Share

Dia Akan Jadi Wanitaku

"Kenapa harus Jade?" ulang Calvin sudah tidak sabar menunggu jawaban dari mulut Satria. Sedari tadi Satria tidak mengindahkannya, hanya bibirnya yang terus menyeringai membuat Calvin semakin kesal.

"Karena aku menginginkannya, dan apakah aku juga harus memberikan alasan kenapa aku menginginkannya?" Satria tidak terlalu suka kehidupan pribadinya terlalu di blow up, meskipun Calvin dekat dengannya.

"Setidaknya kamu katakan kenapa menginginkannya," kata Calvin lemah. Ia meneguk winenya sampai habis.

"Dia wanitaku," kata Satria santai.

Alasan Satria tidak dapat ia terima begitu saja, terlebih Jade adalah karyawan baru di Maxton dan Jade belum familiar dengan orang-orang di sana. Dan kenapa langsung berkaitan dengan direktur utama Maxton? Ini ada sesuatu.

Calvin terus menerka-nerka sampai otaknya sudah tidak mampu lagi berpikir.

***

"Hallo, Jade. Turunlah, aku menunggumu. Kita akan ke rumah orang tuaku pagi ini," ucap suara bariton yang tak lain adalah milik Satria di ujung telepon.

Jade baru saja selesai mandi dan sedang bersantai sambil menikmati sarapan seadanya. Cangkir teh yang dipegangnya hampir saja tumpah.

"Ke rumah orang tua anda?" tanya Jade tidak percaya.

"Bukankah itu ada di perjanjian untuk menjadi pacar pura-puraku," jawab Satria terdengar datar.

"Bukan begitu maksud saya. Saya kira tidak akan sekarang, baiklah kalau begitu saya akan berganti pakaian dulu. Secepatnya saya turun." Entah akibat grogi, Jade menutup pembicaraan mereka begitu saja. Ia cepat-cepat mengakhiri sarapannya yang belum selesai lalu mengganti pakaiannya.

Jade bergerak cepat masuk ke dalam lift yang membawanya turun ke lantai dasar, di dalam lift Jade memindai penampilannya yang sederhana. Dengan mengenakan dress motif floral kecil, dipadu padankan dengan cardigan warna orange tua. Tubuhnya ditopang flat shoes warna hitam dan tak lupa Jade menyampirkan sling bag yang terbuat dari bahan kulit berwarna cokelat untuk melengkapi penampilannya pagi ini.

Suara klakson dari mobil maserati ghibli warna hitam yang berada tepat di depan lobby apartemen mau tak mau membuat Jade melihat ke arahnya. Kaca belakang mobil yang terbuka menampilkan pemandangan seorang pria tampan yang sedang duduk di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan Satria. Pria itu menganggukan kepalanya menginstruksikan Jade supaya cepat masuk.

Seorang pria berumur sekitar 40 tahun membukakan pintu mobil dari arah samping jok penumpang, dengan tubuh setengah membungkuk memberikan rasa hormat pada tamu majikannya.

"Silahkan Nona," ucap pria itu.

"Terima kasih, Pak." Jade tersenyum ramah dan segera masuk ke mobil. Tepat di sampingnya duduk Satria, tampilan Satria pagi ini terlihat berbeda dari biasanya. Tubuh atletis yang biasanya dibalut dengan jas kini hanya mengenakan kaos putih berkerah dengan celana denim warna navy. Sepatu pentofelnya juga tak ia kenakan, diganti dengan sneackers putih yang membuat penampilan Satria lebih santai.

"Pagi, Jade." Pria tampan itu tersenyum penuh arti pad Jade.

"Pagi juga, Pak."

"Jangan panggil 'pak' kalau tidak mau sandiwara kita terbongkar," ujar Satria mengingatkan.

"Ah iya, Pak. Maaf saya lupa," jawab Jade.

"Dan panggil saja aku kamu supaya kita lebih akrab atau kamu bisa panggil aku dengan sebutan yang lain yang sering dilakukan orang-orang pacaran, mas, babe atau,-"

"Mas saja, boleh?" tawar Jade membuat sudut bibir Satria terangkat.

"Aku yakin momi akan menyukaimu, Jade." Satria tersenyum penuh percaya diri. Selama di perjalanan Satria mengatakan apa yang harus dan jangan Jade katakan dan apa yang harus Jade lakukan dan jangan lakukan. 

"Aku paham, Mas." Malu-malu Jade mengatakan hal yang membuatnya mau tak mau ia lakukan. Demi kelancaran sandiwaranya kali ini.

Rumah megah bergaya eropa clasic sudah berada di depan mata Jade. Rumah semegah ini di jaga oleh beberapa security, sebagian berada di depan dan sebagian sedang berkeliling. 

Bagi Jade penampakan rumah orang tua Satria tak berbeda jauh dengan miliknya dulu, sebelum semuanya hilang satu persatu  Menyedihkan.

Pintu gerbang dibukakan bagi sang putera pemilik rumah. Para security menyambut hormat kedatangan Satria. Mobil di parkirkan di carport, setelah sopir membukakan pintu untuk majikannya dan memastikan Satria dan Jade masuk ke rumah utama. Kemudian bergabung dengan para security rumah.

Para maid menyambut kedatangan Satria dan Jade di depan pintu utama. Tak berselang lama munculah wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, tidak tampak kerutan di wajahnya sehingga tampak masih berusia sekitar 30an. 

"Satria." Ambar memberikan kecupan sayang di pipi sang putera tersayang. Pandangannyapun tertuju pada wanita cantik berkulit putih bersih yang berdiri di samping Satria.

"Apa ini pacarmu?" tanya Ambar pada Satria.

"Iya Mom, ini pacarku. Kenalkan namanya Jade, Jade Smith." 

"Perkenalkan Tante, nama saya Jade. Senang bertemu dengan anda," kata Jade memperkenalkan dirinya. 

Ambar memindai Jade, senyumnya terukir pertanda hal baik. Artinya Ambar bisa menerima kehadiran Jade sebagai pacar Satria.

"Jangan panggil Tante, panggil saja Momi. Seperti Satria memanggil Momi, biar kita akrab satu sama lain. Jangan keasikan ngobrol di sini, kita ngobrol di dalam. Kebetulan Momi sedang menyiapkan kudapan kesukaan Satria, mau bantu Momi di dapur?" Tawar Ambar begitu hangat membuat Jade merasa nyaman.

Dalam otaknya Jade sudah membayangkan ibunya Satria berpenampilan garang, berperawakan tinggi besar dan menyebalkan. Namun dugaannya salah, justru Ambar kebalikan dari yang ada dalam bayangannya.

Satria berjalan di belakang dua orang wanita yang sedang berbincang tentang masakan. Membuat Satria beberapa kali menggelengkan kepalanya. Ia tidak mengira mominya akan secepat itu akrab dengan orang baru.

"Ini permen putih telur?" tanya Jade menatap salah satu kudapan manis yang sudah selesai di buat.

"Iya itu schumpies, Satria kecil paling senang dengan cemilan ringan itu. Momi juga sudah membuat bolu kukus dengan aroma gula merah, segala sesuatu yang manis-manis sangat Satria sukai dan asli makanan Indonesia. Beruntung bahan-bahannya banyak di pasaran," jelas Ambar. 

Jade benar-benar dibuat takjub dengan Ambar. Terlihat sangat berkelas dan tentunya seorang nyonya besar dari keluarga konglomerat tapi masih ingin bersibuk-sibuk ria dengan urusan dapur. Terlebih pengetahuannya dengan kudapan tradisional.

"Sayang, jangan heran. Momi ini pintar dengan segala resep makanan," kekeh Satria melihat Jade yang tak percaya dengan keterampilan Ambar. Sekaligus ia diam terpaku dengan panggilan Satria barusan.

Satria mengedipkan sebelah matanya pada Jade, sampai pacar pura-puranya itu menundukan pandangannya sejenak.

"Jadi kapan kalian mau menikah?" Pertanyaan Ambar sontak membuat Satria dan Jade saling bertatapan.

"Menikah?" Lontar Satria pada Ambar.

"Sure, kalian niat pacaran kan pasti tentunya ada rencana mau menikah kan?" 

"Tentu saja," kata Satria berusaha menutupi keterkejutannya. 

Ambar memang selalu bisa membuat Satria kehilangan kata-kata. 

"Jade, kalian akan menikah kan?" Kini giliran Jade yang dipaksa menjawab.

***

BERSAMBUNG ..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status