Lyra bangkit dari tidurnya dengan malas saat mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia membuka pintu kamarnya sedikit. Matanya memicing melihat Alfa berdiri sambil cengar cengir. Lyra sudah hafal tabiat abangnya kalau ingin sesuatu darinya.
"Apa?" tanya Lyra langsung.
Alfa menganggaruk kepalanya yang tak gatal. Lyra memutar bola matanya ke atas.
"Cepetan kalo nggak gue tutup lagi nih. Ngantuk tau!"
"Bentar dong, Dek." Alfa buru-buru menahan pintu kamar Lyra saat gadis itu akan menutup pintu kamarnya lagi.
"Ya, udah cepetan bilang."
"Temeni abang makan malam, yuk."
"Ogah!" Lyra langsung menutup pintu kamarnya. Tapi Alfa lagi-lagi menahannya.
"Ayolah Dek, bantu abang. Ini makan malam penting. Abang baru dapat proyek besar. Dan abang mengundang klien abang makan malam. Nggak mungkin
Syilla yang tidak biasa dengan suasana canggung langsung bersuara."Jadi, apa kalian berdua pacaran?"Sontak pertanyaan Syilla membuat Lyra dan Alfa saling pandang. Dan Reksa menatap Syilla tidak percaya. Bagaimana mungkin wanita itu langsung menanyakan hal seperti itu? Walaupun sebenarnya dari tadi Reksa menahan penasaran ada hubungan apa antara Lyra dan Alfa."Tidak, kami berdua kakak adik."Jawaban Alfa membuat Reksa sedikit terkejut. Benarkah?"Alfa kamu tidak pernah cerita soal ini."Syilla menatap Alfa. Sesungguhnya perasaan wanita itu sedikit terganggu karena pertemuannya dengan Alfa kembali."Belum sempat, kamu lebih dulu pergi dariku waktu itu."Ehem! Mereka berdua berbicara seolah tak ada orang lain lagi di sekeliling mereka."Mungkin bernostalgianya nanti, ya
"Oke, sekarang kita mau ke mana?" tanya Reksa menatap Lyra sekilas.Apa lelaki yang sudah duduk di belakang kemudinya itu perlu diketok palu dulu biar sadar? Tujuan makan malam untuk membicarakan soal kerjasamanya dengan perusahaan tempat Alfa bekerja malah berujung dengan lamaran konyolnya. Dan sekarang, ia bertanya 'kita mau ke mana' setelah ia meminta Alfa untuk mengantarkan adiknya pulang? Memang ia pikir rumah tempat Lyra pulang ada berapa banyak?"Pulang." Jujur Lyra agak malas menjawab."Ini masih sore, Nona. Kita jalan sebentar, ya."Kali ini Lyra ingin berseru: 'Aku mau pulang aja Reksa, aku tidak mau menanggung rjsiko dengan tingkah konyolmu lagi.'Tapi jelas itu tidak mungkin keluar dari mulutnya.Reksa melajukan mobil perlahan. Malam minggu seperti ini banyak komunitas yang berkumpul di sepanjang pinggiran jalan, atau di depan ruko-ruko yang tutup pada malam hari.
"Reksa,dia itu...."Semburat merah dadu menghiasi wajah Lyra seketika. Ia berdoa semoga malam ini bisa tidur dengan nyaman. Tanpa gangguan, tanpa khayalan kurang ajarnya yang masih saja terus menggoda.***Seseorang menabrak kasar lengan Lyra. Hampir saja wanita itu terjengkang karena tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Namun, tangan itu segera meraihnya. Dan menggapit di antara kedua lengannya yang kokoh.Lyra mengerjap beberapa kali. Berupaya mengembalikan kosentrasinya yang hilang beberapa saat lalu.Wajah Herdy yang terlampau dekat membuatnya gagal fokus. Hidung si tukang marah-marah itu sempurna, begitu juga bagian wajah lainnya. Alis tebalnya menaungi sepasang netra cokelat yang menatapnya tajam.Lyra segera beringsut dan menarik diri dari rengkuhan Herdy."Maaf, Pak," ucapnya pelan."Tidak apa-apa
Hai, teman-teman yuk ramaikan lapak ini. Aku tunggu komen dan review bintang limanya ya, Gaes.Happy Reading!___________________Alfa baru usia sepuluh tahun saat Papa Irfan membawanya ke sebuah rumah yang memiliki halaman cukup luas . Papa Irfan bilang, ia akan tinggal di sini bersama mama dan adiknya, Lyra. Alfa sangat senang keluarga barunya memperlakukannya dengan sangat baik. Di saat orang lain mengambil anak-anak yang masih balita di panti, Papa Irfan malah memilihnya untuk diambil sebagai anak angkat.Alfa terpaksa berada di panti karena ia tidak memiliki siapa pun lagi. Ayah dan ibunya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Ia pernah dipertemukan dengan seorang wanita cantik yang ia tahu sebagai walinya. Namun, wanita itu tidak mau menerimanya. Dan ia pun berakhir di panti asuhan beberapa bulan sebelum Papa Irfan membawanya ke rumah baru. Sungguh, ia tidak akan pernah lupa wajah cantik itu
Jadi, kenapa kamu bisa berada di sini?" tanya Lyra sesaat setelah mereka masuk ke dalam mobil."Ada pertemuan sedikit dengan presdir. Jadi sekalian aku mampir ke divisimu. Dan kata orang-orang di situ, kamu pergi bersama Herdy," jawab Reksa."Lalu bagaimana kamu tau aku resign dari kantor?""Mereka juga yang bilang."Lyra mengangguk paham. Ia melirik sekilas wajah Reksa yang masih fokus pada kemudinya."Itu tadi ...." ucapan Lyra menggantung. Dia ingin menanyakan hal yang sempat membuatnya terkejut tadi."Ya?""Your girl friend.""You!""Iya, eh nggak. Itu kamu bergurau 'kan?" Lyra mendadak gugup."Kenapa? Apa kamu nggak mau jadi pacarku?" tanya Reksa menatap Lyra sekilas."Maksudnya?""Kita sudah pernah membicarakannya."Lyra tersenyum canggung. Menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia tidak pernah menyangka kalau pembicaraan malam itu berlanjut jadi seperti ini.
Lyra mematut diri di depan cermin. Beberapa kali memutar badan. Gaun soft pink kini sudah melekat sempurna di tubuhnya. Sebelum itu, ia pun sudah menyapukan sedikit riasan tipis di wajahnya. Seperti biasa, penampilannya tidak mau berlebihan. Walaupun gandengannya sekarang seorang bos besar, tapi tidak mengubah apa pun kasualitas dalam dirinya.Lyra menepuk-nepuk pipinya sendiri mengurangi rasa gugup. Bahkan suara klaskson mobil Reksa belum terdengar, tapi degup jantungnya bertalu-talu sudah dari sekarang.Dan tak lama kemudian, suara mobil yang iya yakini adalah suara mobil milik Reksa terdengar memasuki halaman rumah. Ya Tuhan, wajahnya memanas seketika. Dirinya tak mau bergeser sedikit pun dari kursi rias yang ia duduki."Kamu harus tenang Lyra," bisiknya pelan.Lyra hampir melompat saat mendengar suara pintu kamarnya terbuka, dan Alfa muncul dari balik pintu, memperlihatkan senyum jahilnya."Bu
Lyra bergerak menjauh dari kerumunan yang membuat kepalanya agak sedikit pusing. Ia duduk di sebuah kursi yang letaknya paling belakang dan agak lengang. Pikirannya berkecamuk. Sebelumnya, ia tidak pernah menduga ada serbuan dari wartawan. Tapi ia lupa, dirinya datang dengan seorang pebisnis dengan mantan tunangan seorang artis. Reksa dan Helena itu dua sisi yang sangat seimbang. Lelakinya tampan, wanitanya cantik. Lagi-lagi Lyra merasa minder, sama seperti pertama kali bertemu Syilla. Seperti sadar akan posisinya, ia lebih baik menyingkir sesaat. "Ternyata kalian beneran berpacaran, ya?" Sebuah suara bariton terdengar dari arah belakang. Lyra menoleh dan kontan berdiri saat mendapati Herdy berjalan mendekat. Langkah Herdy berhenti tepat di depan Lyra. Tangan kirinya tenggelam ke dalam saku celana hitam yang ia pakai. Dan tangan kanannya terlihat sedang menggenggam sebuah gelas kaca. "Kenapa di sini? Apa kamu tidak menemani
Pikiran Reksa terbelah antara menyetir dan perempuan di sebelahnya yang sejak keluar dari pesta banyak sekali diamnya.Sebenarnya apa yang sudah terjadi? di tengah wawancaranya dengan para wartawan tadi, ia masih merasakan pelukan Lyra pada lengannya. Hingga Helena datang, ia baru sadar bahwa Lyra tidak ada di sampingnya.Apa tadi Herdy telah berkata sesuatu yang membuat wanita itu sekarang seperti lebih menikmati memandang jalanan malam daripada berbicara dengan dirinya?Lyra hanya menjawab pertanyaan Reksa seperlunya saja, kemudian kembali membuang muka ke kaca jendela mobil. Seolah ada hal yang lebih menarik di sana.Beberapa kali Reksa menghela napas. Ia yakin, Lyra juga belum makan. Tadi di pesta, piring yang Lyra pegang isinya masih terlihat utuh."Apa kamu mau mampir sebentar ke restoran untuk makan malam?" tanya Reksa."Nggak, kita langsung pulang saja."Reksa mendebas mendengar jawaba