Share

Chapter 3: Dipertemukan Kembali

Kondisi kamar hotel masih terlihat rapi tanpa ada pakaian berserakan. Seperti tidak terjadi apa pun pada mereka. Bahkan keduanya masih dibaluti bathrobe masing-masing dalam kondisi masih tertidur pulas. 

Perlahan Eleanor membuka matanya sambil mengamati sekelilingnya sedikit bingung. Apalagi pandangan matanya baru tersadar bahwa tempat ini bukan kamar pribadinya, melainkan kamar hotel tempat ia berbincang dengan pemuda tampan itu sebelumnya. 

Sekarang giliran Cedric terbangun dari dunia mimpi. Pertama yang ia lakukan langsung mencemaskan kondisi wanita cantik yang masih duduk manis di ranjang. 

Untuk mengurangi suasana canggung, dengan lincah ia menghampiri Eleanor dan menduduki tepi ranjang. “Semalam kamu tidur nyenyak?”  

“Lumayan.” Eleanor mengangguk gugup. 

Eleanor mengatupkan bibir dengan senyuman malu, bertekad ingin melampiaskan isi pikirannya. “Terima kasih sudah tidak menodai tubuhku. Aku kira kamu sungguh melakukannya diam-diam.”

Cedric tertawa lepas hingga wajahnya memerah. “Kamu masih tidak memercayaiku? Tenang saja, aku tipe pria yang selalu menepati janjiku.”

Sebenarnya dibalik perbincangan santai ini, mereka terlihat gugup. Hanya saja berusaha menutupinya agar tidak terjadi kesalahpahaman. 

“Aku sudah meminta asistenku belikan gaun yang lebih indah untukmu.”

“Kamu tidak perlu repot melakukannya. Lagi pula, bagaimana kalau asistenmu nanti salah paham?”

“Tenang saja, aku akan menghajarnya kalau sampai dia berani menuduh aneh-aneh!”

Tok…tok…

Sontak terdengar suara ketukan pintu sangat pelan. Cedric membuka pintu kamar hotel dan menyambut sang asisten. “Akhirnya kamu datang juga, Samuel!” 

Samuel melangkah memasuki kamar memukuli lengan atasannya berkali-kali memakai paper bag. “Kenapa kamu bermalam di sini? Kenapa kamu memintaku belikan sebuah gaun?”

“Itu karena—”

Sorot mata Samuel langsung terfokus pada sang wanita terlihat seperti bidadari masih bermalasan di ranjang. Bola matanya melotot langsung menghampirinya sambil menatap atasannya juga berpenampilan sama seperti wanita cantik itu. 

“Kalian sungguh melakukannya?!” 

“TIDAK!!” Eleanor dan Cedric membantah dengan tatapan melotot. 

“Lalu, kenapa kalian hanya memakai bathrobe? Kalian tidur seranjang sepanjang malam? Kalau sampai ayahmu tahu kejadian ini, tamatlah riwayatmu, Cedric!”

“Ceritanya panjang. Sudahlah, kamu tidak usah memedulikan hal tidak penting itu! Yang pasti aku dan Eleanor tidak melakukan apa pun!”

Tentunya Eleanor juga harus membela dirinya agar kesalahpahaman tidak akan terus berlanjut. “Kami tidak sengaja bertemu di bar dan akhirnya kami lanjutkan perbincangan kami di kamar karena Cedric tidak sengaja menumpahkan wine mengotori gaunku.”

Samuel berusaha mencerna perkataan yang diucapkan Eleanor, meski masih sedikit tidak percaya. Tapi karena raut wajah atasannya terlihat santai dicampur kesal seperti sungguh ingin menghajarnya, Samuel bertekad membuang pikiran kotor jauh-jauh. 

“Maaf kalau aku sempat salah paham tadi.”

Sejenak Cedric memukuli lengan Samuel sedikit kencang dan langsung merebut paper bag. Mengambil pakaian kerjanya sambil memberikan sebuah dress elegan untuk Eleanor. 

“Wah, kamu pandai juga dalam hal memilih gaun untuk wanita!”  

“Aku kira kamu menyuruhku beli gaun untuk pacar rahasiamu. Ternyata hubungan kalian itu—”

“Kami hanya sebatas teman. Tidak melebihi itu.” Eleanor langsung klarifikasi dengan wajah polos, tidak sepemikiran dengan Cedric sedikit kecewa mendengarnya. 

“Oh, hanya teman!” Samuel sengaja menekan nada bicaranya seolah-olah ia tidak memercayai perkataan Eleanor sepenuhnya. 

Dengan cepat Eleanor memasuki kamar mandi sambil membawa dress elegan. 

Sedangkan Samuel langsung menyeret atasannya menduduki sofa. “Wanita itu manis juga. Kamu sungguh menganggapnya seorang teman? Tidak melebihi itu?”

Cedric berkacak pinggang. “Kamu ini bicara apa sih! Baru saja aku mengenalnya beberapa jam lalu, masa aku mengajaknya berpacaran!” 

“Mari kita lihat saja hubungan kalian akan seperti apa. Menurutku wanita itu sangat cocok dijodohkan denganmu.”

Cedric membuang muka gugup. “Dia tidak akan menaruh perasaan istimewa padaku.”

Usai menghabiskan sarapan di restoran hotel hanya berdua tanpa didampingi Samuel, Eleanor terburu-buru berdiri dari kursi sambil membawa sling bag dan juga paper bag berisi pakaian kotor. 

“Terima kasih atas sarapannya dan juga dress ini.”

Cedric tersenyum manis. “Aku harap kita bisa berteman sampai seterusnya. Jarang sekali aku bertemu wanita ramah seperti kamu.”  

“Aku juga bersyukur memiliki teman yang baik seperti kamu.”

Sorot mata Eleanor tertuju pada arloji mewah di pergelangan tangan kirinya. “Aku pergi dulu, ya.” Eleanor terburu-buru meninggalkan Cedric sendirian. 

Samuel kembali menghampiri sang atasan mulai bersikap seperti asisten profesional. “Bagaimana kalau kita ke kantor sekarang? Kita tidak mungkin membuat tamu spesial kita menunggu lama.”

Cedric merenungkan dirinya di mobil. Sebenarnya sejak di restoran, ia lupa memberikan kartu nama untuk teman barunya. Padahal, ini pertama kalinya ia sangat nyaman berada di dekat seorang wanita baru dikenalnya, sekarang harapannya sirna memiliki teman langka yang sulit ditemukan di dunia ini. Mungkin sarapan tadi akan menjadi pertemuan terakhir mereka.

Setelah dipikir-pikir, untuk apa merenungkannya terus? Lebih baik kembali fokus pada pertemuan penting yang akan dilakukannya nanti. “Omong-omong, siapa model yang harus aku temui itu? Apakah dia sungguh cantik?”

Samuel tidak menghiraukannya. Bahkan reaksinya tertawa lepas seperti seolah-olah ia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui Cedric. “Rahasia. Pokoknya model itu terlihat sangat manis. Pasti kamu sangat menyukainya nanti.”

Eleanor baru tiba di sebuah gedung perusahaan terlihat elit tampak dari luar. Sebelum melakukan pertemuan penting, ia memasuki kamar kecil merapikan penampilannya sedikit berantakan akibat terburu-buru saat di hotel. 

Hanya membutuhkan waktu singkat, Eleanor melanjutkan perjalanannya menuju ruangan direktur yang letaknya hampir puncak gedung pencakar langit. 

Eleanor menghampiri penjaga pintu. “Saya ingin bertemu dengan direktur pemasaran. Sebelumnya asisten saya sudah membuat janji dengan asisten direktur.”

“Mohon maaf, Pak direktur Cedric sedang tidak berada di dalam ruangannya. Kalau tidak keberatan, mungkin Anda bisa duduk sementara di sofa itu.” Petugas itu menunjuk sofa di seberangnya. 

Bola mata Eleanor langsung terbelalak seketika mendengar nama sang direktur tidak asing baginya. “Barusan Anda bilang direktur Cedric?”

Sorot mata petugas itu langsung terfokus pada sosok direktur tampan baru menampakkan diri.  “Pak direktur Cedric sudah datang.”

Eleanor berbalik badan, menyambut kedatangan sang direktur yang membuatnya terkejut hingga tubuhnya hampir terjatuh ke belakang. Untungnya dengan penuh cekatan, sang direktur berlari menghampirinya dan menahan punggung indah itu dengan telapak tangan sebelum terjatuh ke lantai. 

“Kamu tidak apa-apa?” Cedric menatap cemas mengelus kepala Eleanor lambat laun, supaya tidak terlihat mencolok di hadapan orang-orang menyaksikan adegan itu. 

“Aku baik-baik saja.” Dengan cepat Eleanor memposisikan berdiri seperti wanita profesional sambil merapikan dressnya sedikit kusut. 

Cedric menampakkan senyuman ramah. “Bagaimana kalau kita masuk dulu? Aku ingin berbincang denganmu lebih leluasa.”

Eleanor mengangguk anggun. “Boleh juga.”

Sejenak pandangan Cedric tertuju pada asistennya yang sibuk berbincang dengan penjaga pintu. Raut wajahnya sedikit kesal mengamati tingkah asisten seperti sedang menggosipkannya dari tadi. 

“Samuel, nanti kamu tolong buatkan kopi untuk tamu spesial kita, ya.” Cedric sengaja memerintahkan dengan nada manis dan menekankan kata ‘tamu spesial' untuk menambah rasa iri asistennya. 

Cedric mempersilakan sang tamu istimewa memasuki ruangannya dengan sopan. Tetap saja ia harus menjaga etikanya selama di kantor, meski hubungan mereka adalah teman sekarang. 

Eleanor menduduki sofa, sorot matanya terfokus mengamati sekeliling ruang direktur sangat rapi dan banyak penghargaan tersusun rapi di rak pajangan di belakangnya. 

Akhirnya keinginan Cedric terkabul juga bisa bertemu dengan teman terbaiknya lagi, meski ia tidak terlalu mengharapkan bisa bertemu secepat ini. 

“Maaf, aku tidak menceritakan identitasku sepenuhnya.”

Eleanor tertawa kikuk menyampingkan rambut panjangnya. “Aku tidak mempermasalahkannya. Justru aku merasa seperti ada di skenario drama yang pernah aku tonton. Identitas tidak terduga seorang teman sendiri ternyata adalah sang pewaris tunggal di masa mendatang.”

Mendengar kata ‘sang pewaris', Cedric tertawa terbahak menepuk pahanya berkali-kali. “Aku masih harus banyak belajar. Lagi pula sebenarnya jabatanku hanya seorang direktur merangkap banyak tugas di perusahaan ini. Meski di mata orang, aku adalah seorang CEO.”

“Kenapa kamu memilihku di antara semua model cantik dan terkenal di negeri ini sebagai brand ambassador perusahaan ini? Padahal masih banyak model lebih baik dariku.”

“Sebenarnya bukan aku yang bertugas memilih modelnya, tapi Samuel yang membantuku. Justru aku tidak tertarik melakukan hal gituan yang menghabiskan waktu berhargaku.”

Kepalanya langsung menunduk karena merasa kariernya memang tidak penting di mata sang direktur. Memang benar persepsi awalnya, sebenarnya berprofesi sebagai model juga ada sisi buruk. Kebanyakan seorang konglomerat beranggapan profesi itu tidak sebanding hebat dengan para petinggi perusahaan memiliki latar belakang pendidikan tinggi. 

Cedric baru menyadari ucapannya kasar. Ia berinisiatif berpindah tempat duduk menduduki sofa bersama Eleanor. Alisnya menurun, menunjukkan rasa bersalah dan empatinya agar wanita cantik itu kembali terlihat manis sebelumnya. 

“Maaf, aku tidak bermaksud mengejek kariermu. Setelah aku mengetahui kamu terpilih sebagai brand ambassador perusahaan kami, aku justru sangat bahagia. Memang sejak awal aku tidak pernah salah memilih seseorang yang bisa kupercayai.”

Eleanor mengangkat kepala. “Benarkah?”

“Kalau kamu adalah brand ambassador, maka kita akan sering bekerja sama untuk ke depannya. Daripada aku bekerja sama dengan wanita lain yang tidak kukenal. Belum tentu wanita itu adalah orang baik.”

“Tapi, kenapa kamu mudah memercayaiku? Bagaimana kalau seandainya aku sungguh orang jahat?”

“Sedangkan kamu kenapa memercayaiku? Bagaimana kalau aku bukan orang baik?”

Sebenarnya mereka baru menyadari apa yang telah mereka lakukan semalam sudah keluar dari zona nyaman. Masing-masing karakter mereka adalah tipe orang yang tidak mudah memercayai siapa pun, sejak insiden di masa lalu yang menanamkan luka dalam diri mereka. Namun, entah kenapa mereka saling mudah memercayai tanpa alasan apa pun, hanya batin mereka yang bisa menjawab pertanyaan itu sesungguhnya. 

Berkenalan secara acak di sebuah bar, lalu tidur bersama. Sarapan bersama dan dibelikan sebuah gaun indah sesuai selera. Apa lagi yang masih kurang dilakukan sepasang teman ini sudah seperti sepasang kekasih? Meski Cedric dan Eleanor belum memiliki perasaan istimewa satu sama lain, jantung mereka sebenarnya berdegup kencang.  

“Karena menurutku kamu adalah orang baik,” ujar keduanya serentak saling tertawa lepas.. 

Cedric hampir lepas kendali ingin menggenggam tangan lembut Eleanor. Untungnya, Cedric masih mengingat tujuan pertemuan penting ini. 

Cedric berdiri sejenak mengambil sebuah amplop di meja kerja, lalu menyerahkannya untuk Eleanor. “Karena kamu akan menjadi brand ambassador Violette Star Company Limited, kamu harus menandatangani kontrak kerja dulu.”

Tatapan mata dan pikiran Cedric terfokus pada sosok brand ambassador yang membuat matanya tidak berkedip. Memang ia bukan tipe direktur yang suka melakukan hal sembrono terhadap wanita asing, tapi ia merasa nyaman berada di dekat Eleanor. Merasa Eleanor mungkin satu-satunya wanita yang mampu menyembuhkan lukanya dan melindunginya di masa depan. 

“Cedric.”

“Kamu bingung dengan masalah kontrak kerjanya?” Cedric menggeserkan tubuhnya mendekati Eleanor lalu mengamati isi kontrak juga. 

“Tidak. Hanya saja aku suka dengan tawaran yang kamu berikan sepadan dengan hasil kerja kerasku.“

“Aku mengira kamu keberatan dengan persentase komisi yang akan kamu dapatkan.”

Eleanor tertawa anggun. Kepalanya menoleh menghadap wajah tampan sang direktur kini sangat menggodanya. Kini giliran pikirannya tidak terpusat pada isi kontrak kerja itu. Kedua tangannya meremas gaunnya berusaha menahan rasa gugup dialaminya sekarang. Apalagi jarak wajah mereka sangat berbeda tipis dan juga tubuh mereka sangat berdekatan.  

Eleanor tidak ingin mengganggu kesibukan sang direktur. Sedangkan ia sendiri juga harus kembali bekerja. Maka dari itu, ia memutuskan menyadarkan lamunannya kembali fokus pada pekerjaan. 

“Aku ingin menandatangani kontraknya. Violette Star Company Limited itu adalah tempat kerja impianku sejak dulu.“

Cedric memberikan salah satu koleksi pulpen mahal miliknya untuk Eleanor. “Kalau begitu, pakai pulpen ini tanda tangan.” 

Seketika sedang berlangsungnya proses penandatanganan kontrak kerja, tiba-tiba Samuel memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu. Membuat Cedric menampakkan wajah murka karena asistennya bersikap kurang ajar lagi. 

“Kenapa kamu masuk ke ruanganku tanpa mengetuk pintu dulu?!” 

“Gawat, Cedric! Kamu harus melihat berita di internet sekarang juga!” Samuel langsung memberikan tab miliknya untuk Cedric. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status