Setelah hal yang menegangkan itu terjadi, kami kembali ke kantor. Beberapa tatapan tak biasa tentu menghujani kami dan sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan semuanya. Hanya saja, jika aku disuruh memilih, aku ingin menjadi karyawan biasa dengan ketenangan kemana pun aku pergi.
Entah semenjak kapan? Ketenanganku terusik olehnya! Regan Syahrendra yang bagi orang lain dekat dengannya adalah sebuah keberuntungan, tapi bagiku dekat dengannya adalah petaka yang tak kasat mata. Aku pun merindukan ketenangan saat aku bekerja part time dengan mengandalkan segala kemampuanku untuk mendapatkan hasil yang sempurna.
“Kamu ikut ke ruanganku dan Guntur, panggil Santoso,” perintahnya pada Guntur yang selalu menjadi patung berjalan, sampai-sampai aku ingin sekali mendengarkan suaranya lebih lama. Terkadang aku berpikir, bagaimana ia bisa mengatasi Regan yang cukup kritis dan menyebalkan itu? Apa hanya dengan pura-pura tuli atau mengabaikannya? Sepertinya aku dan Guntur
Semenjak aku pindah ke ruangan yang berbeda dari divisi pemasaran, aku merasa terisolasi seolah aku terjangkit virus covid atau seperti aku terjebak dalam ruang waktu, merasa kelelahan sendiri dan tidak ada teman untuk mengobrol membuatku semakin kesal saja pada Regan.Semua yang terjadi kepadaku ini hanya karena uang senilai seratus juta dan seharusnya saat ini aku bisa lembur dan berbincang tentang banyak hal dengan Sisi, tapi aku malah harus berada di sini. Mengalam segala kesialan.TokTokAku segera mendongak dan aku melihat Guntur berdiri dengan wajah datarnya. Sudah sangat lelah dan aku sekarang harus melihat wajah Guntur yang menyebalkan itu, bagaimana aku tidak bertambah frustasi?“Segera pulang, jam lembur sudah selesai,” katanya dengan sangat formal dan datar. Dasar manusia robot! Apa dia tidak bisa sedikit lebih akrab dalam berbicara. Kita ini adalah rekan kerja, tidak perlu sekaku ini bukan?Aku pun mencoba tersenyum
“Apa yang terjadi?”Suara seseorang mengalihkan pembicaraanku dengan Guntur, membuat kami harus menoleh dan seseorang familiar datang mendekat. Regan datang dengan pemandangan yang luar biasa karena ia tidak lagi memakai jas seperti ceo pada umumnya. Regan yang aku lihat adalah seperti sosok pangeran jaman majapahit atau kerajaan lainnya.Tubuhnya yang tertutup oleh kemeja, benar-benar terekspos. Otot kekar, belum lagi abs pada perutnya sungguh memukai. Ah, kenapa aku menjadi mesum seperti ini? Tapi, kalau aku boleh jujur dia berkali-kali lipat lebih tampan dari sebelumnya. Aku yakin, karyawan wanita seisi kantor akan menjerit melihat ini semua. Ya Tuhan, kenapa aku menjadi seperti sekarang?“Kamu, bagaimana bisa berada di sini?” Aku terkejut saat Regan sudah berada di depanku begitu dekat, bahkan tangganya sudah menggenggam erat tanganku.Tatapannya tetap tajam seperti biasanya. Hanya saja, kali ini ia begitu serius membuatk
Sebuah lembah dengan berdirinya sebuah padepokan, itu kata yang berulang kali mereka ucapkan saat saling berbicara. Saat berkeliling tadi aku melihat beberapa murid mencoba untuk mempelajari sihir. Tidak menggunakan tongkat seperti Harry Potter, hanya mereka yang berada di tingkat dasar yang masih menggunakan mantra. Sementara tingkat di atasnya sudah mulai membaca mantra dalam hati.Bahkan, untuk tingkat jagat dan sukma, mereka bisa mengeluarkan sihir hanya dengan matanya. Benar-benar luar biasa tapi juga membuatku hampir gila karena masih tidak dapat mempercayai semuanya yang terjadi di sini.“Sebaiknya kamu kembali ke kamar!” Aku menoleh dan mendapati Regan datang bersama dengan Guntur, lalu pria tua beruban itu siapa?“Yang mulia, ini ….?” Pria tua itu menanyakan siapa diriku. Tentu saja ia tidak tahu, semenjak datang tadi Regan sudah mengurungku di dalam kamar. Untung saja aku bisa keluar lewat jendela.“Ia manusi
Setelah peristiwa itu, aku pingsan dan setelah sadar ternyata aku sudah berada di kamarku. Aku tidak tahu bagaimana Regan membawaku pulang, yang pasti aku merasa harus memintanya untuk tak memecatku karena aku tahu rahasia terbesarnya. Meskipun aku takut, tapi aku harus bertahan karena keadaan ekonomi keluarga kami yang memburuk. Mungkin ia menganggapku sebagai wanita yang plin plan, aku tidak peduli. Jadi, sekarang aku harus menyusun sebuah rencana yaitu berpura-pura menyerahkan surat pengunduran diri dari pekerjaanku.Maka, hari ini akan ku pergunakan waktuku untuk membuat surat pengunduran diri. Dia tidak mudah ditangani dengan sikap lembah lembut, maka aku akan menggunakan taktik ini. Aku berharap ini berhasil. Aku bersumpah tidak akan peduli tentang asal usulnya atau apa pun yang terjadi kemarin. Aku percaya, ia masih membutuhkanku untuk menangangi beberapa wanita pengganggu. Perjanjian seratus juta itu akan membuatnya rugi jika ia memecatku sekarang.&ldquo
“Jangan berharap!”Aku pun berhak untuk menolaknya bukan? Sepahit apa pun sebuah ingatan, aku tidak akan berusaha menghapusnya, karena dengan ini kita bisa mengingat dan belajar dari hal itu untuk lebih hati-hati terhadap apa pun. Bisa disebut juga dengan pengalaman yang sangat berharga, meskipun terkesan cukup gila untuk di ingat.Ekspresi Regan masih terlihat datar setelah mendengarkan penolakanku, tapi aku jadi berpikir jika ia sedang memikirkan sebuah cara agar aku mau menerimanya. Sepertinya sedikit demi sedikit aku mulai memahaminya.“Bagaimana kalau sebuah kontrak perjanjian?” serunya.Aku tak menyangka hal ini yang ia pikirkan. Menjebakku dengan sebuah penghapusan ingatan, lalu saat aku menolaknya ia memberikan alternative lain dengan kontrak perjanjian? Jangan-jangan, ia sedang merencanakan sesuatu yang merugikanku.“Kontrak perjanjian bagaimana?” Aku mencoba untuk menelusurinya, agar aku tidak ter
Langit terlihat suram ditemani polusi udara yang tak pernah berakhir. Aku berjalan kaki, sembari menunggu taksi. Pekerjaan pagi ini membuatku sedikit terlambat untuk berangkat ke kantor. Aku yakin pasti Regan sudah berpikir macam-macam tentunya. Tapi, bukankah ia bilang jika Guntur akan selalu mengintaiku? Seperti seorang predator yang menakutkan, tapi saat ingatanku kembali pada saat kami berada di Mayapada, kedua pria itu sangat-sangat menawan.Mungkinkah kemarin ia hanya berusaha untuk menggertakku? Aku sudah beberapa kali memeriksanya, tapi aku tidak melihat ada Guntur di sini. Apa mungkin aku harus memiliki sihir seperti mereka? Setidaknya berada di tingkat dasar, agar aku bisa melihat Guntur bergentayangan mencoba untuk mengikutiku. Sungguh, aku tidak bisa membayangkannya, maksudku itu pasti lucu jika membayangkan Guntur tak memakai pakaian jaman dulu dan berteleport di sekitarku.Tiit“Astaga!” Aku hampir saja terjungkal, high heel ini sungguh
Hari-hari dengan petaka ini terus berlanjut, terkadang aku harus bagun jam satu malam untuk mengecek beberapa dokumen dan mengirimnya lewat email kepada Regan. Sungguh, aku merasa heran, maksudku apa dia tidak tidur sema sekali? Ia selalu meneleponku dengan suara khasnya, tidak ada suara parau sehabis tidur. Sepertinya ia memang tidak pernah tidur, atau mungkin itu menjadi kebiasaan para penyihir tersebut.Dari semua hari, mungkin ini akan menjadi hari terberat, sebab aku harus ikut dengan Regan bersama kak Diandra untuk mengerjakan beberapa hal di masionnya. Aku pun terpaksa ikut mereka dalam mobil lemosin ini.“Apa semua berkas yang ku inginkan sudah kamu siapkan?” tanya Regan pada kak Diandra dan wanita ini pun mengangguk.“Ya pak, kami sudah menyiapkannya. Kita hanya perlu mengerjakannya tepat waktu,” tanggapnya yang selalu membuatku kagum. Kak Diandra sangat professional dan tangkas dalam hal apa pun. Aku sedikit bersyukur meskipun p
“Aku tidak akan pergi, sebelum Dara mau pulang bersamaku!” Kekeras kepalaan Okta disertai rasa cemburunya membuatku tidak bisa mengatakan apa pun kecuali marah.Aku melihat Regan tersenyum, seolah menertawai sikap kekanakan Okta. Benar, ia sangat kekanakan dan egois. Berbeda dengan Regan yang sepertinya masih memiliki pengertian bagaimana keadaanku di tengah-tengah keluargaku.Sepertinya, aku harus mengambil sikap. Tidak akan ku biarkan lagi ia bertindak dengan kekanakan seperti ini. “Pak, bisa antar saya pulang?” mohonku pada Regan yang tentu membuat pria tampan ini terkejut, kemudian segera menarik tanganku.“Dara! Kamu harus pulang denganku!” Okta pun mencegahku dengan menarik tanganku juga. Jadilah aksi tarik-menarik yang membuat tanganku sakit.Bahkan keduanya lagi-lagi menatap dengan tajam. “Berhentilah berbuat keonaran!’” ucap Regan dengan penuh penekanan dan Okta nampaknya tidak akan pernah men