Kondisi kamar hotel masih terlihat rapi tanpa ada pakaian berserakan. Seperti tidak terjadi apa pun pada mereka. Bahkan keduanya masih dibaluti bathrobe masing-masing dalam kondisi masih tertidur pulas.
Perlahan Eleanor membuka matanya sambil mengamati sekelilingnya, menyadari bahwa tempat ini bukan kamar pribadinya, melainkan kamar hotel tempat berbincang dengan pemuda tampan itu sebelumnya.
Sekarang giliran Cedric terbangun dari dunia mimpi. Pertama yang dilakukan langsung mencemaskan kondisi wanita cantik yang masih duduk manis di ranjang.
Untuk mengurangi suasana canggung, dengan lincah menghampiri sang model dan menduduki tepi ranjang. “Semalam kamu tidur nyenyak?”
Eleanor mengangguk gugup. “Lumayan.” Ia mengatupkan bibir dengan senyuman malu, bertekad ingin melampiaskan isi pikirannya terngiang-ngiang karena sang direktur sungguh menepati janji. “Terima kasih sudah tidak menodai tubuhku. Aku kira kamu beneran melakukannya diam-diam.”
Cedric tertawa lepas hingga wajahnya memerah. “Kamu masih tidak memercayaiku? Tenang saja, aku tipe pria yang selalu menepati janjiku.”
Sebenarnya dibalik perbincangan santai ini, mereka gugup. Hanya saja berusaha menutupinya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Karena baru pertama kali mereka tidur bersama dalam satu kamar hotel, meski tidak satu ranjang.
“Aku sudah minta asistenku belikan dress yang lebih indah untuk kamu.”
“Tidak usah repot. Lagi pula, bagaimana kalau asistenmu nanti salah paham?”
“Tenang saja, aku akan menghajarnya kalau sampai dia berani menuduh aneh-aneh!”
Tok…tok…
Sontak terdengar suara ketukan pintu sangat pelan. Cedric membuka pintu kamar hotel dan menyambut sang asisten. “Akhirnya kamu datang juga, Samuel!”
Samuel melangkah memasuki kamar memukul lengan atasannya berkali-kali memakai paper bag. “Kenapa kamu bermalam di sini? Kenapa kamu memintaku belikan dress?”
“Itu karena—”
Sorot mata Samuel langsung terfokus pada sang wanita terlihat seperti bidadari masih bermalasan di ranjang. Bola matanya melotot langsung menghampirinya sambil menatap atasannya juga berpenampilan sama seperti wanita cantik itu.
“Kalian beneran melakukannya?!”
“Tidak!!” Eleanor dan Cedric membantah dengan tatapan melotot.
“Lalu, kenapa kalian hanya pakai bathrobe? Kalian tidur seranjang?” Samuel menajamkan tatapannya terhadap sang direktur. “Kalau sampai ayahmu tahu kejadian ini, tamatlah riwayatmu, Cedric!”
“Ceritanya panjang. Kamu tidak perlu tahu! Yang pasti aku dan Eleanor tidak melakukan apa pun!”
Eleanor juga membela dirinya agar kesalahpahaman tidak akan terus berlanjut. “Kami tidak sengaja bertemu di bar, lalu kami lanjutkan perbincangan di kamar, karena Cedric tidak sengaja menumpahkan wine mengotori dressku.”
Samuel berusaha mencerna perkataan yang diucapkan Eleanor, meski masih tidak percaya karena tidak biasanya atasannya bisa ceroboh. Namun, karena raut wajah atasannya terlihat santai dicampur kesal, akhirnya bertekad membuang pikiran kotor jauh-jauh.
“Maaf, aku sempat salah paham tadi.”
Sejenak Cedric memukul lengan Samuel sedikit kencang dan langsung merebut paper bag. Mengambil pakaian kerjanya sambil memberikan sebuah dress elegan untuk Eleanor.
“Nah kan cantik gaun ini.”
“Aku kira kamu menyuruhku beli gaun untuk pacar rahasiamu. Ternyata hubungan kalian itu—”
“Kami hanya sebatas teman. Tidak melebihi itu.” Eleanor langsung klarifikasi dengan wajah polos, tidak sepemikiran dengan Cedric cemberut mendengarnya.
“Oh, hanya teman!” Samuel sengaja menekan nada bicaranya seolah-olah ia tidak memercayai perkataan Eleanor sepenuhnya.
Dengan cepat Eleanor memasuki kamar mandi sambil membawa dress elegan.
Samuel langsung menyeret atasannya menduduki sofa. “Wanita itu manis juga. Kamu beneran menganggapnya sebagai teman? Tidak melebihi itu?”
Cedric berkacak pinggang. “Kamu ini bicara apa sih! Kami baru berteman beberapa jam lalu, masa aku mengajaknya berpacaran!”
“Mari kita lihat saja hubungan kalian akan seperti apa. Menurutku wanita itu sangat cocok dijodohkan denganmu.”
Cedric membuang muka gugup. “Dia tidak akan menaruh perasaan istimewa padaku.”
Beberapa saat kemudian, Eleanor melangkah anggun menghampiri dua pria yang sedang menggosipkannya dari tadi, sengaja menampakkan senyuman centil. Reaksi dua pria itu langsung mematung. Apalagi bola mata Cedric membulat dan jantungnya terus berdebar kencang sambil memegang dadanya.
“Bagaimana dengan penampilanku?” Eleanor memutar tubuhnya selayaknya seperti putri kerajaan.
“Cantik.” Satu pujian tidak sengaja terucap dari bibir Cedric.
Cedric langsung membungkam mulutnya rapat sambil berdeham. “Maksudku, gaun itu cantik, sangat cocok dipakai kamu.”
“Cedric bilang kamu cantik!” Samuel sengaja menambah bumbu mengompori atasannya.
Cedric menjewer telinga Samuel tanpa segan. “Bisakah kamu diam?”
Eleanor menggelengkan kepala sambil menatap jam. “Sebenarnya aku harus pergi ke suatu tempat karena ada pertemuan penting yang harus aku hadiri.”
Cedric menepuk jidat. “Oh ya! Aku juga sebenarnya ada pertemuan penting hari ini!” Ia terburu-buru berjalan menuju kamar mandi membawa pakaiannya sambil berbalik badan. “Nanti kita sarapan dulu, yuk! Mustahil kamu pergi tanpa mengisi energimu.”
*****
Usai menghabiskan sarapan di restoran hotel tanpa didampingi Samuel, Eleanor membawa sling bag dan paper bag berisi pakaian kotor dengan terburu-buru.
“Terima kasih atas sarapannya dan juga dress ini.”
Cedric tersenyum manis. “Aku harap kita bisa berteman sampai seterusnya. Jarang sekali aku bertemu wanita ramah seperti kamu.”
“Aku juga bersyukur memiliki teman yang baik seperti kamu.”
Sorot mata Eleanor tertuju pada arloji mewah di pergelangan tangan kirinya. “Aku pergi dulu, ya.” Langkahnya terburu-buru meninggalkan Cedric sendirian.
Cedric baru mengingat dirinya belum memberikan kartu nama untuk Eleanor. Napasnya kembali lesu dan duduk merenung sendirian sambil menopang kepala di telapak tangannya. Menyadari betapa bodohnya tidak memberikan kartu namanya semalam. Mungkin sarapan tadi akan menjadi pertemuan terakhir mereka.
*****
Di tengah perjalanan menuju kantor perusahaan milik sang ayah, Cedric terus menatap kaca jendela mobil. Masih memikirkan persoalan dirinya lupa memberikan kartu nama untuk teman barunya. Padahal sudah terlanjur nyaman berada di dekat seorang wanita, sekarang harapannya sirna memiliki teman langka yang sulit ditemukan di dunia ini.
“Kamu sedang merenungkan apa dari tadi?” Samuel tiba-tiba menyadarkan lamunan atasannya.
Cedric menggeleng cepat. “Aku tidak merenungkan apa pun!”
“Lalu, kenapa wajahmu lesu dari tadi? Kamu sudah merindukan wanita itu padahal baru berpisah tidak sampai satu jam?”
Cedric mengepalkan tangan kanan melayangkan ke arah jok kursi pengemudi. “Apa kamu bilang?!”
“Sudahlah, lupakan saja.”
“Bagiku, dia bukan wanita asing.” Akhirnya Cedric memilih menatap kaca jendela, kembali berfokus pikirannya pada pertemuan penting yang akan dilakukannya nanti. “Omong-omong, siapa model yang harus aku temui? Dia beneran cantik?”
Samuel tidak menghiraukannya. Bahkan ia tertawa lepas seperti seolah-olah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui Cedric. “Rahasia. Pokoknya model itu sangat manis. Pasti kamu suka.”
*****
Eleanor tiba di sebuah gedung perusahaan terlihat elit tampak dari luar. Hanya membutuhkan waktu singkat merias wajah, kemudian berjalan menuju ruangan direktur utama yang letaknya hampir puncak gedung pencakar langit.
Eleanor menghampiri penjaga pintu. “Saya ingin bertemu dengan direktur utama. Sebelumnya asisten saya sudah membuat janji dengan asisten direktur.”
“Mohon maaf, Pak Cedric sedang tidak di dalam ruangannya. Kalau tidak keberatan, mungkin Anda bisa duduk di sofa itu.” Petugas itu menunjuk sofa di seberangnya.
Bola mata Eleanor langsung terbelalak seketika mendengar nama sang direktur. “Barusan Anda bilang Pak Cedric?”
Sorot mata petugas itu tertuju pada sosok direktur tampan baru menampakkan diri. “Pak Cedric sudah datang.”
Eleanor berbalik badan, menyambut kedatangan sang direktur yang membuatnya terkejut hingga tubuhnya hampir terjatuh ke belakang. Untungnya dengan penuh cekatan, sang direktur berlari menghampirinya dan menahan punggung indah itu dengan telapak tangan sebelum terjatuh ke lantai.
“Kamu tidak apa-apa?” Cedric menatap cemas mengelus kepala Eleanor lambat laun, supaya tidak terlihat mencolok di hadapan orang-orang menyaksikan adegan itu.
“Aku baik-baik saja.” Dengan cepat Eleanor memposisikan berdiri seperti wanita profesional sambil merapikan dressnya.
Cedric menampakkan senyuman ramah. “Bagaimana kalau kita masuk dulu?”
Eleanor mengangguk anggun. “Boleh juga.”
Sejenak pandangan Cedric tertuju pada asistennya yang sibuk berbincang dengan penjaga pintu. Raut wajahnya cemberut mengamati tingkah asisten seperti sedang menggosipkannya dari tadi.
“Samuel, nanti kamu tolong buatkan kopi untuk tamu spesial kita, ya.” Cedric sengaja memerintahkan dengan nada manis dan menekankan kata ‘tamu spesial' untuk menambah rasa iri asistennya.
Cedric mempersilakan sang tamu istimewa memasuki ruangannya dengan sopan. Eleanor menduduki sofa, sorot matanya terfokus mengamati sekeliling ruang direktur sangat rapi dan banyak penghargaan tersusun rapi di rak pajangan di belakangnya.
Akhirnya keinginan Cedric terkabul bisa bertemu dengan teman terbaiknya lagi, meski tidak terlalu mengharapkan bisa bertemu secepat ini.
“Maaf, aku tidak menceritakan identitasku sepenuhnya.”
Eleanor tertawa kikuk menyampingkan rambut panjangnya. “Justru aku merasa seperti ada di skenario drama yang pernah aku tonton. Identitas tidak terduga, teman sendiri ternyata adalah sang pewaris tunggal di masa mendatang.”
Mendengar kata ‘sang pewaris', Cedric tertawa terbahak menepuk pahanya berkali-kali. “Aku masih harus banyak belajar. Lagi pula jabatanku hanya seorang direktur utama merangkap banyak tugas di perusahaan ini. Meski di mata orang, aku adalah seorang CEO.”
“Kenapa kamu memilihku di antara semua model cantik dan terkenal di negeri ini sebagai brand ambassador? Padahal masih banyak model lebih baik dariku.”
“Sebenarnya bukan aku yang pilih, tapi Samuel yang membantuku. Justru aku tidak tertarik melakukan hal gituan yang menghabiskan waktu berhargaku.”
Kepalanya langsung menunduk karena merasa kariernya tidak penting di mata sang direktur. Memang benar persepsi awalnya, sebenarnya berprofesi model juga ada sisi buruk. Kebanyakan seorang konglomerat beranggapan profesi itu tidak sebanding hebat dengan para petinggi perusahaan memiliki latar belakang pendidikan tinggi.
Cedric baru menyadari ucapannya kasar. Berinisiatif berpindah tempat duduk menduduki sofa bersama Eleanor. Alisnya menurun, menunjukkan rasa bersalah dan empatinya agar wanita cantik itu kembali terlihat manis.
“Maaf, aku tidak bermaksud mengejek kariermu. Setelah aku mengetahui kamu terpilih sebagai brand ambassador perusahaan kami, aku justru sangat bahagia. Memang sejak awal aku tidak pernah salah memilih seseorang yang bisa kupercayai.”
Eleanor mengangkat kepala. “Benarkah?”
“Kalau kamu brand ambassador, kita akan sering bekerja sama untuk ke depannya. Daripada aku bekerja sama dengan wanita lain yang tidak kukenal. Belum tentu wanita itu orang baik.”
“Tapi, kenapa kamu mudah memercayaiku? Bagaimana kalau aku beneran orang jahat?”
“Sedangkan kamu kenapa memercayaiku? Bagaimana kalau aku bukan orang baik?”
Sebenarnya mereka baru menyadari apa yang telah mereka lakukan semalam sudah keluar dari zona nyaman. Masing-masing karakter mereka adalah tipe orang yang tidak mudah memercayai siapa pun, sejak insiden di masa lalu yang menanamkan luka dalam diri mereka. Namun, entah kenapa mereka mudah saling memercayai tanpa alasan apa pun, hanya batin mereka yang bisa menjawab pertanyaan itu.
Berkenalan secara acak di sebuah bar, lalu tidur bersama. Sarapan bersama dan dibelikan sebuah gaun indah sesuai selera. Apa lagi yang masih kurang dilakukan sepasang teman ini sudah seperti sepasang kekasih? Meski mereka belum memiliki perasaan istimewa satu sama lain, jantung mereka sebenarnya berdegup kencang.
“Karena menurutku kamu orang baik,” ujar keduanya serentak saling tertawa lepas.
Cedric hampir lepas kendali ingin menggenggam tangan lembut sang model. Berdiri sejenak mengambil sebuah amplop di meja kerja, lalu menyerahkannya untuk Eleanor. “Karena kamu akan menjadi brand ambassador Violette Star Company Limited, kamu harus menandatangani kontrak kerja dulu.”
Tatapan mata dan pikiran Cedric terfokus pada sosok brand ambassador yang membuat matanya tidak berkedip. Memang ia bukan tipe direktur yang suka melakukan hal sembrono terhadap wanita asing, tapi ia merasa nyaman berada di dekat Eleanor. Merasa Eleanor mungkin satu-satunya wanita yang mampu menyembuhkan lukanya dan melindunginya di masa depan.
“Cedric.”
“Kamu bingung isi kontraknya?” Cedric menggeserkan tubuhnya mendekati Eleanor lalu mengamati isi kontrak juga.
“Tidak. Aku suka tawaran yang kamu berikan sepadan dengan hasil kerja kerasku.“
“Aku mengira kamu keberatan dengan persentase komisi yang akan kamu dapatkan.”
Eleanor tertawa anggun. Kepalanya menoleh menghadap wajah tampan sang direktur kini sangat menggodanya. Kini giliran pikirannya tidak terpusat pada isi kontrak kerja itu. Kedua tangannya meremas dressnya berusaha menahan rasa gugup dialaminya sekarang. Apalagi jarak wajah mereka sangat berbeda tipis dan juga tubuh mereka sangat berdekatan.
“Aku ingin menandatangani kontraknya. Violette Star Company Limited itu adalah tempat kerja impianku sejak dulu.“
Cedric memberikan salah satu koleksi pulpen mahal miliknya untuk Eleanor. “Kalau begitu, pakai pulpen ini tanda tangan.”
Seketika sedang berlangsungnya proses penandatanganan kontrak kerja, tiba-tiba Samuel memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu. Membuat Cedric menampakkan wajah murka karena asistennya bersikap kurang ajar lagi.
“Kenapa kamu masuk ke ruanganku tanpa mengetuk pintu dulu?!”
“Gawat, Cedric! Kamu harus melihat berita di internet sekarang juga!” Samuel langsung memberikan tab miliknya untuk sang direktur.
Sinar matahari bersinar terang menerangi seisi kamar hotel. Sebelum melanjutkan kencan mereka lagi, Eleanor dan Cedric bersiap-siap di kamar memakai pakaian casual untuk kencan di luar ruangan.Eleanor sedikit kesulitan memasang anting istimewa pemberian suaminya, karena helaian rambut panjang menghalangi daun telinga. Melihat suaminya sudah berpenampilan sempurna, dengan gaya manja ia mulai merayu sang suami dengan trik manis.“Sayang, bolehkah kamu membantuku sebentar?”“Kamu kesulitan pakai anting?” Cedric merebut sepasang anting milik istrinya, kemudian memasangkan satu per satu telinga.Rona merah menyala pada pipi Eleanor. Tanpa dijelaskan rinci, suaminya sudah tahu apa yang dimaksudnya. Entah kenapa masih sangat pagi tapi jantun
Hari yang paling dinantikan telah tiba. Sepasang suami istri sudah memasuki usia pernikahan satu tahun, namun tingkah mereka seolah-olah baru menikah kemarin.Sang buah hati dititipkan pada orang tua mereka yang akan merawat selama lima hari. Suasana hati Cedric terlalu bahagia akhirnya menikmati bulan madu kedua kalinya bersama istri tercinta sampai ia sudah mempersiapkan sebuah bucket list berisi kegiatan yang akan dilakukan mereka selama lima hari.Cedric juga sengaja memesan tiket pesawat sama seperti sebelumnya supaya bisa memperbaiki suasana sebelumnya terkesan canggung, kini sangat manis bahkan mungkin membuat beberapa penumpang iri melihat mereka sedang bercumbu.Meski Eleanor sudah melewati masa mengandung anaknya, tapi sikap manjanya sampai sekarang masih terlihat manis, membuat Cedric se
Satu bulan kemudian…Menjelang hari ulang tahun pernikahan, sesuai dengan janji sebelumnya Eleanor dan Cedric akan melakukan bulan madu kedua kalinya merayakan hari ulang tahun pernikahan sekaligus ingin menciptakan kenangan terindah sekali lagi di destinasi wisata yang sama seperti sebelumnya, karena bagi Eleanor bulan madu saat itu kurang terkesan istimewa.Bulan madu hanya berlangsung selama lima hari saja, karena Eleanor tidak bisa meninggalkan anaknya terlalu lama dititipkan pada sang ibu merawatnya untuk sementara.Sebelum bepergian jauh, Eleanor dan Cedric bermain bersama bayi mungil mereka di kamar bayi sepuasnya. Apalagi melihat bayi mereka selalu terlihat bahagia setiap kali bermain, rasanya tidak rela juga meninggalkan anak mereka demi bisa berlibur.
Satu bulan kemudian…Perut Eleanor sudah sangat besar. Bahkan saat bangun tidur rasanya sedikit berat membangkitkan tubuhnya, harus dibantu sang suami. Eleanor tidak bisa bekerja lagi sejak memasuki usia kandungan tujuh bulan. Oleh karena itu, meski di hari kerja, kegiatan yang bisa dilakukannya hanya menonton drama, itu saja harus genre romantis supaya dirinya tetap tenang.Sang istri tidak bekerja, begitu juga Cedric hanya ingin menemani istrinya sepanjang hari jika tidak ada urusan penting di kantor. Karena ia cemas akan terjadi sesuatu pada sang istri, apalagi usia kandungan sekarang kemungkinan besar menandakan sang buah hati akan mendatangi dunia ini.Rasa bosan yang dialami Eleanor sedikit menghilang berkat pelukan kasih sayang yang diberikan sang suami saat ini membuat tingkah manjan
Tidak terasa sekarang sudah memasuki usia kandungan tujuh bulan. Setelah melakukan USG untuk memeriksa jenis kelamin sang buah hati, teridentifikasi bayi sepasang suami istri ini adalah perempuan. Keinginan Eleanor dan Cedric akhirnya terkabul juga memiliki seorang anak perempuan dibandingkan laki-laki, meski sebelumnya mereka selalu mengatakan memiliki anak saja sudah bersyukur.Perut Eleanor sangat besar sehingga membuatnya tidak bisa berjalan lincah seperti biasa. Namun, Cedric tetap menemaninya penuh kesabaran, bergandengan tangan berjalan santai mengelilingi pusat perbelanjaan berbelanja kebutuhan bayi.Eleanor menarik tangan suaminya kegirangan memasuki toko khusus menjual keperluan bayi perempuan. Pandangan Eleanor berbinar memandangi semua perlengkapan bayi terlihat menggemaskan, apalagi yang difokuskan adalah pakaian bayi perempuan dengan m
Seiring waktu berjalan, Cedric merawat istri tercintanya dengan penuh kasih sayang, meski terkadang sikap istrinya terkesan menyebalkan karena efek samping sedang hamil sehingga temperamennya agak buruk.Sudah hampir memasuki satu bulan usia kandungan. Setiap pagi Eleanor selalu mengalami morning sickness membuat suaminya selalu mencemaskan kondisi kesehatannya menurun, karena terkadang pola makannya sedikit tidak teratur akibat tidak berselera makan.Selama bekerja di kantor, Eleanor tetap bersikap profesional meski terkadang pegawainya sendiri juga mencemaskan kesehatannya karena setiap rapat Eleanor selalu berkeringat dingin dan wajahnya pucat. Maka dari itu, sejak Eleanor hamil, pekerjaannya jadi sedikit berkurang karena suaminya yang menangani sebagian besar pekerjaannya.Sebelum memasuki jam kerja,