Setelahnya, Alberto menutup pintu dengan kencang. Vega merasa sangat lemah di saat itu. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Setelahnya, ia mengambil pena dan buku diary yang ia letakkan di samping rak buku.Lalu, ia berjalan ke tempat belajarnya yang berada di dalam kamarnya. Setelahnya, ia menaruh pena dan buku tersebut di atas meja. Lalu, ia mulai melihat buku diary. Covernya berwarna merah muda dengan sebuah pita yang dilekatkan di atas cover buku itu dan ada gambar hati yang bertuliskan “Vega dan Alberto” dengan warna tulisan emas. Ia masih ingat saat ia menuliskan nama “Dan Alberto” setelah ia menikah dengan Alberto.Ia teringat dengan momen-momen bahagia saat itu yang telah sirna. Setelahnya, ia langsung menghapus tulisan “Dan Alberto”.“Tidak ada lagi Alberto dalam kehidupanku. Hanya ada aku. Aku sendiri di sini,” keluh Vega dalam hati.Setelahnya, ia membuka lembar demi lembar dengan cepat, karena ia tidak ingin membaca momen-momen bahagianya dulu dengan Alberto. Baginya, unt
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alberto pergi berjalan-jalan mengitari kompleks dengan berjalan kaki. Dilihatnya beberapa bunga yang indah di taman. Lalu, dia memetik beberapa bunga itu. Lalu, ia mengikatnya menjadi satu ikatan. Lalu, dia membeli sebuah kartu ucapan, sebuah pita berwarna merah dan sebuah spidol berwarna emas.Lalu, dia menuliskan kata-kata "Untuk Vegaku tercinta, maafkan aku karena aku telah menyakitimu. Dari: Alberto”Lalu, ia menempelkan pita di atas ikatan bunga dan menaruh kartu ucapan di bawah pita itu. Setelah menata bunga, lalu ia pulang ke rumah dan memberikannya kepada Vega. Vega yang saat itu masih tidur di kamar langsung dibangunkan oleh Alberto dengan kecupan di pipinyayang lembut.“Bangun, Sayang!” ucapnya dengan lembut.Vega langsung mengucek matanya sembari ia mencoba untuk bangun. “Ada apa, Sayang?”“Ini!” Alberto langsung memberikan Vega seikat bunga dan Vega mengambil bunga yang diberikan Alberto.“Bunga? Untuk apa?” Vega mengernyitkan dahi, karen
Setelah liburan panjang, para murid harus datang lagi ke kampus dan belajar di kampus. Begitu pun dengan Alberto yang sebenarnya malas untuk datang lagi ke kampusnya dan belajar di sana, tapi ia harus melakukan hal itu. Pagi itu, Alberto merasa sangat tidak semangat dan sangat malas. Ia melangkahkan kakinya dengan malas menuju kelasnya.Sesampainya di kelas, kursi-kursi sudah penuh. Mau tidak mau, ia harus duduk di depan karena hanya kursi di baris terdepan yang tersisa. Ia memilih untuk duduk di kursi yang terletak di paling pojok kiri. Sesampainya di kursi tersebut, ia meletakkan tasnya dengan malas.Setelah itu, ia pergi ke luar dari kelas sambil berharap untuk bertemu dengan salah satu temannya dan mengobrol di sana. Setelah di luar kelas, ia melihat bangku panjang dan duduk di bangku itu. Tentunya, ia menghirup dan merasakan udara segar. Tiba-tiba, dia melihat dari kejauhan seorang wanita seksi sedang membawa sebuah buku. Matanya langsung melotot saat melihat wanita tersebut kare
Setelah Alberto tiba di kelasnya, tiba-tiba seorang wanita datang ke kelasnya dan menghampirinya. Wanita itu memiliki rambut berwarna cokelat yang panjang dan bergelombang. Kulitnya mulus dan berwarna putih. Dia memiliki hidung mancung, mata hijau miring, alis tebal, dan bibir tebal.Wanita itu adalah Lorena Adeline, pacar Alberto. Dia datang ke kelas Alberto sembari membawa tugasnya. Alberto langsung merasa terkejut karena Lorena jarang datang ke kelas Alberto.“Lorena?” Alberto bertanya dengan penuh tidak percaya yang membuat Lorena mengernyitkan dahi, karena seingat dirinya Alberto tidak pernah lupa dengan namanya.“Ya, aku Lorena.” Lorena membuka buku itu dan mencari halaman tugas yang ingin ia tanyakan."Apa kamu sudah lupa sama aku?" Lorena memastikan Alberto lupa atau tidak dengan dirinya sendiri."Nggak, aku nggak lupa.”“Terus, kenapa kamu nanya kayak gitu ke aku?” Lorena merasa kesal dan cemberut."Maafin gue! kamu jarang datang ke kelas gue. Jadi, aku pikir kamu ada masalah
Tiba-tiba, Vega memanggil nama Alberto dengan lantang. Hal itu membuat Alberto kaget dan heran.“Ya, Prof.,”"Apa kamu melamun, Alberto?" Vega menekuk wajahnya dan menatap Alberto dengan tatapan tajam karena ia merasa kesal dengan tingkah Alberto yang tidak memerhatikannya saat mengajar di kelas. Vega telah berusaha untuk menunjukkan kemampuannya yang terbaik, tapi Alberto malah tidak peduli dengan penampilannya sampai-sampai Alberto pun tidak mendengar saat dirinya dipanggil.“Enggak, Prof.” Alberto berbohong.“Terus, kenapa kamu kaget?” marah Vega dengan suara kencang.“Aku cuman kaget dengan tingkah profesor di kelas hari ini.” Alberto mengungkapkan rasa kagetnya.“Saya juga kaget dan surprised dengan sikapmu, Alberto. Saya sedih karena kamu tidak memperhatikan saya dari tadi. Saya sudah mencoba yang terbaik untuk mengajar di kelas ini tetapi tidak ada yang memperhatikan saya termasuk Anda, Alberto! Vega mengungkapkan rasa sedihnya.“Saya perhatiin, kok, Prof!” Alberto berbohong ke
Tak lama kemudian, Alberto dan Vega tiba di depan pintu ruangan Vega. Vega langsung membuka ruangan tersebut. Setelah itu, Vega langsung masuk ke ruangan tersebut dan Alberto mengikutinya dari belakang.Alberto melihat di baris paling depan terdapat meja dan kursi untuk Vega. Di sebelah meja dan kursi tersebut terdapat papan tulis putih dengan proyektor yang menghadap ke arah papan tulis tersebut. Meja dan kursi Vega menghadap ke empat puluh kursi yang terletak di hadapannya. Empat puluh kursi tersebut terbagi menjadi empat baris di mana masing-masing baris terdapat sepuluh kursi.Di belakang kursi tersebut terdapat tempat yang sangat luas dan dua lemari di pojok ruangan tersebut.Lalu, Alberto menaruh buku-buku itu di atas meja Vega. Sementara, Vega berjalan ke pintu dan mengunci pintu itu. Alberto mendengar suara pintu dikunci. Hal itu yang membuat Alberto langsung melihat ke arah suara.“Pintunya dikunci, Vega?” Alberto mengernyitkan dahi karena ia bingung dan tidak percaya Vega ak
Di saat itu, tiba-tiba saja Alberto mendengar suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar ruangan. Muka Alberto langsung merasa pucat. Jantungnya berdebar kencang.Alberto merasa sangat panik dan bingung. Ia melihat seluruh ruangan itu, tapi ia merasa tidak ada tempat untuk bersembunyi. Apa yang harus Alberto lakukan? Itu adalah yang Alberto pikirkan."Apa yang harus aku lakukan?" Alberto meminta pendapat Vega."Cari tempat bersembunyi, Alberto!" perintah Vega."Di mana?" Alberto meminta Vega untuk memberi tahu tempat yang spesifik.“Di belakang lemari!” perintah Vega.“Oke.” Alberto langsung berusaha untuk mencari tempat.Vega langsung berdiri dari kursinya, tapi tiba-tiba saja pintu telah terbuka. Mereka langsung melihat ke pintu. Nafasnya tidak beraturan. Tidak lama kemudian, mereka melihat Lorena yang berada di depan pintu. Muka Alberto langsung pucat.Matanya melotot. Jantungnya berdebar kencang dan tidak beraturan. Jari jemarinya mendingin. Ia merasa takut jika Lorena mengetahu
Sementara itu, Lorena langsung pergi ke kelasnya dan Alberto mencoba untuk mengejar Lorena. Alberto memanggil nama Lorena berkali-kali. “Lorena! Lorena!”Lorena berpura-pura bahwa, ia tidak mendengar suara Alberto karena hatinya merasa sangat sakit.“Buat apa aku memperhatikan suara Alberto dan menengok ke arahnya? Aku sangat tidak ingin menemui dirinya. Bagaimanapun ia tidak seharusnya berselingkuh dariku? Aku tahu bahwa, memang salahku yang sering menolak ajakan Alberto bermain dewasa tapi tidak seharusnya ia berselingkuh dengan Vega,” pikir Lorena.“Mengapa Lorena tidak menengok ke arahku? Aku tahu, aku salah tapi apa dia sudah tidak mau mendengar pernyataan dariku lagi?” pikir Alberto.Sesampainya di kelas, Lorena langsung berjalan ke kursinya dengan cepat. Sementara itu, Alberto masih mengejar Lorena. Semua mata tertuju ke arah mereka. Setelah itu, Lorena memilih duduk di kursinya. Bonita (sahabat Lorena) yang duduk di belakang Lorena langsung memahami ada masalah di antara Loren