Share

Part 5 Pertemuan Pertama

Ira menatap sepasang mata indah pria tersebut, bulu mata lentik, rahang yang tegas, di tambah rambut yang tertata, sangat serasi di padukan dengan tubuh gagah dirinya.

"Dia!" batin Ira terkejut.

Pria itu hendak duduk di bangku, namun tanpa sengaja pandangan mata indahnya bertemu dengan seorang gadis di sana, tanpa di sadari, saat ini mereka saling beradu tatapan.

"Um...."

Ira langsung membuang muka ke sembarang arah, sambil berdecak memaki dirinya sendiri.

"Apa yang kamu lakukan Ira!"

Pria itu langsung duduk setelah melihat Ira membuang muka. Dia melepas jaket yang di kenakannya seraya merapikan rambut yang terkena percikan hujan.

"Ira, ini tehnya," ucap Mas Edo.

Tanpa banyak bicara, Ira langsung mendekat mengambil barang yang dia inginkan. Dia merogoh saku celana dan langsung memberikan uang kepada si penjual. Tiba-tiba suara decing logam terdengar menggelinding, jatuh dari genggamannya.

"Sial!" pekik Ira dalam hati.

Ira berniat membawa koin yang terjatuh, namun jantungnya kini tidak bisa di kondisikan lagi, berdegup kencang dan terus semakin kencang.

"Bisa, aku pasti bisa!"

Setelah mengumpulkan keberanian, dia berbalik menghadap pria tadi, koin itu berada tepat di dekatnya, tak ada jalan lain, Ira mencoba memberanikan diri.

"Ini!"

Deg!

Suara itu menggema di telinganya, koin yang dia cari, berada di tangan pria yang sedang mengajaknya bicara saat ini, seketika untuk bernafas saja terasa sulit, oksigen di sekitar terasa menghilang, sesak tidak bisa dia tahan lagi sekarang.

Ira langsung mengambil koin itu dengan gugup, kemudian segera memberikan kepada Mas Edo yang telah menunggu.

"Hais!"

Dia berlari terbirit-birit, jantung berdegup sangat cepat, wajahnya sudah seperti kepiting rebus, merah merona.

Bak!

Pintu kamar dia lempar dengan keras hingga menghasilkan suara yang menggelegar.

"Ira, ada apa?" tanya Ibu panik, dari luar kamar.

"Ga ada apa-apa Bu, Cuma ke banting!" jawab Ira sambil tersenyum girang tak karuan.

"Tadi benar-benar dia kan? Akh! Aku tidak tahan lagi, aku benar-benar ingin memilikinya," dalam batin menjerit girang.

Gadis itu terbaring di ranjang sambil menggulingkan badan tak tentu arah.

Tok...tok...

"Ira, ada yang mencarimu!" teriak Ayah dari luar.

Dalam kebahagiaan yang meluap ini, Ira tersadarkan, dan langsung menghampiri Sang Ayah.

"Siapa?"

"Tidak tahu, Dia sedang menunggu di luar," jelas Ayah.

Tak...tak...

Ira segera melangkah keluar.

"Ira!" Ucap seorang anak laki-laki di sana..

"Kamu?"

"Iya ini aku, si tampan pemberani pangeranmu," puji Adri membanggakan diri.

Adri adalah teman masa kecil Ira, dia satu-satunya teman yang Ira miliki, namun karena orang tuanya berpisah, mengharuskan dia pergi meninggalkan tempat ini.

"Sayangnya walaupun kau tampan, aku tidak bisa menjadikanmu pacar," gurau Ira.

"Semakin kau menolak semakin aku ingin memilikimu," jawab Adri dengan nada menggoda.

Melihat ekspresi Adri, Ira menahan tawa, namun semakin dia tahan, malah semakin susah untuk mengendalikan diri.

"Haha...aku ingin sekali melempar wajahmu sekarang." Ira terbahak-bahak setelah mendengar balasan Adri.

"Aku harap kau tidak melakukannya," jawab Adri dengan nada khawatir.

"Ha...ha...aku tidak tahan lagi." Ira menekan perutnya tak kuat menahan tawa.

Melihat Ira tertawa terbahak-bahak, Adri menampakkan senyum tipisnya.

"Dia masih Ira yang dulu," batin Adri.

...

DI SEBUAH RUMAH...

Seorang pria gagah menjatuhkan helai demi helai kain yang menempel di tubuhnya. Air hangat yang mengguyur berhasil menyegarkan tubuh yang terasa berat ini.

Setelah membersihkan tubuh, dia mengambil laptop, matanya fokus memeriksa setiap  tugas para murid yang telah di kirimkan kepadanya.

Tiba-tiba hal menarik dia temukan dari puluhan dokumen yang datang. Di sana terlihat jelas kalimat " Pak Lingga aku mencintaimu," tulis seorang siswa. Dia tersenyum tipis setelah melihat dokumen itu.

"Dasar, anak-anak," ucap Lingga menggelengkan kepala.

Setelah membereskan pekerjaannya, dia menoleh ke arah dawai di atas meja yang berdering, segera dia ambil menjawab panggilan seseorang.

"Ada apa pak?"

"Pak Lingga, di RT 02 akan di adakan penyuluhan untuk masyarakat yang berpencaharian pedagang, setahu saya Pak Lingga adalah orang yang mengerti akan hal seperti ini, maka dari itu saya selaku RT mengundang anda mendatangi acara kami dan memberikan sedikit ilmunya kepada masyarakat di sini," jelas Pak Amar.

"Akan saya usahakan, jika tidak bertabrakan dengan acara lain," jawab Lingga.

"Saya sangat berharap Pak Lingga bisa hadir di acara kecil ini, sebelumnya saya mohon maaf telah mengganggu waktu Pak Lingga yang padat."

"Tidak apa-apa, tidak perlu sungkan, saya akan usahakan untuk datang."

"Kalau begitu terima kasih Pak, assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Percakapan singkat tadi, mengingatkan akan suatu hal, namun segera dia lupakan hal itu, tak ingin mengingat hal yang ingin dia lupakan. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, setiap barang yang tergeletak di ranjang dia bereskan, tak lupa dia menyeduh secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh di kala hujan seperti ini, kemudian melangkah menuju jendela di kamarnya menikmati udara sejuk dari luar.

"Ayah, bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Lingga pada dirinya sendiri seraya menggoyangkan secangkir kopi.

Dia lihat dawai di atas meja sana, tidak pernah sekalipun mendapat panggilan dari Sang Ayah. Setiap hari yang dia rindukan hanyalah keluarga, namun apalah daya, sekarang belum waktunya untuk kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status