Kenapa kamu terkejut begitu, Sayang? Bukannya Reksa sudah memberitahumu?" tanya Loui.
Lyra menggeleng pelan. Loui mengangkat alisnyaz dan memandang putra sulungnya yang masih tidak peduli dengan obrolan calon mertua dan calon menantu itu. Sampai sebuah pukulan keras mendarat tepat di paha lelaki itu, baru Reksa sadar maminya sedang menatapnya tajam.
"What's wrong, Mom?" Reksa mengelus pelan pahanya yang terasa perih.
"Kenapa kamu tidak memberitahu Lyra soal pernikahan kalian?" tanya Loui gemas.
"Itu ..., 'kan mami sendiri yang akan bilang sama Lyra," jawab Reksa asal nyengir.
"Maaf, Sayang. anak mami ini rada nakal. No problem 'kan, Sayang?" Mami Loui kembali menatap Lyra.
Apanya yang no problem? Yang mau nikah sebenarnya siapa dengan siapa? Dan kenapa keputusan itu diambil tanpa bertanya dulu pada Lyra? Maksudnya, Lyra harus nerima gitu aja?
"Mmm, Mam, Maaf, tapi sepertinya Lyra harus pikir-p
Jangan lupa, masukkan cerita ini ke library ya teman-teman. Dan aku tunggu review dan komenan terbaik kalian. Teng kyu._________________Suasana kantor terlihat sangat sibuk. Reksa nyaris lembur setiap hari terkait proyek besarnya. Begitu juga Lyra, terpaksa Bastian memintanya untuk ikut sibuk. Mengatur segala proyek besar lainnya yang tidak kalah penting. Bahkan kadang Lyra makan siang di Bandung, makan malamnya di Bali. Ia harus menemani Bastian tiap ada meeting keluar kota.Beberapa proyek apartemen dan perumahan elit luar kota dan luar pulau memang sudah diserahkan langsung pada Bastian. Jadi, mau tidak mau, Lyra harus siap membantu Bastian ke mana pun lelaki itu pergi.Bagaimana dengan rencana pernikahan Lyra dan Reksa? Jika harus mengurusnya sendiri, jelas itu tidak mungkin mengingat kesibukan mereka yang luar biasa.Semua acara mereka pasrahkan kepada or
Reksa melajukan mobilnya menuju rumah Lyra. Tapi sesampainya di sana sepi. Tak ada seseorang di rumah itu. Kecmana Lyra pergi? Beberapa kali ia menelepon Bastian, tapi lelaki itu selalu menjawab kalau Lyra belum kembali. Perasaannya mulai tidak enak. Bahkan ponsel Lyra mendadak tidak aktif. Sudah jelas jika wanita itu melihatnya bersama Helena siang tadi. Mungkin saja Lyra juga melihat saat Helena ... Aaaarrgh!***"Kamu perlu melihat ini, Ira." Santy, ibunya Lyra menunjukkan sebuah buku kecil usang yang ia ambil dari kamar putranya, Alfa.Ira menatap Santy, heran. Pelan tangannya mengambil buku itu. Buku itu tanpa sengaja Santy dapat dari kamar Alfa. Mungkin itu cukup sebagai bukti agar Ira tidak selalu menyalahkan Alfa atas semuanya selama ini.Akhirnya mama dan papa tahu yang menjadi permasalahan putranya selama ini. Memang mereka tidak pernah tahu sebelumnya jika Alfa adalah anak dari sahabatnya
Lelaki itu berjalan mendekati Lyra. Kedua tangannya tersembunyi di balik saku celana casual yang ia kenakan untuk membungkus kakinya."Sedang apa kamu pagi-pagi berjalan sendiri?" tanya Herdy begitu sampai di hadapan Lyra."Cari udara segar, Pak. Lah, Bapak sendiri ngapain pagi-pagi udah ada di sini?" tanya Lyra balik.Herdy menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Haruskah ia bilang kalau ia ke sini untuk menemui Lyra?"Apa ya? Ya, kayak kamu cari udara segar. Di hotel mana ada udara segar."Lyra mengangkat alisnya. Cari udara segar sejauh ini."Mau jalan bareng?" tawar Herdy."Boleh, Pak."Mereka berjalan beriringan menapaki rerumputan. Sambil sesekali bertukar kabar dan cerita. Sejak kejadian Helena melabraknya, Lyra tidak pernah lagi bertemu dengan Herdy. Dan Lyra merasa ada perubahan yang berarti dengan sikap lelaki itu. Herdy nampak lembut. Beda saat lelaki itu jadi bossnya dulu. Ga
Tak lama kemudian Santy muncul dari dalam."Hei! Anak bandel. Dari mana saja kamu?! Dari pagi buta sudah menghilang, tidak kasih kabar atau apa? Kamu mau membuat mamamu ini jantungan terus?!"Lyra memutar bola matanya. Baru datang sudah kena omelan. Di depan Reksa dan Herdy pula. Terkadang mamanya suka tidak bisa menempatkan situasi memang."Kamu tahu? Reksa sudah lama menunggumu di sini."Ia salah memang tidak memberitahu mama soal kepergiannya tadi pagi. Ya gimana mau kasih tahu? Mama aja pagi tadi belum keluar dari kamarnya. Dan ponsel Lyra kebetulan juga tertinggal di kamar. Tapi sekarang Lyra, sudah terlanjur jengkel. Tanpa menjawab pertanyaan mamanya, Lyra melangkah masuk kedalam meninggalkan ruang tamu."Hei, mau ke mana kamu?"Judulnya Lyra geregetan sama dua mahluk dengan predikat mama dan calon suaminya itu."Lyra marah ya, Tan?" tanya Herdy kemudian."Si Lyra mah emang suka ngambekan.""Ma
Lyra tidak tahu bagaimana mama dan papanya bisa setuju saja dengan lamaran Reksa waktu itu. Tapi yang pasti, melihat interaksi mereka sekarang ini, Lyra jadi tahu kalau Reksa itu sangat pandai memikat hati orang tuanya. Bahkan papanya belum lama mengenal lelaki itu, tapi mereka begitu sangat akrab.Malam ini Reksa menyempatkan bermain catur dengan Papa. Dan hebatnya, Reksa beberapa kali membuat Papa mengakui kekalahannya. Padahal, jika bermain dengan Alfa papa selalu juara."Otakmu itu terlalu cerdas atau bagaimana? Masa Papa kalah terus."Reksa hanya tersenyum mendengarnya."Halah, Papa aja yang nggak bisa main dengan bener makanya kalah terus," mama menimpali."Hey, Alfa aja selalu kalah kalau main sama Papa," Papa tak terima."Itu karena Alfa selalu mengalah.""Ya, nggak. Memang Alfa aja yang nggak jago.""Serah papalah. Mainnya udahan aja. Tuh udah waktunya makan malam. Ajak
Alfa melempar sebuah dress ke atas ranjang tidur Lyra."Buruan pake, gih."Lyra yang sedang memakai masker di wajahnya merasa terganggu dengan ulah abangnya yang tiba-tiba datang ke kamar tanpa permisi, dan melempar sesuatu pula. Sangat tidak sopan.Kalau tidak sedang memakai masker wajah, Lyra pasti sudah mencak-mencak. Ia hanya melirik Alfa sebal sambil menyingkirkan dress itu dengan kakinya."Ayo Lyra, buruan. Nanti kita telat!""Ck, apaan sih, Bang? Mau ke mana?" Lyra berusaha berbicara tanpa ada pergerakan di wajahnya."Temeni gue makan malam, ada teman yang mau ketemu.""Gue nggak mau.""Cepet, ah, Nggak ada waktu, nih.""Sama pacar lu aja Bang.""Kalau dia ada di sini udah sama dia.""Ya, udah, lu sendiri aja.""Buruan." Alfa menggoyang-goyangkan kaki Lyra. Anak itu malah menutup matanya kembali."Ck, lu kaya anak kecil aja, sih, Bang."&nb
Lima menit hingga sepuluh menit berlalu. Lampu restoran belum tampak menyala dan Reksa juga belum kembali. Lyra mulai tidak tenang. Dinginnya angin malam yang berhembus, perutnya yang mulai lapar. Aduh, ke mana lelaki itu? Lyra mengusap kedua lengannya. Dan baru saja ia memejamkan mata saat dikagetkan sebuah suara yang tiba-tiba membuat jantungnya berdetak kencang.DOR!DOR!DOR!Kepala Lyra kontan menoleh ke sumber suara. Ledakan kembang api warna warni menyebar di udara bertubi-tubi. Lyra bergerak dari duduknya dan berjalan ke arah pembatas dak. Menakjubkan. Ia sangat suka kembang api itu. Dan betapa terkejutnya ia saat kembang api yang berpijar-pijar di angkasa itu membentuk sebuah tulisan merangkai sebuah kalimat.Alyra, Will you marry me?Seketika Lyra menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangannya. Seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Untuk beberapa saat tulisan itu masih mengudara
Rumah masih nampak ramai. Sisa-sisa kegaduhan karena kedatangan keluarga Reksa juga masih ada. Pasalnya keluarga mempelai pria datang dengan membawa seserahan yang mengundang kehebohan. Baik dari keluarga Lyra sendiri maupun para tetangga yang turut menyaksikan itu.Lyra sendiri tidak menyangka semua permintaan yang hanya diucapkan dengan mode bercanda itu malah diwujudkan oleh Reksa. Lyra bukan wanita sematre itu. Ia hanya mengerjai Reksa padahal, tidak serius sama sekali.Lupakan soal itu. Karena Reksa sendiri bilang ada kejutan lain di Jakarta sana. Padahal ini cukup membuat Lyra dan keluarganya terhenyak.Kini Reksa dan Alyra sudah sah menjadi sepasang suami istri. Dan sekarang mereka sedang menjadi raja dan ratu sehari di sebuah gedung serba guna sederhana yang tidak jauh dari rumah orang tua Lyra. Karena ini di Palembang, maka kebanyakan tamu yang hadir memang dari keluarga dan teman-teman orang tua Lyra. Karena ini sejatinya