Caesar pikir saat ia mengatakan ingin apartemen yang bagus dan jauh dari keramaian. Ali akan membawanya ke apartemen yang kecil yang jauh dari sekitaran penduduk. Apalagi saat mereka tadi melewati jalan yang cukup sepi, menambah asumsi Caesar. Dan ternyata apartemennya cukup bagus dan jauh dari keramaian orang. Karena letak apartemennya yang tidak di tepi jalan. Tapi kesalnya apartemen itu berpenghuni.
"Kenapa apartemen ini berpenghuni?" Caesar berdecak kesal dengan raut datar.
"Terakhir aku ke sini apartemen ini memang tidak berpenghuni. Tidak ada orang yang tinggal di apartemen ini. Tau-tau saat kau pulang apartemen ini sudah dihuni 3 orang." Jawab Ali seraya menggaruk tengkuk belakangnya yang tidak gatal.
Caesar sebenarnya tidak suka. Apalagi 3 orang itu adalah perempuan. Dia tidak ingin seatap dengan makhluk yang namanya perempuan. Karena baginya perempuan itu sangat mengangguk dan membuatnya risih. Menyebalkan! Rutuknya dalam hati.
"Jadi bagaimana? Apa kau masih ingin tinggal di apartemen ini? Kalau kau tidak mau, kau bisa menginap di rumahku malam ini. Kita bisa mencari apartemen untukmu nanti." Tawar Ali. Dia sebenarnya tidak bisa menebak ekspresi Caesar saat ini. Tapi ia tau dari kalimatnya, Caesar tampak tidak suka.
Caesar menggeleng. "Tidak usah. Membuang-buang waktu."
Caesar sebenarnya tidak suka. Tapi dia lebih tidak suka saat harus melakukan sesuatu yang membuang-buang waktunya.
"Ah syukurlah. Sebenarnya aku malas ingin mencari apartemen lagi untukmu." Celetuk Ali yang langsung mendapat lirikan tajam dari Caesar.
"Hahaha, tidak aku bercanda. Kalau begitu mari temui pemilik apartemen ini." Ajak Ali membawa Caesar kepada pemilik apartemen.
Setelah memesan unit apartemen dan melakukan pembayaran. Caesar masuk ke dalam unitnya dan langsung meletakkan kopernya sembarang dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur yang empuk.
Caesar memejamkan matanya ingin tidur. Tapi mahkluk yang bersamanya tadi tiba-tiba ikut merebahkan dirinya ke kasur.
"Apa yang kau lakukan disini? Pergi sana pulang!" Usir Caesar.
Ali mendesah panjang. "Biarkan aku berbaring sebentar saja. Kau tau? Aku sangat lelah hari ini."
Caesar tidak mau tau. Ia mendorong tubuh Ali ke samping dengan keras. Dan... BUK!
"Astaga! Pinggangku!!" Ali mengelus pinggangnya yang sakit akibat jatuh dari ketinggian kasur. Rasanya pinggangnya telah berpindah posisi saking sakitnya.
Sialan!
Ali bangun dan menatap Caesar dengan tatapan kesal. Niatnya ingin menyembur Caesar dengan segala kata-kata kasarnya. Tapi dia urungkan begitu melihat Caesar menatapnya balik dengan tatapan yang sangat tajam. Aura pria itu juga terlihat tidak baik.
Demi melihat tatapan super tajam itu, nyalinya langsung menciut. "Ampun Caesar... Ampun... Aku akan pergi darisini. Maafkan aku telah menggangumu." Setelah mengatakan itu Ali langsung bergegas keluar dari kamar Caesar.
Caesar memandang kepergian Ali dengan tatapan malas. Saat ini ia tidak ingin diganggu siapapun. Hatinya masih panas karena masih mengingat kejadian sewaktu dirinya dicium dengan lancang oleh seorang gadis ingusan. Dan Ali membuatnya jengkel dengan tingkahnya tadi. Membuat dia tidak tahan untuk mendorongnya.
"Awas kau gadis aneh! Pertemuan selanjutnya kupastikan kepalamu sudah berlubang!"
***
"OMG!!! Gue nggak nyangka kak Angga bakal ngelakuin hal bejat itu! Dasar pria bajingan!!" Seru Alisya menggebu-gebu. Dia benar-benar merasa kesal setelah mendengar cerita dari Camelia. Dia tidak menyangka alasan Anggara menikah dengan Jian adalah karena pria itu sudah menghamili Jian.
"Gue nyesel udah nerima dia jadi pacar gue! Kalau tau akhirnya bakal kayak gini, udah gue tolak tuh mentah-mentah!" Adu Camelia menyesal.
Alisya mengangguk membenarkan dengan mata yang berapi-api. Tapi tiba-tiba sorot matanya berubah sayu.
"Maafin gue, Ca. Waktu itu... Gue selalu maksa lo nerima kak Angga. Gue kira kak Angga benar-benar pria yang baik dan tulus sama lo. Tapi ternyata dia nggak sebaik yang gue kira. Maafin gue, Ca. Kalau aja pas itu gue nggak terus-terusan maksa lo nerima kak Angga. Lo pasti nggak akan jadi kayak gini." Sekarang, Alisya merasa sangat bersalah pada Camelia. Karena paksaannya waktu itu Camelia akhirnya menerima Anggara menjadi pacarnya.
"Ck, Iya lo salah. Tapi gue juga salah. Intinya sama-sama salah." Balas Camelia.
Mendengar hal itu membuat mata Alisya berkaca-kaca. "Aaaa... Ca, maafin gue. Gue salah sama lo, Ca. Maafin gueeee." Rengek Alisya merasa bersalah.
Camelia memutar bola matanya malas. Lalu tangannya maju ke depan guna menampol jidat Alisya.
TAK!
"Aaa... Kok lo nampol gue sih, Ca! Jidat gue sakit jadinya." Rengek Alisya kesakitan sambil mengelus jidat yang sudah merah karena ditampol Camelia.
"Lagian mata lo kenapa harus berkaca-kaca kayak gitu? Biasa aja merasa bersalahnya." Balas Camelia ketus.
"Tapi kan gue emang salah, Ca. Lo marahin gue atau ngomong sinis kek gitu ke gue. Biar rasa bersalah gue berkurang sedikit."
"Malas, mending gue tampol aja."
"Ca, maafin gue."
"Iya, iya, iya, gue maafin Alisya."
"Kok nada lo kek nggak ikhlas gitu? Lo nggak ikhlas ya maafin gue?" Tanya Alisya dengan tampang sok polosnya. Membuat Camelia geram dan ingin menampol jidat Alisya sekali lagi. Tapi ia urungkan.
"Nggak jadi deh gue maafin lo. Lain kali aja." Seru Camelia mendadak badmood.
Sontak Alisya langsung melototkan kedua matanya. "Ya... Kok gitu sih? Maafin gue, Caaaa." Rengek Alisya.
"Ada syaratnya." Balas Camelia.
"Ha? Syarat? Syarat apa?" Tanya Alisya penasaran.
Camelia menyeringai senang. Lalu memajukan wajahnya. Membuat Alisya ikut memajukan wajahnya.
"Syaratnya lo harus bantuin gue, cari cowok ganteng."
"WHAT?!" Pekik Alisya kaget.
"Buat apa, Ca?!" Tanya Alisya kaget sekaligus penasaran. Untuk apa sahabat cantiknya ini mencari cowok ganteng? Lagian kenapa harus minta tolong padanya? Tanpa dicari pun banyak sekali cowok ganteng dipinggir jalan.
"Gue mau balas dendam." Ujar Camelia terus terang. Tidak lupa dengan raut seriusnya. Tapi sayangnya, lawan bicaranya adalah Alisya. Alisya itu bukanlah lawan bicara yang bisa diajak serius.
"Oh gue tau... Lo pasti mau cari cowok ganteng yang bisa diajak bikin anak. Biar lo bisa hamil terus lo datang ke pernikahannya kak Angga dan bilang kalau lo juga bisa ngelakuin hal yang sama kayak dia. Bener kan? Astaga Ca!! Gue tau lo sakit hati karena digituin sama kak Angga. Tapi nggak gini juga. Sadar Ca, sadar!!!" Teriak Alisya seraya menggoyangkan kedua bahu Camelia. Tak lupa dengan mata yang membulat lebar.
Camelia menggeram kesal melihat kebodohan sahabatnya itu. Mimpi apa dia sampai bisa bersahabat dengan cewek modelan Alisya.
"Gue masih waras, Alisya! Gue nggak bakal lakuin hal itu astaga!!" Teriak Camelia tak habis pikir.
Alisya langsung menghentikan goyangannya dengan ekspresi terkejut. "Eh, jadi rencana lo bukan itu?"
"Enggak Alisya!!"
"Lah kalau bukan itu, jadi rencana lo apa?"
"Makanya lo dengerin dulu!"
Camelia membisikkan Alisya tentang rencana balas dendamnya. Dan Alisya mendengarkannya dengan mimik wajah yang serius. Setelah Camelia selesai bercerita Alisya menepuk tangannya bersorak gembira.
"Bagus Ca, bagus banget ide lo! Gue yakin si kak Angga pasti bakal nyesel karena udah milih kak Jian daripada lo." Ucap Alisya senang.
Camelia yang mendengar itu menepuk dadanya dengan bangga. "Pastilah! Camelia gitu, lo."
"Tapi lo jangan lupa tugas lo, ya." Lanjut Camelia mengingatkan tugas Alisya untuk mencarikannya cowok ganteng.
"Sip, lo tenang aja. Btw, lo mau cowok yang kek gimana? Masa cuman cowok yang mukanya ganteng doang."
"Eh iya juga ya." Ujar Camelia tiba-tiba bingung. Lalu sedetik kemudian dia kembali menatap Alisya dengan wajah yang berbinar. "Gue mau cowok yang mukanya kayak bule gitu. Matanya tajam. Rambutnya hitam. Postur tubuhnya tegap dan berkharisma. Sifatnya cool gitu tapi harus romantis. Oh iya, harus kaya juga. Intinya, gue mau cowok yang lebih ganteng, lebih baik, lebih kaya, dan lebih segalanya dari kak Angga."
Alisya sedikit terkejut mendengar itu. Di langsung menulis tipe-tipe cowok yang diinginkan Camelia di kertas. Kemudian dia berpikir keras, mengingat-ngingat apakah cowok seperti itu pernah dijumpainya.
"Banyak sih Ca, cowok ganteng yang lebih waw dari kak Angga. Tapi sayangnya, semua cowok itu udah punya pawangnya semua." Celetuk Alisya.
"Ck, masa sih? Lo nggak ada kenalan atau siapa gitu yang bisa diajak akting bareng gue? Lo kan cewek yang punya semua informasi cogan dimana-mana."
"Tenang aja, Ca. Gue bakal cariin cowok sesuai kriteria lo tadi. Sebelum pesta pernikahan kak Angga digelar gua pastiin lo udah gandengan sama cowok itu." Pungkas Alisya sungguh-sungguh.
Camelia yang mendengar itu merasa lega. "Thankyou my best friend."
"Ini cek lima ratus juta. Kau bisa mendapatkannya sekarang jika menyetujui kontrak ini." "Aku tidak yakin lima ratus juta hanya untuk berpura-pura sebagai sepasang kekasih." Kenapa dia sangat pintar? Batin Camelia. Dia benar-benar tidak bisa ditipu. Baiklah, lebih baik mengatakan yang sebenarnya. Camelia menyandarkan punggungnya. "Yah, baiklah. Sebenarnya aku ingin hubungan ini berlanjut bukan hanya untuk balas dendam. Tapi karena hal lain..." Bagaimana mengatakan hal itu? Camelia ragu. Caesar menyeringai. Sudah ia duga, uang sebanyak itu hanya untuk melakukan hal konyol ini? Itu tidak mungkin. Apa yang diinginkan gadis ini darinya? "Apa yang kau inginkan?" Berdeham canggung dengan ragu Camelia menjawab, "Aku ingin kau bersikap sebagai kekasih yang baik dan emm... romantis?" "Romantis?" Bingung Caesar. Camelia menghela napas pasrah. Sepertinya ia harus menjelaskannya dari awal. Mengambil napas dalam-dalam Camelia pun menjelaskan mulai dari cita-citanya yang ingin menjadi p
Sore hari terasa begitu terik. Apalagi saat berada di luar ruangan yang dekat dengan jalanan aspal tempat kendaraan berlalu lalang. Tidak hanya panas tapi juga polusi yang kotor.Diatas semua itu gadis ini justru menunggu di depan cafe sambil memakan es krim rasa coklatnya. Mungkin rasa dingin pada es krim membuatnya mengabaikan terik matahari yang menyengat dan polusi yang bertebaran.Tepat disuapan terakhir, pria yang gadis ini tunggu akhirnya datang. Begitu selesai menelan suapan terakhir es krim miliknya, ia langsung mencampakkannya dengan sedikit keras di tong sampah."Sopankah anda membuat seorang gadis cantik menunggu lama di depan cafe sendirian?" Sindir Camelia."Aku sibuk," jawab Caesar singkat. Tanpa minta maaf. Tentu saja itu membuat Camelia kesal.Tapi lupakan itu, ada hal yang lebih penting yang harus ia bicarakan."Ada yang ingin aku bicarakan denganmu.""Kita bicarakan di dalam," ujar Caesar bergerak ingin masuk ke dalam cafe tapi Camelia buru-buru menarik tangannya. "
"Really?? Hanya segini pembacaku?!" Camelia berteriak frustasi melihat layar laptopnya. Ini sudah hampir setengah tahun tapi ceritanya selalu sepi pembaca. Yah sepi bukannya tidak ada pembaca maksudnya hanya puluhan orang yang tertarik membaca ceritanya. Tapi tetap saja puluhan itu sangat sedikit! "Perasaan cerita gue bagus, malahan bagus banget. Update juga nggak lama-lama banget. Tapi kenapa jumlah pembacanya sedikit begini?" Tanya Camelia bingung. Camelia mengetuk meja sembari memikirkan ceritanya. "Gue harus apa coba? Promosi? Udah. Apa lagi??" Menjatuhkan kepalanya di meja, Camelia menatap sendu tong sampah yang penuh oleh kertas-kertas. Itu semua adalah cerita buatannya yang ia ajukan kepada penerbit. Tapi satupun tidak ada yang lolos. Benar-benar menyebalkan. "Tunggu, Alisya mungkin bisa membantu." Camelia meraih hp nya dan mulai menelpon temannya. "Alisyaaa..." Bukan sapaan halo melainkan suara rengekan yang keluar. Tampaknya Camelia benar-benar putus asa. "Lo, kenapa?"
Sepasang kekasih yang tengah bergandengan tangan itu akhirnya melepaskan tautan tangan mereka saat tiba di parkiran. Camelia berjalan mundur ke samping begitu juga dengan Caesar."Kenapa tiba-tiba rencananya berubah?" Caesar bertanya sambil bersedekap dada menatap Camelia dengan tajam.Rencana mereka Camelia akan memperkenalkannya sebagai seorang kekasih. Tapi mendadak Camelia mengganti kata-kata itu menjadi 'calon suami'. Bahkan mengatakan mereka sudah bertunangan. Benar-benar tidak seperti yang direncanakan.Camelia berdeham singkat. "Karena pria brengsek itu aku jadi tidak dapat mengontrol ucapanku. Melihat wajahnya langsung membuatku jengkel. Saat melihat tatapan cemburunya aku merasa senang lalu mengatakan kalimat itu tanpa pikir panjang," jelas Camelia sedikit gugup.Tatapan mata Caesar masih tajam. Camelia mendesah kesal melihat itu. "Mau aku bilang pacar atau calon suami, itu tidak ada bedanya. Tujuannya kan sama. Yaitu membuat pria brengsek itu cemburu.""Ngomong-ngomong, ken
"Selamat atas kehamilannya, kak Jian." Deg! Semua orang yang berada di pesta terkejut mendengarnya. "KAU!" Tuan Thomas berteriak marah, "Beraninya gadis rendahan sepertimu mengatakan omong kosong seperti itu!!" Tuan Thomas mengangkat tangannya dengan tinggi bersiap menampar Camelia. "Dasar gadis rendahan!" Drep! Sebuah tangan lebih dulu menahan tangan kasar tuan Thomas. Bahkan tangan itu sekarang mencengkram tangan tuan Thomas dengan kuat. Pemilik tangan itu menatap dengan tajam dan dingin pada tuan Thomas. Aura tidak menyenangkan keluar dari tubuhnya membawa ketakutan pada sosok tua di depannya. "Mengangkat tangan pada seorang perempuan, bukankah itu kasar?" suara dingin Caesar terdengar sangat menakutkan. Siapa yang tidak akan merasa merinding saat mendengar suaranya. Ta
Sebuah pesta pernikahan digelar dengan megah di sebuah hotel bintang lima. Tamu-tamu undangan berbondong-bondong memasuki aula pesta. Semuanya menggunakan jas dan gaun pesta yang mewah. Berbaur dengan sesama tamu undangan yang ikut menikmati pesta. Sepasang pengantin berdiri di pelaminan sambil menyalami para tamu undangan. Sepasang pengantin itu adalah Angga dan Jian. Kedua pengantin yang baru menikah itu menampilkan senyum ramah saat menyalami para tamu undangan. Atau lebih tepatnya, hanya Jian saja yang selalu menampilkan senyum ramah dan bahagianya. Sedangkan Angga malah sebaliknya. Berusaha menampilkan senyum ramah yang justru berbanding terbalik dengan sorot matanya yang redup. Jian bukannya tidak menyadari ekspresi ganjil itu. Dia tentu saja tau jika Angga sama sekali tidak bahagia dengan pernikahan ini. Tapi, dia tidak peduli. Keegoisan hatinya untuk bisa memiliki Angga mengalahkan hati nuraninya sendiri. Apapun akan