124Jalinan waktu terus bergulir. Hari berganti menjadi minggu, hingga bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Situasi di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou dan beberapa kota lainnya telah kembali kondusif. Tidak ada lagi perkelahian antara kelompok mafia yang tergabung dalam koalisi. Di Kota Taipei, kondisinya telah jauh lebih aman dan nyaman. Hingga warganya bisa beraktivitas dengan tenang dan santai. Tanpa perlu khawatir akan adanya perkelahian kelompok mafia lokal. Kehidupan rumah tangga Chyou dan Earlene pun kian harmonis. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan nyaris tidak terpisahkan. Meskipun Chyou beberapa kali harus berangkat ke luar kota ataupun luar negeri, Earlene tetap merasa diperhatikan sekaligus dicintai. Walaupun terpisah jarak.Bila tengah berada di Kota Taipei, setiap pagi Chyou akan menemani istrinya jalan kaki mengelilingi kompleks. Pria bermata sipit kian takjub dengan kepopuleran Earlene yang selalu disapa para tetangga. Baik yang muda maupun tua, akan m
01"Jangan sentuh aku!" hardik Earlene Yang, saat seorang pria hendak memegangi wajahnya. "Sombong sekali kamu!" desis pria berjaket kulit sambil memelototi tawanannya. "Jangan banyak bicara. Cepat, habisi dia!" seru pria kedua yang mengenakan jaket cokelat. "Aku tidak akan membunuhnya, sebelum bersenang-senang dengannya," jawab pria pertama. "Tuan D tidak akan senang bila kamu melakukan itu." "Dia tidak akan peduli. Lagi pula dia yang menyuruh kita membunuh Nona cantik ini." Pria kedua mendengkus. "Terserah. Aku mau keluar." Pria pertama tidak menyahut. Dia memfokuskan pandangan pada perempuan bergaun hitam yang terlihat ketakutan. Kala pintu ditutup dan dikunci dari luar, pria tersebut tersenyum miring sambil menuangkan minuman ke gelas. Earlene membeliakkan mata saat menyaksikan pria di hadapannya memasukkan serbuk ke minuman. Dia makin ketakutan karena merasa akan terjadi hal buruk pada dirinya. Dugaan Earlene ternyata tepat. Pria berjaket hitam menyambanginya sambil memb
02Pagi menyapa hari Earlene dengan suara orang-orang yang tengah berbincang. Dia membuka mata yang terasa berat, kemudian memindai sekitar. Earlene bangkit sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Sinar terang yang menyorot dari luar, membuat perempuan berhidung mancung kesulitan melihat jelas siapa yang tengah mengobrol.Seseorang berbalik dan mendekati mobil. Dia membuka pintu bagian pengemudi untuk menekan tombol supaya penutup tempat pengisian bahan bakar bisa terbuka. Orang kedua menyambangi, lalu menuangkan sesuatu ke tangki menggunakan botol berukuran cukup besar. Aroma khas bahan bakar menguar dan Earlene spontan menutup hidungnya dengan tangan. Sekian menit berlalu, Chyou memasuki bagian pengemudi. Sementara pria lainnya menaiki mobil sedan yang berada di jalan raya. Earlene memajukan badan ke tengah-tengah kedua kursi depan. Dia baru menyadari jika jalanan di depan telah dibersihkan dari salju tebal yang kemarin malam menutupinya. "Itu, siapa?" tanya Earlene, sesaat setelah m
03Earlene mematikan laptop, kemudian mengurut pangkal hidungnya yang sedikit berdenyut. Perempuan berbaju krem merentangkan kedua tangan, lalu menggeliat hingga tulang-tulangnya berbunyi. Earlene membulatkan mata. Dia baru menyadari jika saat itu sudah sore. Perempuan yang menjepit rambutnya dengan sirkam kecil, menimbang-nimbang sesaat, sebelum meraih ponsel dari meja dan mengetikkan pesan yang dikirimkan pada Chyou. Sekian menit berlalu, suara Chyou terdengar dari luar kamar. Earlene berdiri dan jalan untuk membuka pintu. Dia memandangi pria bersweter hijau yang balas menatapnya saksama. "Miguel mengajak kita makan di rumah makan. Tidak jauh dari sini," jelas Chyou. "Ya, sebentar. Aku mau ke toilet dulu," balas Earlene sembari berbalik untuk memasuki bilik mandi. Belasan menit terlewati, Earlene dan ketiga pria berbeda tampilan telah berada di sebuah tempat makan. Mereka sengaja memilih area depan lantai dua, agar bisa mengamati sekitar. "Jianzhen nanti malam menyusul kita k
04Hari berganti. Earlene bangun tidur sambil meringis. Sendi-sendinya sakit, demikian pula dengan kepalanya. Tenggorokan kering menjadikan Earlene curiga bila dirinya terserang gejala flu. Earlene memaksakan diri untuk bangkit dengan bertumpu pada kedua siku. Dia memejamkan mata sambil memijat pangkal hidung saat kepalanya kian berdenyut. Perempuan bersweter merah beringsut ke tepi kasur. Dia membuka mata, lalu berdiri dan jalan ke toilet sambil berpegangan pada dinding. Sekian menit berikutnya, Earlene sudah kembali bergelung di kasur. Meskipun selimut tebal telah menutupi badannya, perempuan berusia dua puluh delapan tahun tetap kedinginan. Earlene menahan gigil sambil membatin bila dirinya harus memesan minuman dan makanan hangat. Perempuan berbibir penuh mengeluh dalam hati karena merindukan sup ginseng buatan ibunya, yang jadi obat mujarab bila dirinya di rumah. Perempuan berambut panjang menggapai ponselnya dari bantal samping kiri. Dia terpaksa menghubungi Chyou agar pria
05Sepanjang siang hingga malam, Chyou menemani Earlene di kamarnya. Sekali-sekali pria berkaus hitam lengan panjang akan keluar kamar untuk meregangkan otot. Kemudian dia kembali karena mengkhawatirkan kondisi sang nona. Seusai bersantap malam, Earlene menekan-nekan remote televisi untuk mencari tayangan menarik. Namun, karena tidak menemukan yang sesuai dengan keinginannya, perempuan bermata sipit akhirnya memutuskan menonton film romantis dari negeri Hollywood. "Nona, kalau diizinkan, saya mau istirahat," tutur Chyou. Earlene melirik pengawalnya, kemudian mengangguk mengiakan. "Ya, boleh." "Terima kasih." "Besok kita ada pertemuan dengan Paman Liu Wei.""Baik. Saya akan menyiapkan teman-teman untuk ikut mengawal." "Setelahnya, aku mau jalan-jalan sebentar. Karena lusa kita sudah pulang." "Ya, Nona." Chyou berdiri dan merunduk sedikit. Dia menegakkan badan, lalu mengayunkan tungkai menuju pintu. Earlene memperhatikan lelaki bertubuh tegap hingga menghilang di balik pintu. Kem
06Earlene terbangun karena merasa haus. Dia membuka mata dan seketika terkesiap menyaksikan Chyou berada di samping kiri. Earlene baru menyadari bila dirinya sedang berbaring beralaskan lengan kanan lelaki tersebut. Selama beberapa saat Earlene mengamati Chyou. Kebersamaan mereka selama dua bulan terakhir menjadikan perempuan berambut panjang tidak menyadari betapa manisnya sang ajudan. Tanpa sadar Earlene mengulurkan tangan kanan untuk mengusap wajah pria berusia tiga puluh dua tahun. Dia tertegun kala merasakan kulit Chyou yang cukup halus. Pertanda lelaki berambut cepak rajin merawat kulit. Jemari Earlene bergerak pelan menyusuri rahang kokoh pria berkemeja putih. Janggut pendek tumbuh di dagu Chyou. Demikian pula dengan kumis yang menghiasi atas bibir tipis sang lelaki berhidung mancung. Tiba-tiba Chyou membuka mata. Earlene terkejut dan segera menarik tangannya. Namun, gerakan Chyou lebih cepat. Dia memegangi pergelangan tangan Nona muda, lalu mengamati Earlene yang pipinya
07Keesokan harinya, Earlene tiba di kediaman Robert untuk menghadiri jamuan makan malam. Meskipun sebetulnya dia enggan untuk bertemu rival, tetapi Earlene tidak punya pilihan lain dan mau tidak mau harus berhadapan dengan keluarga Zhang. Perempuan bergaun panjang salem mengayunkan tungkai memasuki ruangan besar, di mana semua anggota keluarga telah menunggu. Earlene mendatangi Kakek dan neneknya terlebih dahulu, sebelum berpindah menyalami kedua Adik papanya. Bila Seth Yang menyambut keponakannya dengan pelukan hangat, Sophie Yang justru berbeda. Dia menyalami Earlene dengan ujung jemari, kemudian melengos. Earlene tetap terlihat tenang, sama sekali tidak terusik dengan perlakuan Sophie yang kentara sekali tidak menyukainya. Earlene bergeser untuk menyalami Vinson dan Alfred yang merupakan anak-anak Seth dan Jenny. Kemudian berpindah untuk bersalaman dengan Pamela, istri Vinson. Setelahnya, Earlene melenggang untuk menempati kursinya di antara Carver dan Diana, tanpa berniat ber