Sampai di taman dekat cafe, tak henti-hentinya Evan bertanya kenapa celana adikknya bisa di Lea? Evan berpikir kalau semalam mereka habis tidur bareng. Tentu saja itu di tepis oleh Latasha dengan cubitan mautnya, tidak mungkin Lea seperti itu.
“Bocah ingusan itu mudah dekatin cewe, aku rasa Lea harus berhati-hati.”
“Kamu juga. Aku harus berhati-hati.”
“Apa maksudmu?”
Latasha terkekeh, “Aku bercanda Evan.”
“Mama! Itha mau main itu,” tunjuk bocah itu ke arah ayunan.
“Oke, ayo mama temenin.”
Sementara itu Evan memilih duduk di kursi yang tak jauh dari area bermain.
Nih.”Lea memberi paper bag cokelat itu kepada Erick dengan raut wajah tak suka. Ia tidak perduli seberapa kaya cowok ingusan di depannya sekarang, Lea benar-benar tak habis pikir dengan anak manja itu.Erick tersenyum devil, ia mengambil paper bag itu dari Lea dengan modus sambil menyentuh tangan Lea. Sontak membuat gadis itu menarik tangannya jauh-jauh dari Erick.“Nama Bapak siapa? Maaf kalau saya—““Gue masih muda! Kuliah baru semester satu udah di panggil Bapak!”“Sorry.”Erick langsung menyodorkan tangannya, “Gue Erick Fernando Geutama.”Lea terdiam sebentar, mengingat-in
“Sepeninggal saya keluar kota nanti, saya ingin seminggu dua kali kalian mengirim progress pekerjaan yang saya berikan.”Oliver memerintah di ruangannya. Banyak hal yang ingin ia kerjaan di sana termasuk menghandle rencana bisnis yang sudah Evan rencanakan dengan beberapa perusahaan. Oliver ingin turun tangan karena hal tersebut tentu saja berkaitan dengan perusahaan yang di pimpinnya. Tugas Evan hanya menghandle kantornya saat ini dari teror Nayla. Tentang pelacur itu, tentu saja Oliver tidak mengetahui latar belakangnya, Evan sudah membungkusnya dengan rapi agar reputasinya juga tidak jelek. “Evan…”Evan menatap Oliver dengan datar, tetapi tidak bisa menutupi pandangan kekhawatiran itu. “Saya beri waktu tiga hari untuk menyelesaikan kabar buruk ini. Minimal, orang tersebut sudah jera.” Sambung Oliver. Evan mengangguk, ia melirik ke arah Naufal dan Rei untuk segera mengerjakan tugas yang sebelumnya ia berikan. Kemudian, kedua lelaki itu pergi dari r
Sesuai rencana Evan, ia langsung menuju bar milik Tan malam ini. Hari ini sangat melelahkan, di tambah ia harus bertemu Nayla untuk menyelesaikan masalah ini. Belum lagi Latasha menghindar darinya sejak tadi siang, sukses kepala Evan ingin pecah saat ini juga rasanya. “Hi, bro!” Sapa Tan saat Evan tengah memesan minum. Lelaki itu duduk di samping Evan yang cukup terkejut melihat sahabatnya berantakan seperti sekarang. “Lo nggak di kasih jatah sama Nayla?” Tanya Tan tanpa basa-basi.Evan bercedak, hampir saja ia ingin melempar gelasnya ke kepala Tan saat itu juga.“Gue butuh bantuan, lo.” “Mau cari pengganti, Nayla?”Lagi-lagi Evan berdecak kesal, “Bisa nggak kita ganti nama itu jadi ‘pelacur sialan’?”Tan terkejut, “What’s wrong?”Evan menceritakan semua kejadian dari awal hingga akhir kepada Tan, tidak ada yang di kurangi bahkan di lebih-lebihkan. Tan adalah orang pertama yang akan Evan susahkan, baik dalam segala hal. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Tan meski lelaki itu sam
Lea bergegas menuju perpustakaan ketika ia sudah sampai di kampusnya. Sampai di sana keadaan masih sepi dan itu sangat menguntungkan bagi gadis tomboy tersebut untuk leluasa memilih buku. Salah satu kampus terbaik di Jakarta itu Lea mendapatkan beasiswa. Tentu saja karena ia tidak ingin membuang uang kedua orang tuanya. “Administrasi… administrasi….” Lea terus bergumam seraya membaca satu-satu judul buku tentang administrasi. Ia sudah mengelilingi dua rak tetapi belum juga ketemu. “Perasan gue pernah ke sini, langsung dapat bukunya. Kok sekarang susah, sih.” Omelnya sendiri. “Lo nyari nggak niat kali.” Suara seorang cowok mengejutkan Lea. Ia berbalik dan makin terkejut melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang. “Kenapa? Kaget?” Tanya cowok itu mengejek. Ia kembali mengambil buku yang sudah ia temukan.“Loh, bapak…”“Bapak? Style gue udah kece badai gini lo panggil bapak? Emang gue terlihat kaya dosen berumur 35 tahunan apa?!” Sungutnya.“Ma-maaf.” Siapa lagi kalau bukan Eri
“Aku harus jemput Itha dulu, Van.” Evan mengangguk sekilas. Ia masih membereskan berkas-berkas penting di atas meja. Untuk hari ini, Evan sangat meminta tolong kepada Tan agar mengurus Nayla secepat yang lelaki itu bisa. Kepala Evan benar-bebar pusing, ia butuh kedamaian untuk menenangkan semuanya. Justru itu ia mengajak Latasha ke tempatnya. Tak masalah jika Gaitha ikut bersama mereka, selama kenal, bocah itu tidak pernah rewel dan merepotkan Evan.“Kamu tunggu di basement, nanti aku susul.” Suruh Evan, wanita itu menangguk dan mempercepat langkahnya. Setelah sampai di basement, Tak lama Evan muncul dari balik lift. Mereka langsung masuk sebelum orang lain melihatnya. Tak butuh waktu lama, mobil Evan sudah menyatu dengan jalan. Kehening adalah prolog dari mereka untuk saat ini, baik Evan dan Latasha sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wanita itu tidak mau mengangguk Evan, sementara lelaki itu sedang mengatur semua emosi yang bergejolak di dirinya dari kemarin. Ia tidak m
Ellena, Evan dan Latasha tengah berdiam di ruang tamu dengan pikiran masing-masing. Sementara Gaitha dan Lily saling bertukar pandang lantaran belum mengenal satu sama lain. Selama ini Evan memang tidak bercerita tentang kisah cintanya kepada orang rumah, bahkan keluarganya berpikir jika Evan adalah anak baik-baik yang tidak akan membawa perempuan sembarangan. Dan, kali ini Ellena terkejut dengan Evan yang membawa perempuan sekaligus anak kecil yang sekarang menatap polos kearah mereka. Baik Evan dan Ellena hanya saling bertukar pandang, Evan terkejut mendapatkan Ellena yang datang tiba-tiba. Bukan salah Kakaknya jika ia datang, sedari awal apartemen ini memang terbuka untuk keluarganya. “Jadi…”“Aku bisa jelasin, Kak.” Potong Evan cepat.“Dia yang buat kamu galau akhir-akhir ini?” Lanjut Ellena tanpa menggubris perkataan Evan.“Hah?” Ellena melipat kedua tangannya di dada, ia melirik Latasha dari atas sampai bawah. Masih tak menyangka jika selera adiknya adalah seseorang yang sud
Tan dan Evan serta dua bodyguard Tan tengah berada di sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Evan. Tentu saja mereka sedang membicarakan progress tentang Nayla. Saat ini Nayla sedang di kurung di sebuah apartement sewaan Tan, ia juga tidak tega melihat pelacur itu mendekam di tempat sempit dan bau. Biar saja ia hidup seperti biasa, asal tidak kabur. “Bagaimana, ada kemajuan?” Tanya Evan setelah semenit Tan baru sampai cafe. “Belum.” “Kenapa lama sekali?Lo tau, kan, karir gue di ujung tanduk.” Gemas Evan seraya meremas rambutnya frustasi. “Tenang, besok dua bodyguard gue bakalan cecer abis-abisan si Nayla.” Balas Tan seraya melirik ke arah dua pria bertubuh besar di samping kanan kirinya. Evan melirik ke arah bodyguard Tan yang tengah berdiri di belakang sang majikan, “Waktu kalian tinggal sehari lagi, jika lusa belum ada kemajuan. Justru kalian yang akan gue abisini! Paham!?”“Siap Bos!” Balas mereka serempak. Seusai pertemuannya dengan Tan di cafe, Evan memutuskan untuk
"Kenapa semuanya jadi begini?” Pertanyaan Nayla justru membuat Tan muak. Wanita jalang itu selalu pintar merayu lawannya, terutama laki-laki. Kali ini Tan turun tangan, baru saja kemarin ia mendapat laporan jika salah satu bodyguardnya sudah tidur bersama Nayla. Tentu saja berkat rayuan wanita itu, agar ia bisa di bebaskan dan tidak di tanya-tanya perihal masalahnya dengan Evan. “Jangan tanya kenapa? Lo yang memulainya!” Gertak Tan berusaha sabar. Nayla menghela napas. Ia tersenyum sarkas setelah berkata, “Bukankah semua ini memang harus terjadi?” “Ada hubungan apa lo dengan Alvin? Mantan suami Latasha.” Tan langsung bertanya pada intinya. Nayla tidak langsung menjawab, ia berusaha menstabilkan degupan jantungnya saat nama Alvin kembali di sebut. Diruang serba hijau ini, membuat Nayla kembali merasa panas. Bagaimana tidak, Tan mengikatnya di kursi hitam setelah mengetahui Nayla sudah berani tidur dengan salah satu bodyguardnya. Tan takut jika Nayla merayu bodyguard lain untuk bi