"Sore kita terbang ke Maldives," ucap Alvin di tengah kegiatannya sarapan.
Hanya anggukan yang dia lakukan sebagai jawaban. Seandainya Alex yang mengatakan itu, Dania pasti akan meloncat kegirangan.
"Kita di sana sekitar enam harian," lanjut Alvin menatap wajah Dania yang menunduk. Wanita itu tampak serius menekuri piringnya.
"Enam hari? Ngapain aja selama itu?" tanya Dania. Waktu enam hari bersama Alvin rasanya sudah seperti enam tahun. Lalu apa kabar dengan pernikahan ini? Dia bahkan akan menghabiskan seumur hidup dengan pria itu.
"Honeymoon, Sayang. Akan aku buat kamu tidak menyesal menikah denganku." Alvin menyeringai.
Mata Dania terpejam sesaat sebelum kembali melanjutkan sarapannya. Anggap saja tadi dia tidak mendengar apa pun.
Seusai sarapan pagi, Alvin tampak sibuk di depan laptop. Dania menggunakan waktu tersebut untuk mengutak-atik ponsel. Beberapa pesan dari grupnya membrudul. Clara dan Viona tengah s
Dania masih tidur di kursinya ketika Alvin membangunkannya dengan lembut. Saat ini mereka sudah sampai di International Airport Velana dengan jet pribadi milik Alvin. Dania mengerjap dan membenarkan posisi tidurnya. Ketika masuk ke dalam pesawat matanya sudah berat. Jadi, dalam lima jam perjalanan ini, dia lebih memilih memejamkan mata. Alvin juga tidak nampak ingin mengganggunya. Karena dia sendiri yang sudah membuat istrinya kelelahan sebelum berangkat."Kaki kamu masih lemas, Honey?" tanya Alvin.Sejujurnya, Dania tidak menyukai senyum yang Alvin tunjukkan. Dia memilih tidak menanggapi pertanyaan lelaki itu."Apa kita turun sekarang? Kita sudah sampai resort?"Alvin terkekeh. "Kita masih membutuhkan sekitar satu jam lagi untuk sampai ke resort kita, Honey."Dania mengembuskan napas, lantas menaikkan kedua tangannya ke atas dan menariknya, mengendurkan otot-otot yang terasa kaku."Padahal a
WARNING SKIP YANG BELUM 18+Alvin terkekeh melihat muka Dania yang bak kepiting rebus. Wanita itu sontak memunggungi pria berkulit pucat tersebut. Ini gara-gara jubah mandi sialan itu. Pas pertama kali pakai padahal tidak ada masalah, tapi kenapa mendadak jadi menimbulkan rasa gatal?"Aku sudah bilang, 'kan?" Alvin masih menatap punggung istrinya yang belum mau berbalik. "Ya udah tidur saja kalau mau tidur sekarang. Aku masih ada kerjaan." Alvin mengulum senyum dan menggeleng. Jujur, tadi dia menikmati pemandangan Dania yang seperti cacing kepanasan karena gatal. Lingerie yang wanita itu kenakan sangat menggoda. Dania cocok memakainya. Kulitnya yang putih tanpa noda sangat kontras dengan lingerie hitam itu. Intinya memesona di mata Alvin.Alvin bisa merasakan Dania bergerak duduk di pinggiran tempat tidur. Masih dengan posisi memunggunginya, wanita itu pelan-pelan merebah. Alvin melirik dengan ujung matanya, dan melihat Dania beri
"Lo punya masalah lain sama suami Dania?" tanya Arnold dengan mata menyipit.Alex kembali merebut botol minuman dari tangan Arnold. Dan, Arnold membiarkan Alex meminumnya langsung dari mulut botol. Dia menatap Alex penuh selidik. Arnold mengenal Alex tahunan, bukan sehari dua hari, tapi soal keluarga sahabatnya itu, dia hanya tahu kalau ayah Alex menikah dengan ibunya Sonia. Perkara masa lalu Alex dan ayahnya, dia tidak pernah tahu."Kata bokap, nyokap gue ninggalin bokap dalam keadaan hamil pas gue umur dua tahun. Katanya pas itu bokap ngelarang nyokap pergi, tapi dia tetap pergi juga. Nyokap pergi dari rumah dan tinggal di keluarga Rajata. Dan lahirin Alvin Rajata."Arnold hampir tidak percaya dengan cerita Alex. Dengan kata lain, Alex dan Alvin itu kakak adik beda ayah?"Lo serius? Apa Alvin tahu lo siapa?" tanya Arnold lagi.Alex menggeleng dan mengempaskan punggung ke sandaran sofa. "Alvin itu nggak tau siapa gue. Tapi
Wanita itu tersenyum dengan anggun. Ciri khas wanita berkelas. Meski dia seorang janda. Tapi, dia benar-benar the high quality janda. Sudah cantik, seksi, tajir lagi. Alex sampai heran laki-laki yang memberi wanita itu gelar janda. Apa pria bodoh itu tidak menyesal meninggalkan tambang emas seperti Laras?"Sonia, lo bisa gabung sama teman-teman lo dulu?" pinta Alex.Sonia berdiri sebal seraya menatap Laras. Dia tahu siapa wanita itu. Crazy rich yang selalu menyewa jasa Alex. Sonia lantas berlalu begitu saja meninggalkan mereka.Alex tersenyum kepada Laras dan meminta wanita itu untuk duduk di dekatnya."Apa kabarnya?" tanya Alex."Aku baik. Kamu sombong banget, nggak pernah lagi menghubungiku. Bahkan tawaranku minggu lalu kamu tolak. Sebenarnya kamu ke mana saja?" tanya Laras setengah merajuk. Dia memindai penampilan Alex. "Dan lihat diri kamu. Kamu berantakan banget, sebenarnya apa yang terjadi?"Alex tersenyum
Alex terlihat lebih fresh setelah menghilangkan bulu yang mulai lebat pada daerah sekitar rahangnya. Meski matanya masih memerah karena terlalu banyak minum alkohol beberapa hari dan kurangnya tidur, dia masih tampak tampan dan menggoda. Laras saja sampai bersiul menyaksikan pria seksi itu."Begitu kan lebih baik," ujar wanita itu begitu Alex menampakan diri."Terima kasih," ucap Alex tulus."Aku sudah menyiapkan kamar. Kalau kamu mau—""Laras, aku nggak bisa me—""Kamu tenang saja, Lex. Aku cuma minta kamu istirahat. Aku nggak minta macam-macam sama kamu. Jangan GR," potong Laras cepat. Oh, siapa sih yang tidak ingin bermesraan dengan Alex. Hanya saja, mungkin tidak saat ini. Pria itu sepertinya masih dirundung sedih. Dan, Laras baru membuatnya nyaman. Dia tidak mau Alex menghindarinya gara-gara dia yang tidak bisa menahan diri.Alex tersenyum. "Kamu benar. Aku memang butuh istirahat.""Di dalam juga ada
Alvin mengulurkan tangannya. "Sini turun.""Enggak. Aku belum mandi." Dania menggeleng seraya mundur satu langkah."Sekalian mandi di sini, Honey.""Aku nggak pakai baju renang." Dania mencari alasan."Nggak perlu pake itu aja."Saat ini Dania mengenakan kaos dan celana pendek yang dibelinya di Pulau Male. Dia meminta Paulina untuk membelikannya beberapa kaos untuk mengganti lingerie dan gaun-gaun tipis di kopernya."Kamu aja yang renang. Aku lihat dari sini," ujar Dania. Dia lantas menuju ke sofa yang berada tepat di sebelah kolam renang. Pemandangan pagi Laut Hindia dengan air kebiruannya memang memukau. Dania menjulurkan kedua kakinya ke permukaan air laut. Dan, seketika kawanan ikan bermunculan di sekitar kakinya."Sayang, kamu serius nggak mau nemenin aku renang?" tanya Alvin mendekat ke tepian kolam yang langsung menghadap tempat Dania berada."Enggak. Nanti aja kalau kita snorkeling."&
"Pulang kerja aku mampir ke apartemen, boleh?" tanya Dania di sela-sela kegiatan sarapan paginya bersama Alvin."Mau ngapain sih, Hon? Kan minggu kemarin kamu sudah berkumpul dengan teman-temanmu." Alvin bertanya seraya mengiris sandwich di piringnya."Aku nggak ketemu mereka. Aku cuma mau ambil beberapa barang di sana.""Oke boleh, tapi jangan lama-lama. Kamu sudah harus ada di rumah sebelum aku pulang."Mata Dania melebar. "Ya, nggak bisa gitu dong, Al. Kalau aku harus sampai sebelum kamu pulang, itu artinya aku nggak bisa mampir ke apartemen."Alvin terkekeh. "Hari ini aku mau ke Riau. Mungkin pulang telat. Jadi, kamu masih punya waktu buat ambil barang-barang kamu."Dania memutar bola mata sesaat. Namun, dia kontan tertegun ketika Alvin meraih tangannya dan mengelus pelan."Jangan kelayaban ya, kamu tau aku paling nggak suka kalau pulang ke rumah kamu nggak ada," ucap Alvin menatap Dania d
Alex bergegas memasuki gedung apartemen Laras. Ketika Laras memberitahu bahwa dia sudah kembali dari Surabaya setengah jam lalu. Di tangan Alex ada sebuket bunga dan satu kotak cokelat untuk wanita itu. Dia merasa perlu berterima kasih karena Laras selalu memberi support selama ini. Dengan senyum merekah sempurna, Alex masuk lift yang akan membawanya naik ke atas. Dan, ketika lift kembali terbuka di lantai yang dia tuju, dia melangkah cepat. Tidak ingin membiarkan Laras menunggu lama. Namun, ketika langkahnya berbelok menuju koridor unit Laras, matanya menangkap bayangan seseorang di depan sana. Sontak Alex memperlambat laju langkahnya. Dia memperhatikan wanita di depan sana yang sedang kerepotan membawa beberapa barang. Langkah Alex terus berjalan mendekati sosok wanita itu yang belum menyadari kehadirannya. Tanpa sadar matanya memanas, jantungnya berdenyut nyeri, dan rasanya seperti mimpi bisa melihatnya lagi.Ketika jarak Alex makin dekat, wanita itu menoleh. Wanita yang s