditiu

  • My Destiny   Bab 45 ( Selamat Tinggal )

    “Aletta.”Aletta mendongak dan langsung berdecak kasar melihat Raka berdiri di depannya.“Gue tahu lo pasti udah bosen denger gue bilang kalau Satria gak pernah ngelakuin hal yang lo duga selama ini. Gue juga tahu kalau lo gak akan percaya sama gue, tapi setidaknya ... lo harus lihat video ini,” ujar Raka seraya menyodorkan handphone-nya pada Aletta. Gadis itu menyerngitkan dahinya heran.“Gue janji setelah ini gue gak akan maksa-maksa lo lagi buat percaya sama Satria. Ini yang terakhir,” sambung Raka meyakinkan Aletta.Aletta menghela nafas sebentar. Baiklah. Kali ini dia akan menuruti kemauan Raka. Gadis itu mengambil handphone Raka, lalu menyetel video yang dimaksu

  • My Destiny   Bab 44 ( Keputusan Satria )

    “Pergi, Sat! Gue bilang pergi ...! Gue gak sudi lihat muka lo lagi. Bahkan, gue gak sudi jadi cewek lo lagi!” bentak Aletta. Satria membeku di tempat dengan pandangan shock. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aletta.” Kanaya yang baru kembali dari toilet, terkejut melihat Aletta berteriak histeris. Langsung saja dia berlari menghampiri Aletta dan berusaha menenangkannya.“Nay, bilang sama Satria untuk pergi. Gue gak mau lihat dia lagi. Suruh dia pergi ....” Aletta terisak lirih. Kanaya terkejut. Dia menatap Aletta heran dan bergantian menatap Satria kasihan.

  • My Destiny   Bab 43 ( Musuh dalam selimut )

    “Woy, pengecut!” teriak Satria kalap setelah berhasil mengejar orang itu ke atap gedung.Orang itu melirik ke bawah. Sial! Tidak ada jalan lain baginya selain melawan Satria. Tapi tunggu! Satria mengejarnya seorang diri, 'kan? Bagus! Akan lebih mudah baginya untuk menghancurkan teman sekaligus musuhnya itu bila sendirian seperti sekarang ini.“Lo udah berani sakitin Aletta, itu sama aja lo udah nyari mati sama gue!” sentak Satria. Orang itu melepas penutup kepalanya, lalu memutar tubuhnya menghadap Satria.“Hi, Sat. Nyali lo besar juga ya ngeja

  • My Destiny   Bab 42 ( Upaya penyelamatan )

    Beberapa jam sebelumnya ....Karena Anna masih di Rumah Sakit dan kemungkinan di rumah Aletta tak ada siapa-siapa, Kanaya akhirnya memutuskan membawa tas sekolah Aletta ke rumahnya sendiri. Biar besok dia mengembalikan tas temannya itu.Ceklek!“Kamu kok baru pulang, Nak?” tanya Rian--Papanya Kanaya. Kanaya mengangguk, lalu menyalim tangan Papanya itu.“Iya, tadi kejebak macet, Pa.”“Yaudah. Seka

  • My Destiny   Bab 41 ( Iblis berwujud manusia )

    “Sialan! Kenapa cuma Satria yang dapet pujian? Padahal, gue juga ikut andil dalam olimpiade itu,” geram Zain dengan tangan terkepal. Kevin yang berdiri di sebelahnya merangkul bahunya.“Ya, mau gimana lagi, Zain? Pertandingan ini sebenarnya cuma untuk formalitas doang! Meski kita menang sekalipun, ya, tetep Satria yang akan dapat pujian,” sahutnya.Zain berdecak. Sejak awal masuk SMA, selalu dan selalu dirinya dikalahkan Satria. Meski dirinya sama-sama berasal dari kelas unggulan sama sepertinya, tetapi untuk urusan kepopuleran dan kepintaran, dirinya masih berada jauh di atas Satria, dan Zain membenci hal itu. Dia benci sekaligus iri karena Satria selalu mendapatkan semuanya tanpa susah payah. Bahkan, gadis yang dia sukai sejak awal masuk sekolah Nirwanapun juga lebih menyukai Satria ketimbang dirinya. Manda.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status