Lyra dan Alfa memasuki ruang makan begitu sampai ke rumah. Mereka baru pulang dari jogging di taman kota.
Di meja makan, mama tengah mempersiapkan makan pagi ditemani papa.
Alfa langsung mengambil tempat duduk di sebelah papa sementara Lyra membuka kulkas dan mengambil jus jeruk kemasan.
"Ternyata ada yang diem-diem sudah punya pacar rupanya."
Hampir saja Lyra tersedak mendengar ucapan mama yang sedang membantu papa mengoles selai pada rotinya.
Lyra mengerjap memandang mama dan papa bergantian. Lalu tatapannya beralih pada Alfa yang nampak berhenti sesaat dari gerakannya mengambil sebuah roti.
Dengan berusaha tetap tenang, Lyra duduk di seberang Alfa. Tangannya menjulur mengambil selembar roti. Sambil sesekali matanya melirik kedua orang tuanya. Kenapa suasananya jadi horor begini, ya? Ini masih pagi, loh.
Alfa yang tadi sempat tersentak juga, berusaha mengalihkan keadaan. Ia melirik sebuah ka
Reksa dengan gerakan slow motion mendekati wanitanya yang berdiri canggung memalingkan muka ke sana ke mari. Lyra benar-benar blushing. Ingin lari, tapi tak bisa.Jantung Lyra terus berlomba-lomba saat jarak mereka begitu dekat. Manik hazel itu masih belum juga lepas dari pandangannya. Reksa terus memangkas jarak di antara mereka. Hingga saat wajah lelaki itu mendekat, Lyra sedikit memekik dengan mata terpejam.Tapi yang Lyra rasakan justru kehampaan. Tak ada hal lain yang dilakukan Reksa selain meraih sebuah handuk yang terselampir di kursi tepat di belakang Lyra berdiri."Maaf, aku mau mengambil handuk ini," ujar Reksa tersenyum menggoda.Sumpah! Lyra malu setengah mati. Oh betapa bodohnya ia. Bisa-bisanya ia mengira Reksa akan melakukan sesuatu. Lyra hanya meringis memandang Reksa yang kini tengah mengeringkan rambutnya.Diam-diam Lyra menepuk kepalanya sendiri karena kebodohannya. Malu-maluin.
Alfa tercenung menatap kopinya yang belum ia sesap sama sekali. Beberapa lama ia terdiam. Mencoba mencerna kata demi kata yang wanita itu lontarkan. Wanita yang baru beberapa menit lalu meninggalkannya. Wanita yang dulu pernah mengirimnya ke panti asuhan karena menganggap dirinya adalah benalu. Dan hari ini, ia tahu sebab kebencian yang ada dalam sorot mata wanita itu padanya.Alfa masih bergeming dari tempatnya. Merasa bersalah karena masa lalu yang sebenarnya ia tidak tahu menahu.Hanya karena kesalahan dari sang ayah yang bahkan dirinya saja waktu itu belum mengerti arti hidup. Namun, wanita itu seolah terus menyalahkan ibunya bahkan setelah ibunya meninggal.Rasanya tidak adil. Mungkin saja ibunya dulu juga tidak pernah tahu ada wanita lain di kehidupan sang ayah. Demi Tuhan, hanya ada kenangan baik dari almarhumah sang ibu semasa hidupnya.Alfa mengepalkan kuat tangannya. Dirinya masih saja tidak terima saat wanita itu
Langkah kaki Lyra dibuat selebar mungkin untuk menapaki gedung berlantai lima puluh ini. Hampir saja ia terlambat untuk interview di kantor barunya. Ini gara-gara dicegat Herdy yang tiba-tiba saja muncul. Ia melirik arloji di tangan kirinya, masih ada waktu untuk membenarkan dandanannya. Lyra segera menuju ke toilet. Mematut diri di cermin besar wastafel. Membenarkan sedikit tatanan rambutnya yang agak sedikit berantakan. Dan saat ia sedang menggelung rambutnya, seseorang menjajarinya, berdiri menjulang di sampingnya, menatap lurus ke depan cermin.Lyra berkedip beberapa kali. Hatinya berdesir. Wanita cantik yang kini berdiri di sebelahnya adalah Helena.Diam-diam Lyra memperhatikan wanita itu dalam cermin. Tidak ada kata lain selain kata sempurna untuk wanita cantik itu.Lyra memelankan gerakan menggulung rambut. Bagaimana ia tidak cemburu? Helena begitu mempesona dilihat dari jarak dekat seperti ini. Dirinya sebagai perempuan saja merasa kagu
Perjanjian kerja sudah ia tanda tangani, tidak mungkin ia mundur begitu saja. Meskipun ia tahu, Reksa tidak akan mempermasalahkannya jika itu terjadi, tapi rasa-rasanya itu tidak pantas dilakukan. Nanti dikira memanfaatkan kekuasaan."Well, semua sudah selesai 'kan? Bas, aku mau mengajak Lyra makan siang." Syilla berujar menyentak lamunan Lyra.Bastian mendengus. "Aku pikir kamu ke sini ada keperluan apa.""Tadinya aku ingin mengajakmu makan siang. Tapi berhubung di sini ketemu Lyra, ya aku pergi sama Lyra saja. Yuk, Lyr."Syilla bangkit dari duduknya. Mengabaikan raut muka Bastian yang nampak kesal."Terus kamu tidak mau mengajakku?""Kelihatannya kamu sangat sibuk.""Tidak, aku ikut saja."Sebenarnya Lyra agak sedikit heran dengan interaksi antara Syilla dengan CEO itu. Ah! Mereka sama-sama CEO bukan? Masih di bawah naungan Reksa Group. Apa mungkin mereka ada hubungan spesial? Ada banyak pertanyaan berpu
Seseorang terlihat baru keluar dari ruangan Reksa. Lantai 45 di mana letak kantor direktur utama berada. Tak ada ruangan lain selain milik orang nomor satu di Reksa Group itu."Selamat siang, Pak Bastian," sapa orang itu saat berpapasan dengan mereka."Selamat siang, Justin. Apa Direktur ada?""Ada di ruangannya. Silakan."Justin adalah assisten direktur. Salah satu orang kepercayaan Reksa yang waktu itu pernah bertemu Lyra di depan apartemen Reksa. Ya, ia lelaki berkacamata yang mengantar Lyra menemui Reksa yang sedang berenang dan berujung pada ....Padahal Reksa memiliki seorang sekretaris, tapi ia lebih sering berinteraksi dengan asistennya."Bagaimana pertemuanmu dengan Wijaya Grup?" tanya Reksa begitu Bastian masuk ke ruangannya."Seperti yang kamu harapkan. Lyra, sedang apa kamu disitu? Cepat masuk!"Lyra masih saja berada di luar. Merasa belum siap berhadapan dengan Reksa kemb
Lyra berjalan mondar-mandir. Di saat sedang butuh masukan, Alfa yang diharapkan malah ke luar kota. Meninjau proyek di Manado.Sedari tadi, ia terus menggenggam ponselnya. Masih berpikir, bagaimana cara memberitahu mama dan papa? Bukan tak senang Mami Loui akan melamarnya, tapi ini ibarat serangan dadakan yang dilancarkan tanpa persiapan.Ia menggerakkan jemarinya. Menekan nomor rumahnya di Palembang. Tapi lagi-lagi urung. Lyra kembali mondar-mandir. Sesekali menggigit bibirnya bingung."Halo... Halo... Hey... Lyra..."Lyra celingukan saat namanya dipanggil. Tapi siapa? Dan saat matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala, ia baru sadar itu suara dari sana.Oh My God. Ternyata panggilan tadi tersambung. Lyra mendekatkan ponsel ke telinga dengan ragu."Iya, Ma?""Kamu ini telpon tapi nggak ada suaranya. Ada apa?" omel mama di seberang. Lyra memutar bola matanya. Baru kesalahan dikit aja udah ngome
Lyra urung membuka pintu gerbang rumahnya ketika ada sebuah mobil berhenti tak jauh dari tempatnya. Lyra memicing saat sorotan lampu mobil itu mengenai iris matanya. Tak lama lampunya padam, dan seseorang keluar dari sana.Sepertinya Lyra mengenali sosok itu. Sosok yang berjalan anggun. Ya, tidak salah lagi. Itu Helena, artis yang belum bisa move on dari mantannya. Mendadak Lyra merasa malas. Untuk apa malam-malam Helena menghampirinya?"Apa kamu Alyra?" tanya Helena bersidekap tangan dengan angkuhnya saat tepat berhadapan dengan Lyra."Iya, ada apa, ya?""Langsung saja. Aku cuma mau bilang sama kamu untuk jauhi Reksa."Lyra mengernyit. Memang siapa dia? Main nyuruh-nyuruh."Ada masalah?""Aku tau siapa kamu."Terus gue harus bilang WoW gitu?"Kamu itu nggak lebih dari cewek-cewek biasa yang suka godain bosnya."What the hell!"Lagi pula. Cewek macam kamu nggak ada
"Apa kamu sudah makan?" tanyanya mengelus pipi Lyra."Belum," jawab Lyra singkat."Oke, mau makan di luar atau delivery?" Reksa mengeluarkan ponsel, memastikan gopay-nya masih banyak atau tidak."Delivery aja.""Oke, kamu mau pesan apa?" tanyanya lagi sembari duduk di samping Lyra."Iga bakar dan salad buah."Reksa masih mengutak-atik ponsel. Sebenarnya Lyra ke sini mau apa, sih? Ia tidak sedang meminta makan pada Reksa kan? Dan kenapa juga Reksa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?"Oke, sudah aku pesankan." Reksa meletakkan kembali ponsel ke atas meja. Lalu tatapannya beralih pada wanita di sebelahnya."Ada apa? Tidak biasanya." Dia bertanya lembut."Maksudnya?""Datang ke kantorku sendiri. Apa Bastian yang menyuruhmu?""Tidak. Aku yang ingin datang sendiri. Memangnya tidak boleh?""Boleh dong, Sayang. Kenapa tidak boleh?" Reksa berdiri kembali.