Tak lama kemudian, Alberto dan Vega tiba di depan pintu ruangan Vega. Vega langsung membuka ruangan tersebut. Setelah itu, Vega langsung masuk ke ruangan tersebut dan Alberto mengikutinya dari belakang.
Alberto melihat di baris paling depan terdapat meja dan kursi untuk Vega. Di sebelah meja dan kursi tersebut terdapat papan tulis putih dengan proyektor yang menghadap ke arah papan tulis tersebut. Meja dan kursi Vega menghadap ke empat puluh kursi yang terletak di hadapannya. Empat puluh kursi tersebut terbagi menjadi empat baris di mana masing-masing baris terdapat sepuluh kursi.
Di belakang kursi tersebut terdapat tempat yang sangat luas dan dua lemari di pojok ruangan tersebut.
Lalu, Alberto menaruh buku-buku itu di atas meja Vega. Sementara, Vega berjalan ke pintu dan mengunci pintu itu. Alberto mendengar suara pintu dikunci. Hal itu yang membuat Alberto langsung melihat ke arah suara.
“Pintunya dikunci, Vega?” Alberto mengernyitkan dahi karena ia bingung dan tidak percaya Vega akan mengunci pintu.
“Ya.” Vega langsung memasukkan kuncinya ke saku roknya. Lalu, Vega berjalan ke arah Alberto dengan langkahnya yang sexy dan menatap Alberto dengan liar.
“Kenapa?” Alberto masih mengernyitkan dahinya karena ia merasa tingkah Vega sangat aneh. Saat di dekat Alberto, Vega langsung menyentuh bagian-bagian Alberto yang sensitif dan titik-titik Alberto yang sensitif dengan jari jemarinya.
“Kamu ingin main dewasa denganku, kan? Aku yakin, kamu sangat merindukan sentuhan-sentuhanku.” Setelah itu, Vega mengangkat leher Alberto yang membuat Alberto menatap tatapan liar Vega.
“Nggak. Maaf! Aku nggak merindukan main dewasa denganmu.” Alberto langsung menolak ajakan Vega dengan tegas.
“Oh! Ayolah! Ayo main dewasa di ruangan ini! Aku yakin kita akan menikmati dan merasakan momen indah bersama lagi.” Vega mengajak Alberto untuk bermain lagi sembari Vega berjalan mengelilingi Alberto dan menyentuh titik-titik sensitif di tubuh Alberto yang membuat Alberto semakin terangsang.
“Nggak, aku tidak bisa. Maf!" Alberto langsung menolak ajakan Vega dengan tegas.
“Oh. Ayolah kita buat momen dewasa yang indah lagi!” Vega memohon kepada Alberto untuk bermain dengannya lagi sementara ia melepas pakaiannya dengan cepat.
“Tidak akan ada yang melihat kita. Jadi, kenapa kamu harus menolak untuk main dewasa dengan aku, sih?” Vega merasa bingung dengan Alberto yang menolak ajakannya sembari ia menggesek-gesekkan bolanya ke bola Alberto.
“Cobalah sedikit saja! Aku yakin, kamu pasti menyukainya. Kamu tahu, kan, aku yang terbaik di ranjang?” ajak Vega sambil sesekali mengecup tubuh Alberto.
“Aku punya pacar, Vega. Lorena itu pacarku.” Alberto mencoba menolak dengan nafasnya yang tidak teratur karena ia sudah mulai terangsang dan merasakan puncak kenikmatan.
“Tetapi, apa dia memuaskanmu?”
“Ya.” Alberto berbohong kepada Vega. Padahal, Alberto dan Lorena jarang sekali bermain dewasa dikarenakan Lorena sibuk. Lorena sering menolak ajakan Alberto untuk bermain dewasa, karena Lorena sibuk dengan tugas-tugasnya.
Vega langsung memutar kedua bola matanya, karena ia tahu Alberto berbohong. Ia tahu bahwa, Alberto sangat ingin bermain dengan Lorena tapi Lorena jarang bermain dengan Alberto karena hal itu jelas terlihat dari tubuh Alberto.
“Aku tahu, kamu sudah lama tidak main dengannya. Kamu sangat ingin bermain, tapi ia menolak untuk bermain denganmu.” Vega langsung memeluk Alberto dari belakang dan menyusuri bagian tubuh sensitif yang terletak di depan hingga tangan Vega sampai ke pisang Alberto. Vega langsung memainkan pisang tersebut dengan sesuka hatinya.
“Tidak. Aku ...” ucap Alberto dengan nafasnya yang tidak beraturan.
Vega langsung tertawa. “Aku ini dokter. Jadi, jangan mencoba untuk membohongiku! Aku tahu semuanya. Semua tampak jelas di mataku.”
“Jadi, daripada hasratmu tidak tersalurkan, lebih baik kamu bermain denganku sebentar. Aku tahu, kamu mencoba untuk menahan hasratmu agar kamu tidak berkencan denganku karena kamu ingin menjaga perasaan Lorena dan kamu masih mencintai Lorena. Tetapi, menjaga hasrat itu sangat berat dan aku tahu kamu sudah lama menahan hasratmu itu. Aku tahu, hasratmu tidak akan tertahankan sebentar lagi.” Tidak lama kemudian, keluar air dari pisang Alberto.
“Ayolah!” ajak Vega.
Lalu, Alberto membuka bajunya yang memperlihatkan badannya. Setelahnya, ia menaruh bajunya dan celananya di atas kursi kosong. Vega langsung menjulurkan lidahnya karena ia tidak tahan untuk menjilati tubuh Alberto. “Kelas selanjutnya masih lama. Kita bisa bermain dewasa dalam waktu yang lama.”
Kemudian, mereka berjalan ke karpet. Lalu, mereka menggelar karpet di ruangan yang kosong dan tidur di atas karpet tersebut. Lalu, mereka berciuman dengan lembut. Kemudian, Alberto menggigit bibir Vega sementara tangan Vega memainkan thongnya dan tangan Alberto memainkan buah persiknya.
Kemudian, Vega berada di atas. Dia menjilat tubuh Alberto dan memasukkan thong ke dalam lubang. Alberto dan Vega mulai merasakan puncak kenikmatan. Alberto pusing. Kepalanya terasa berat. Ia merasa sangat kecanduan dengan Alberto.
"Apa kamu menyukainya, Sayang?" tanya Vega.
"Ya, Sayang! Aku menyukainya. Aku merasa terbang. Memang, kamu yang terbaik di ranjang, Sayang.”
“Jadi, ayolah, putus dengan Lorena! Aku ingin menjadi pacarmu lagi, Alberto.” Vega memohon.
"Maaf, Vega. Aku nggak bisa. Aku mencintainya." Alberto menolak permintaan Vega.
"Ah! Baiklah, kalau begitu. Aku akan meninggalkanmu. Sekarang, lanjutkan sendiri! Aku nggak ingin berhubungan seks denganmu lagi, Alberto. Kamu lebih memilih Lorena daripada aku.” Vega merasa kesal karena Alberto menolak permintaannya. Vega langsung berjalan ke kursi. Alberto langsung berdiri dan mengejar Vega.
“Vega, jangan marah! Ayo lanjutkan permainan ini!” Alberto memohon agar Vega tidak marah dan melanjutkan permainan tersebut.
“Tentu saja, aku marah! Kamu lebih memilih dia dibandingkan aku. Kamu tidak mau memutuskan hubungan dengan dia untuk aku. Memang apa kelebihan dia? Aku jauh lebih baik daripada dia!” marah Vega.
“Vega, ayo jangan marah! Mari kita lanjutkan permainan ini!” pinta Alberto.
“Aku mau asal kamu memutuskan Lorena.” Vega menyebutkan sarannya.
“Oke. Aku akan putuskan dia, Vega,” ucap Alberto.
“Janji?”
“Ya.” Alberto menganggukkan kepalanya.
“Kalau kamu berbohong, aku tidak akan bermain dewasa denganmu lagi atau aku akan membiarkanmu kelaparan seperti ini!” ancam Vega.
“Ya, Vega. Aku janji. Aku sangat mencintaimu, Vega, tapi tolong jangan tinggalkan aku dan selingkuh dariku, Sayang!”
“Aku tidak akan selingkuh lagi darimu, Sayang!” Mereka melanjutkan permainan dewasa mereka.
Tidak lama kemudian, mereka meneteskan air. Mereka bermain dengan berbagai gaya mulai dari gaya anjing, gaya duduk, gaya berdiri, dll. Mereka sangat menikmati hingga mereka tidak mau berhenti. Setelah satu jam, mereka mendengar alarm mereka berbunyi.
“Suara apa itu?” Alberto mengernyitkan dahinya karena ia merasa bingung.
“Itu suara alarmku.” Vega langsung berdiri dan berlari ke arah pakaiannya.
“Maafkan aku, Sayang! Aku harus mengajar sekarang.” Vega langsung mengenakan pakaiannya dengan cepat.
“Oke.” Alberto langsung berlari ke arah pakaiannya. Setelah itu, Alberto mengenakan pakaiannya juga.
“Apa kamu nikmatin permainan kita, Sayang?” Vega menanyakan kepuasan Alberto.
“Ya, aku sangat menikmatinya. Aku sangat senang bisa bermain dewasa denganmu lagi, Vega. Tetapi, apa kita akan bermain dewasa lagi?” Alberto merasa ragu, jika mereka akan bermain lagi.
“Tentu saja, jika kau putus dengan Lorena. Aku benar-benar nggak sabar untuk bermain dewasa denganmu lagi, Alberto!” Mata Vega menunjukkan bahwa, dirinya tidak sabar untuk bermain dengan Alberto lagi.
"Janji?" Alberto masih merasa ragu.
“Ya, tentu saja, jika kamu putus dengan Lorena! Jadi, jangan lupakan janjimu!” ucap Vega.
"Oke."
Otak Alberto masih merasa ragu dengan ucapan Vega. Ia merasa takut bahwa, Vega akan mengingkari kata-katanya. Tetapi, di sisi lain ia masih mencintai Lorena. Tidak mungkin ia akan memutuskan Lorena demi Vega.
Alberto merasa bingung mengenai apa yang harus ia lakukan, karena ia harus memilih antara Lorena dan Vega. Lorena atau Vega merupakan pilihan yang berat, bagi Alberto. Tetapi ia telah berjanji dengan Vega untuk memutuskan Lorena, jadi tidak mungkin ia mengingkari janjinya. Ia harus menepati janjinya, kalau ia tidak mau Vega membiarkan dirinya kelaparan.
Di saat itu, tiba-tiba saja Alberto mendengar suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar ruangan. Muka Alberto langsung merasa pucat. Jantungnya berdebar kencang.Alberto merasa sangat panik dan bingung. Ia melihat seluruh ruangan itu, tapi ia merasa tidak ada tempat untuk bersembunyi. Apa yang harus Alberto lakukan? Itu adalah yang Alberto pikirkan."Apa yang harus aku lakukan?" Alberto meminta pendapat Vega."Cari tempat bersembunyi, Alberto!" perintah Vega."Di mana?" Alberto meminta Vega untuk memberi tahu tempat yang spesifik.“Di belakang lemari!” perintah Vega.“Oke.” Alberto langsung berusaha untuk mencari tempat.Vega langsung berdiri dari kursinya, tapi tiba-tiba saja pintu telah terbuka. Mereka langsung melihat ke pintu. Nafasnya tidak beraturan. Tidak lama kemudian, mereka melihat Lorena yang berada di depan pintu. Muka Alberto langsung pucat.Matanya melotot. Jantungnya berdebar kencang dan tidak beraturan. Jari jemarinya mendingin. Ia merasa takut jika Lorena mengetahu
Sementara itu, Lorena langsung pergi ke kelasnya dan Alberto mencoba untuk mengejar Lorena. Alberto memanggil nama Lorena berkali-kali. “Lorena! Lorena!”Lorena berpura-pura bahwa, ia tidak mendengar suara Alberto karena hatinya merasa sangat sakit.“Buat apa aku memperhatikan suara Alberto dan menengok ke arahnya? Aku sangat tidak ingin menemui dirinya. Bagaimanapun ia tidak seharusnya berselingkuh dariku? Aku tahu bahwa, memang salahku yang sering menolak ajakan Alberto bermain dewasa tapi tidak seharusnya ia berselingkuh dengan Vega,” pikir Lorena.“Mengapa Lorena tidak menengok ke arahku? Aku tahu, aku salah tapi apa dia sudah tidak mau mendengar pernyataan dariku lagi?” pikir Alberto.Sesampainya di kelas, Lorena langsung berjalan ke kursinya dengan cepat. Sementara itu, Alberto masih mengejar Lorena. Semua mata tertuju ke arah mereka. Setelah itu, Lorena memilih duduk di kursinya. Bonita (sahabat Lorena) yang duduk di belakang Lorena langsung memahami ada masalah di antara Loren
Setelah itu, Professor Vega berjalan ke arah kursinya. Ia langsung menaruh barang-barangnya di atas meja dan setelahnya ia mulai mempersiapkan untuk presentasi materi hari itu. Ia mencoba untuk menghubungkan laptopnya dengan kabel penghubung ke proyektor, tapi laptopnya tidak bisa terhubung. Lantas, ia langsung memanggil Lorena.“Lorena!” panggil Professor Vega.“Ya, Prof,” sahut Lorena.“Ini kok enggak bisa terhubung?” Professor Vega komplain sembari ia menunjukkan laptopnya yang tidak bisa terhubung.“Enggak tahu, Prof.” Lorena mengangkat kedua bahunya dan menurunkannya.“Kok kamu enggak tahu? Yang tugasnya untuk mempersiapkan laptop saya itu penanggung jawab materi saya di kelasnya. Alberto selalu mempersiapkan laptop saya sebelum saya mulai mengajar.” Professor Vega langsung menatap tajam Lorena dan berkata dengan kencang yang membuat seisi kelas menatap ke arah mereka. Lorena merasa malu. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya. Setelahnya, ia meminta maaf.“Oh begitu, Prof. Maaf sa
Sesampainya Vega di ruangannya, Vega masih teringat dengan perkataan Alberto tadi Vega masih teringat dengan tingkah Alberto. Saat itu, Vega mendengarkan perkataan Alberto tapi ia memilih untuk berpura-pura tidak mendengar daripada dia ikut berbicara dalam percakapan tersebut. Vega langsung mengepal tangannya dan menekuk wajahnya.Setelah itu, ia membanting semua buku yang ada dalam hatinya sembari ia marah dalam hatinya. "Dasar, Cowok brengsek! Kenapa kamu malah berkata bahwa, aku memaksamu, Alberto? Aku sama sekali tidak memaksamu. Dasar, Cowok brengsek!""Kenapa kamu tidak mengaku saja, kalau kamu memang mencintaiku, Alberto? Kenapa kamu tidak berkata bahwa, kamu mencintaiku sehingga kamu berselingkuh denganku, Alberto? Kenapa? Bukannya kamu sudah berjanji untuk meninggalkan Lorena, Alberto?" Vega berteriak dalam hati dengan histeris."Di mana janjimu? Dasar, Cowok brengsek!" Vega mencoba untuk menahan tangisnya."Memangnya, aku memaksanya? Apa buktinya aku memaksa dirinya? Karena
Tentunya sebelum Lorena menangis di dalam toilet, Lorena langsung menyalakan keran yang membuat air di dalam ember sebagai tempat penampungan air yang ada di dalam toilet tersebut terisi. Ia selalu merasa nyaman untuk menangis di dalam toilet, karena ia merasa sangat yakin tidak ada yang mendengar tangisnya. Karena itu, toilet selalu menjadi saksi bisunya ketika ia menangis. Kalau kalian selaku pembaca menebak bahwa, ada yang peduli dengannya dan akan mendengar tangisnya, tentu Lorena merasa tidak ada yang peduli dengannya.Siapa yang peduli dengannya? Alberto? Alberto sudah berselingkuh darinya dan main gila dengan Vega. Bonita sebagai sahabatnya? Tentu saja tidak!Bonita memang sahabat Lorena, tapi Bonita tidak pernah sangat peka dan sangat peduli kepada Lorena sampai tahu Lorena telah menangis. Bonita masih mudah dibodohi oleh Lorena. Lorena tinggal membasuh mukanya dan setelahnya ia keluar dari kamar mandi dengan senyuman palsunya yang ia berikan sebaik mungkin. Setelahnya, ia tin
Hari terus berlanjut. Esoknya, jam tujuh malam, di halaman parkir saat Alberto sedang berjalan ke motornya yang ia parkirkan tadi pagi, ia melihat Vega yang sedang berjalan menuju mobilnya. Saat itu, Alberto baru saja pulang dari kelas malam dengan Professor Hugo sementara Vega baru saja selesai mengajar untuk mahasiswa yang berkuliah kelas malam. Sontak Alberto langsung menyapa Vega dengan ramah.“Malam, Vega!” sapanya dan setelahnya ia tersenyum.“Malam, Alberto!” sapa Vega kembali kepadanya sembari Vega berjalan ke arah Alberto.“Alberto, kamu lagi sibuk enggak?” Vega menanyakan kondisi Alberto terlebih dahulu, karena ia khawatir Alberto sedang sibuk.“Enggak, Vega.” Alberto menjawab dengan singkat.“Kamu mau ke mana?” Vega menanyakan tujuan Alberto.“Mau ke rumah.” Alberto menjawab pertanyaan Vega dengan singkat.“Oh begitu.” Vega menganggukkan kepalanya, karena ia mulai merasa segan untuk meminta tolong kepada Alberto.“Ada apa, Vega?” Alberto mulai curiga dengan sikap Vega yang
Tidak lama kemudian, mereka telah sampai di lampu merah. Tidak jauh dari mereka, mereka melihat nama “Hotel Avenue” yang berkelap-kelip berwarna putih. Tidak hanya itu, mereka juga melihat banyak kelap-kelip berwarna putih yang mengelilingi gedung hotel tersebut beserta pepohonan-pepohonan yang berada di sekitarnya.“Sayang, sebentar lagi kita sampai!” Vega langsung memijat-mijat dada karena ia merasa sangat senang.“Ya, Sayang.” Alberto hanya mengiyakan saja. Di dalam hatinya, ia merasa senang karena ia bisa kabur dari jebakan Vega. Tidak lama kemudian, lampu telah menjadi hijau. Alberto langsung mengendarai mobil tersebut ke hotel tersebut.Setelah di dekat hotel tersebut, Alberto melihat di depannya terdapat Hotel Avenue dan restoran Avenue yang merupakan cabang dari Hotel Avenue. Dari posisi Alberto, Hotel Avenue terletak di depan sebelah kanan dan Restoran Avenue terletak di depan sebelah kiri.Di sebelah kanan Alberto terdapat kursi-kursi dan meja yang terletak di Restoran Avenu
Pagi-pagi sekali, Vega sudah rapi-rapi untuk pergi ke kampus menemui Alberto. Tetapi, tiba-tiba saja ia langsung merasa mual. Ia segera pergi ke kamar mandi. Lalu, setelahnya ia muntah.Setelah itu, ia minum dan membersihkan bekas muntahannya. Tetapi, ia malah muntah lagi dan lagi hingga tiga kali.Sementara itu, di ruang dosen, Alberto sudah menunggu kehadiran Vega untuk mengajar di kelasnya. Banyak teman Alberto yang telah mengirimkan pesan kepada Alberto baik di grup chat ataupun melalui chat pribadi.“Alberto! Professor Vega, hari ini mengajar tidak?” tanya Dario.“Ya. Hari ini, Professor Vega mengajar tidak?” tanya Nicolas. “Aku tidak tahu. Belum ada balasan dari Professor Vega sampai saat ini. Padahal, pagi-pagi sekali aku sudah menghubunginya,” keluh Alberto.“Tetapi, kita ini sudah menunggu terlalu lama, Alberto! Kita tidak kuat untuk menunggu lebih lama lagi. Jangan buat kita menunggu, dong! Ini sudah telat lima menit. Pasti Professor Vega ada sesuatu. Dia tidak pernah seper