"Kau mau ke mana?" tanya Anna sambil menatap Edwin. "Itu bukan urusanmu!" sahut Edwin. Edwin hendak keluar, tetapi Anna segera meraih tangannya. "Apa kau hendak pergi menemui Karin?" Edwin diam tidak menjawab. Anna berjalan masuk ke ruangan pria itu dan duduk di kursi. "Kau mungkin lupa dengan yang terjadi. Karin pergi dari tempat ini bukan karena kau mengeluarkan dia. Seandainya dia ingin tetap di sini, dia bisa memohon untuk itu. Dia pergi karena ingin bersama aktor itu. Ia telah memilih aktor itu daripada dirimu," tutur Anna. Edwin terdiam sejenak kemudian menggeleng."Aku yang mengeluarkan dia dari pekerjaan. Karin adalah orang yang keras. Ia tidak akan memohon padaku untuk pekerjaannya." "Aku akan menemui dia sekarang dan meminta dia kembali," lanjut Edwin lagi sambil bergegas. "Edwin!" panggil Anna."Apa kau tidak sadar Karin tidak mencintaimu? Dia
"Dendam itu ...." "Kau bilang dendam itu berlaku seumur hidup. Kau bilang dendam itu akan terus mengikat aku denganmu. Aku tidak mau itu terjadi. Aku mau setelah proyek cafetaria berakhir, dendammu juga berakhir. Bagaimana? Jika kau tidak mau mengakhiri, maka aku juga tidak mau untuk melakukan proyek cafetaria itu," tukas Karin, memotong perkataan Vian. Vian diam beberapa saat. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat. Sebenarnya ia telah tidak marah pada gadis itu, hanya saja setelahnya, ia tidak tahu alasan apa yang bisa digunakan untuk bertemu Karin. "Kau mengancam aku. Bagaimana kalau aku tidak menurut? Kalau kuabaikan proyek cafetaria, maka aku akan tetap bisa membalas dendam. Tidakkah kau berpikir seperti itu?" tanya Vian sesaat kemudian. Kali ini ganti Karin yang diam untuk beberapa saat. "Baiklah, terserah padamu saja. Aku tetap saja tidak bisa mengalahkanmu, bukan?" tukasnya.&nb
Sebelas Merasa tidak tenang, Silvi menghubungi Vian dan bertanya tentang berita itu. "Awas saja jika kau mempermainkan Karin, aku tidak akan setuju meski kau adalah idolaku," ancam Silvi. Vian terbahak sambil tetap memegang ponsel di telinganya."Aku tidak mempermainkan Karin atau siapa pun. Aku dengan Karin juga tidak ada hubungan apa-apa. Begitu pula dengan Cindy dan gadis-gadis lain." "Tidak mungkin," tukas Silvi."Aku melihat sendiri kau dan Karin begitu dekat. Tatapan mata kalian juga seperti memiliki perasaan satu sama lain." "Aku dan Karin hanya perjanjian kerja sama proyek. Kami dekat karena itu. Setelah selesai, kami mungkin tidak akan bertemu lagi." "Apa benar hanya karena itu?" "Kau mencecarku lebih dari wartawan," tukas Vian. "Ini semua karena menyangkut sahabatku. Aku tidak mau dia sedih." "Baiklah, aku mengerti. Kau pasti sangat menyayangi Karin.
Dua belas Cindy terbangun di hari itu dengan perasaan tidak tenang. Ia tahu teman wartawannya yang memberi kabar tentang Vian kemarin seperti tidak berbohong. Saat berada di sana, Cindy kemudian melihat Fian dan Karin sedang berpelukan. Ia merasa marah dan segera keluar dari mobil menghampiri mereka. Ia kemudian mendorong Karin untuk menjauh dari Vian Kata-kata Vian yang ia dengar setelahnya terasa begitu menyakitkan. Ternyata selama ini, perhatian yang ia berikan, tidak pernah dianggap oleh pria itu. Ia merasa semua yang terjadi padanya itu karena Karin. Karin yang telah merebut hati Vian darinya. Ia kemudian menyusul Karin yang telah pergi dari sana. Karin memang memutuskan untuk pergi karena dia tidak ingin membuat keributan. Ia tertegun saat melihat Cindy datang padanya. "Beritahu aku apa hubunganmu dengan Vian? Kenapa kau selalu berada di dekat Vian?" tanya C
Tiga belas Via berdiri di depan Karin dan menghalangi Matthew. Matthew sendiri masih tetap terus melihat pada Karin. "Kenapa kau datang ke sini?" tanya Vian."Tidak ada yang mengundangmu datang kemari." "Kenapa kau tidak mengundangku? Apa aku tidak boleh datang ke sini?" sahut Matthew. "Aku memang sengaja tidak mengundangmu," tukas Vian. "Kita adalah teman. Aku juga ingin melihat kafetaria yang kaubuat." "Kau sudah melihatnya. Sekarang sebaiknya kau pergi dari sini!" usir Vian tanpa basa-basi. Di belakang Vian, Karin dan Silvi melihat semua itu dengan raut tegang. Para tamu lain juga berhenti menikmati pesta untuk melihat yang terjadi antara Vian dan Matthew. Matthew hanya tersenyum mendengar Vian yang telah mengusir dia"Aku memang tadi sempat berniat akan pergi, tapi ada gadis cantik di sini, tentu aku tidak bisa pergi begitu saja tanpa mengenal dia," ucap Matthew sambil melempar se
Empat belas Matthew terus menemani Karin dan Silvi mengobrol untuk beberapa saat hingga Vian datang menghampiri mereka. "Aku sudah kembali," ucap Vian dengan nada suara tidak bersahabat. Matthew dan kedua gadis itu menoleh bersamaan. Mathhew kemudian bangkit berdiri dan segera pergi dari sana. Ia tahu Vian tidak akan senang jika ia tetap berada di sana, maka ia memilih pergi tanpa membuat keributan. Ia juga ingin membuat Karin terkesan padanya karena dia pria yang baik di mata gadis itu. Setelah Matthew pergi, Vian kemudian duduk di samping Karin. "Kalian kelihatannya bersenang-senang," ucapnya dengan nada sinis. "Tidak ada apa-apa, jawab Karin "kami hanya mengobrol saja." "Bukankah sudah kubilang kau tidak perlu bicara dengan dia?" "Dia hanya menemani kami mengobrol, itu saja," sahut Karin. Ia tidak habis pikir mengapa Vian begitu marah. 'Bolehlah di
Lima belas "Bagus. Aku mendapatkan pekerjaan yang menyenangkan meski tidak sesuai dengan bidang yang kupelajari, tapi aku sangat senang bisa bekerja di sini," ucap Karin. Silvi mengangguk dan tersenyum senang. "Asal kau menyukai pekerjaan itu, maka tidak masalah," tukas Silvi. Karin mengangguk sambil tersenyum. Ia sengaja tidak memberitahu Silvi tentang pekerjaan yang dilakukan dan di mana ia bekerja. Ia tidak ingin membuat Silvi menjadi cemas. Terutama ia tidak ingin Silvi tahu bahwa ia mendapat pekerjaan tersebut dari Nana. Silvi selalu berkata Nana telah salah jalan dan ia tidak mau berteman dengan orang semacam itu. Hanya Karin yang tidak peduli dan tetap menganggap Nana juga adalah temannya.*** Suara hingar-bingar musik keras di dalam bar membuat Karin merasa ia tidak bisa mendengar apa-apa setelah pulang dari kerja. Belum lagi bau asap rokok berbaur minuman keras yang membuat dia pusing dan nyaris se
Enam belas "Karin sedang bekerja. Tempatnya, aku sendiri tidak tahu berada di mana. Karin tidak pernah mau memberitahuku," tukas Silvi pada Vian. "Aku juga tidak tahu. Aku hanya mendengar suara bising di sana kurasa dia bermasalah di tempat kerjanya," sahut Vian. Nada suaranya terdengar cemas. "Bagaimana ini? Kita harus menemukan dia," tukas Silvi yang juga ikut cemas. "Aku akan segera mencari dia," ujar Vian. "Baiklah, aku juga akan mencari dia kita harus menemukannya dengan cepat. Semoga tidak terjadi apa-apa padanya," ucap Silvi. Vian mengiyakan. Silvi menutup telepon dan ia meminta ijin pada atasannya untuk pergi karena ada urusan keluarga yang mendesak.*** Sementara di kafetaria, Karin sedang bersama dengan Tuan Han. Pria itu terus memaksa gadis itu untuk minum. Karin tidak ingin melakukannya, meski begitu ia tidak punya pilihan lain dan ia tidak ingin keluar