Dengan panik Cedric menggeser layar tab membaca berita itu hingga dirinya terlihat seperti orang tidak waras dan netranya mulai memerah.
Sedangkan Eleanor baru menyelesaikan menandatangani kontrak kerja, masih belum mengetahui kejadian sebenarnya yang membuat wajah tampan direktur memudar dalam sekejap.
“Cedric, kamu kenapa?”
Cedric masih membisu. Tangan kanannya dengan lemas memberikan tab untuk Eleanor.
Baru membaca judul berita, bola matanya terbelalak. Dengan tangan lincah Eleanor menggeser layar tab mengamati foto-foto kejadian di hotel semalam dan saat sarapan di restoran hotel. Netranya kini memerah dan tangannya gemetar ketakutan.
“Siapa … yang menyebarkan berita ini?”
“Aku juga tidak tahu. Tadi tiba-tiba pegawai kantor ramai memperbincangkan berita ini. Apalagi beritanya sekarang—“
“Beritanya masuk trending 5!!” Amarah Cedric meledak.
Eleanor berjalan mondar mandir dengan panik menggigit bibirnya. Pertama kali ia menghadapi persoalan skandal panas, mustahil ia tidak panik. Terutama kejadian sesungguhnya bukan seperti itu.
Tertulis di judul berita itu, seorang model terkenal dan direktur VSC memiliki hubungan gelap satu malam. Sudah pasti Eleanor marah. Pertama, kariernya pasti hancur. Kedua, ia akan dikenal sebagai wanita murahan di mata semua orang. Ketiga, ia semakin cemas pelakunya adalah penguntit yang selama ini mengincarnya.
Cedric ingin berusaha menenangkan Eleanor semakin terlihat tidak waras. Ia menghampirinya dan menyentuh pundaknya dengan tatapan lesu.
“Eleanor, kamu tenang dulu.”
Kali ini Eleanor tidak ingin sisi lembutnya terlihat. Ia langsung menepis tangan lembut Cedric dengan kasar dan menampakkan tatapan elang. “Teganya kamu menyuruhku bersikap tenang, sedangkan skandal itu merusak karierku sekarang!!”
“Kita senasib. Ayahku pasti akan marah besar melihat skandal ini.”
“Seandainya kamu tidak mengajakku menginap di kamar hotel bersamamu, mungkin nasibku masih lebih baik. Seharusnya kita tidak pernah bertemu!”
Hati Cedric terkena sambaran petir sangat dahsyat. Mereka baru saling terbuka satu sama lain dan bersikap manis, sekarang keadaan berbanding terbalik karena skandal itu. Skandal yang menghancurkan isi pikiran Eleanor menjadi kacau.
Dadanya terasa nyeri sekarang, seperti terkena pedang yang ditancapkan pada jantungnya. “Jadinya, ini semua salahku sekarang?”
“Seharusnya aku tidak memercayaimu!”
Eleanor mengambil sling bagnya melangkah cepat menuju pintu ruangan. Hatinya semakin dingin, sebenarnya ia tidak tega mengatakan hal menyakitkan itu di hadapan seorang pria sangat dipercayainya. Namun, ia sangat murka karena pertemuan mereka justru menghancurkan kehidupannya.
“Eleanor, kamu harus memercayaiku!” Cedric berteriak dari belakang.
Eleanor membuka pintu tanpa menolehkan kepalanya. Mengangkat kepala percaya diri melangkah keluar dari ruangan itu, meski banyak pegawai di kantor ini sedang membicarakannya karena skandal panas.
Sedangkan Cedric bermaksud ingin mengejarnya, langkahnya langsung dicegah Samuel. “Apa yang kamu lakukan?! Minggir sebelum aku memperlakukanmu kasar!”
Samuel mendorong tubuh Cedric. “Tenangkan dirimu dulu! Kamu harus berpikir jernih! Kalau kamu mengejarnya sekarang, bagaimana dengan kondisi kantor? Kamu akan semakin digosipkan pegawaimu!”
Tensi darahnya naik dan mengacak-acak rambutnya seperti pria tidak waras. “Sial! Karena skandal itu, Eleanor sangat membenciku sekarang! Aku harus tangkap pelaku yang menciptakan skandal aneh ini!”
Eleanor memasuki kediamannya dan melepas stilettonya sembarangan. Hal pertama yang dipikirkannya adalah tidur di sofa meredakan sakit kepala.
Seketika matanya terpejam, ia jadi teringat sosok Cedric merupakan pria sangat baik di matanya. Ia tidak bermaksud membenci sepenuhnya. Tapi karena kejadian tidak terduga itu, ia sangat kesal kenapa harus menumpahkan wine di saat tidak tepat? Kalau kejadian itu tidak terjadi, mungkin hubungan pertemanan mereka masih awet hingga sekarang.
Ding…dong…
Terdengar suara bel berbunyi nyaring. Dengan gaya bermalasan, Eleanor berdiri sejenak lalu membuka pintu kediamannya.
“Alice, sedang apa kamu ke sini?” Eleanor menyambut dengan tatapan bingung.
“Justru aku ke sini karena mencemaskanmu!”
“Kamu masuk dulu deh!”
Eleanor mempersilakan Alice memasuki kediaman ini sambil mengamati sekelilingnya. Cemas ada seseorang yang mengikuti pergerakan Alice dari belakang.
Alice langsung menyeret sang pemilik kediaman menduduki sofa ruang tamu. “Apa yang terjadi sebenarnya? Bukankah semalam sudah aku peringatkan kamu jangan minum alkohol!”
“Sebenarnya semalam aku minum—”
“Lagi-lagi kamu keras kepala! Akibatnya sekarang kamu terlibat skandal! Lebih parahnya lagi, bagaimana bisa kamu terlibat skandal dengan direktur Cedric? Padahal seharusnya hari ini kamu menandatangani kontrak kerja dengannya menjadi brand ambassador Violette Star Company Limited!”
Embusan napas pasrah dikeluarkan dari rongga mulut. Alice tidak bisa berbuat apa pun juga. Menyewa reporter untuk menutupi skandal ini? Percuma saja. Karena skandal ini semakin trending di media sosial.
“Aku tahu aku tidak bisa memperbaiki semua masalah ini. Bahkan aku yakin Cedric juga tidak bisa memperbaikinya.” Eleanor menopang kepala di kedua lutut.
“Barusan kamu memanggil namanya? Sebenarnya hubunganmu dengannya seberapa dekat sih?”
“Sebenarnya aku dan Cedric pertama kali bertemu saat di bar hotel semalam. Lalu, kami minum alkohol bersama karena merasa kesepian. Dia tidak sengaja menumpahkan wine mengotori gaunku dan mengajakku ke kamar hotel.”
Alice berusaha mencerna cerita sebenarnya yang dijelaskan Eleanor. “Kamu dan dia ngapain saja di kamar hotel?”
“Awalnya aku dan Cedric hanya berbincang di kamar hotel. Tapi karena hari sudah malam dan juga gaunku kotor, jadinya—”
“Kalian sungguh tidur bersama?”
Eleanor menggeleng cepat. “Aku tidur di ranjang sedangkan dia tidur di sofa.”
Giliran Alice terlihat tidak waras. Ia terus berjalan mondar-mandir dan menggarukkan kepala kesal. Kesal bukan karena Eleanor bersikap sembrono padahal hari ini adalah hari penting. Tapi kesal terhadap pelaku yang merilis skandal itu merusak citra nama baik Eleanor.
“Jadi, kejadian semalam itu tidak terjadi apa pun. Kamu hanya menumpang tidur di kamar hotel karena kamu tidak mungkin bepergian dengan gaunmu kotor.”
“Akhirnya kamu mengerti juga.”
“Skandal ini tidak akan berakhir dalam waktu seminggu. Apa yang akan kamu lakukan?”
“Pokoknya aku tidak ingin bertemu Cedric.”
Alice mengernyitkan dahi. “Kenapa? Padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun padamu. Lagi pula, kamu juga harus bekerja sama dengannya.”
“Aku sedikit membencinya.”
Alice memutar bola mata. Dirinya kembali duduk bersebelahan dengan Eleanor dan menggenggam tangan lembutnya. “Seberapa besar tingkat kebencianmu terhadapnya? Kamu sungguh akan membencinya sepanjang hidupmu?”
Eleanor menghela napas lesu. “Aku tidak ingin terlalu membencinya juga. Selama ini dia selalu perhatian padaku. Selain itu, dia juga bukan tipe pria berengsek seperti CEO lain yang selalu mempermainkan wanita di malam hari.”
“Kamu tidak boleh membencinya. Hatinya pasti sangat tertekan karena masalah ini.”
“Pokoknya aku harus mencari tahu pelaku yang mengincarku selama ini. Aku sangat yakin penguntit itu adalah penyebar skandal ini. Citra nama baikku hancur bukan karena Cedric. Cedric tidak bersalah.”
Cedric mengendarai mobil sedan miliknya sedikit kebut. Sebenarnya ia sangat mencemaskan kondisi Eleanor kemungkinan besar mengurungkan diri di kediaman. Netra hitamnya semakin memerah, ingin berteriak kencang sambil menepuk dadanya terasa sakit akibat mendengar perkataan menyakitkan disampaikan Eleanor tadi siang.
Cedric baru menginjakkan kaki memasuki kediaman mewah langsung disambut sang ayah dengan tatapan elang. Sang ayah bernama Ronaldo duduk di sofa tengah, sedangkan Cedric menduduki sofa di dekat ayahnya.
“Kamu sungguh bermalam bersama model itu di hotel?”
Situasi ini sulit dijelaskan sampai ingin menggila. Apalagi sebenarnya tujuan Cedric mengunjungi hotel itu untuk bertemu seseorang. Namun, karena pertemuan itu sangat tidak nyaman, maka ia mengakhirinya cepat dan berbincang dengan Eleanor, wanita paling pengertian padanya.
“Kemarin aku dan Eleanor tidur bersama. Tapi, kami tidak tidur seranjang. Aku ceroboh mengotori gaunnya. Maka dari itu, aku mengusulkannya menginap bersamaku.”
“Ayah dengar kamu menghancurkan kencan buta! Padahal ayah bersusah payah mengatur kencan buta untukmu!”
Emosinya semakin tidak stabil setiap kali mendengar kencan buta. Cedric memukuli sandaran sofa. “Aku sudah muak dengan kencan buta! Aku berhak memilih pasangan hidupku sendiri! Aku ingin hidup bahagia bersama wanita sangat kusayangi!”
“Usia kamu hampir mendekati tiga puluh. Ayah sengaja mengaturnya supaya kamu segera menikah!”
“Aku tahu ayah menjodohkanku demi kepentingan bisnis.”
Cedric berdiri sambil melonggarkan lilitan dasi pada lehernya. Ia berbalik badan tanpa berpamitan terburu-buru menaiki tangga.
“Kamu menolak kencan buta karena wanita itu?”
Langkah kaki Cedric terhenti sejenak. Perlahan ia berbalik badan kemudian kembali menghampiri sang ayah bermalasan. “Ayah tidak usah menyeret Eleanor ke dalam masalah ini!”
“Sebenarnya kamu sangat mencintai wanita itu?”
Bibirnya terkatup rapat. Cedric membayangkan semua adegan kencan buta yang pernah dilakukannya lebih dari lima kali. Maka dari itu, sangat wajar ia muak melakukan hal yang sama hampir setiap bulan.
Entah wanita itu terlihat sempurna, Cedric tidak tertarik. Sebenarnya ia memiliki trauma karena ada seseorang yang menargetkannya selama ini. Itulah alasan kenapa ia tidak mudah memercayai siapa pun kecuali Eleanor. Satu-satunya wanita yang ia percayai karena memiliki nasib yang sama.
Meski Cedric belum mencintai Eleanor, tapi ia percaya diri mengatakan dalam hatinya bahwa Eleanor adalah satu-satunya wanita yang membuatnya selalu nyaman berada di dekatnya.
Sang ibu bernama Renata menghampiri ruang tamu menghentikan perdebatan semakin lama semakin terkesan panas. “Sudahlah, kalian berdua tidak usah berdebat lagi!”
“Renata, putramu bertindak gegabah sampai membuat masalah!”
“Tapi putramu bermaksud baik pada model itu.”
Aslinya kedua orang tuanya tidak sejahat mertua yang biasanya ada di drama atau dunia novel. Hanya karena masalah ini membuat emosi sang ayah tidak stabil.
Cedric sangat malu. Sepanjang hidupnya, ia tidak pernah mengatakan hal tidak pantas dikatakan di hadapan kedua orang tuanya. Demi bisa melindungi wanita sangat dipercayainya, ia bertekad bulat mengungkapkannya untuk pertama kali.
“Sebenarnya … Eleanor adalah kekasihku.”
Cedric sangat gugup. Karena ia takut kedua orang tuanya semakin marah karena berkencan dengan seorang wanita bukan berasal dari keluarga konglomerat.
Ronaldo memajukan kepalanya mendekati wajah Cedric dengan tatapan elang, melayangkan tangan kanannya ke arah punggung Cedric. Cedric sudah pasrah menerima akibatnya dan memejamkan mata dengan gugup.
Namun ekspektasinya berbeda jauh. Sang ayah justru memukuli punggungnya seperti tidak mempermasalahkannya. “Kenapa kamu tidak memberitahukan ayah sejak awal kamu sudah berpacaran dengannya?”
Kepala Cedric terangkat ringan. Tidak menyangka ekspresi sang ayah sangat berbeda jauh dari sebelumnya. “Ayah tidak memarahiku?”
“Kalau kamu tidak sembunyikan hubunganmu dengan model itu selama ini, mungkin semua orang tidak akan berpikiran negatif terhadap hubungan kalian!”
“Lalu, kamu sudah tahu latar belakang keluarganya seperti apa?” Renata bertanya tiba-tiba.
Cedric menghembuskan napas pasrah. “Sejujurnya aku masih tidak tahu, Bu.”
Ronaldo dan Renata saling melempar pandangan dan menunduk pelan seperti memberi isyarat untuk kebaikan sang putra. Lalu, pandangan mereka kembali tertuju pada Cedric.
“Kalau kamu sungguh mencintainya, kamu boleh berkencan dengannya,” ujar Renata dengan santai.
“Mungkin kamu bisa menikah dengannya secepatnya,” tambah Ronaldo.
“Uhuk…uhuk…”
Cedric batuk tersedak meski ia tidak sedang meneguk segelas air. Bagaimana situasi jadi semakin rumit hanya karena kebohongan kecil itu? Apalagi sangat mustahil ia menikah dengan wanita yang baru ia kenal kemarin.
“Ayah sungguh ingin aku menikahi Eleanor?”
“Bukankah kamu sangat menyayanginya selama ini?”
“Aku memang sangat mencintainya, tapi bagaimana kalau aku belum siap?”
“Kalau belum siap sekarang, kamu bisa melamarnya minggu depan.”
Apakah tidak terlalu cepat? Apalagi kemungkinan besar Eleanor pasti menolak lamarannya karena terakhir kali diberi perkataan sangat kasar menyakiti hatinya.
Sudah lima hari telah berlalu. Eleanor mulai bosan mengurungkan diri di dalam apartemen. Kerjaannya mengamati semua akun media sosialnya diserbu semua penggemarnya dan juga kelompok hater saling beradu domba. Sebenarnya ia ingin bangkit kembali dari keterpurukannya. Namun, situasi masih tidak stabil.
“Nanti malam mau makan apa? Sebenarnya aku malas memasak.” Alice membuka sebuah aplikasi khusus memesan makanan secara online.
“Padahal aku ingin menikmati masakanmu lagi!”
“Aku juga tidak selamanya menjadi asisten rumah tanggamu!”
“Menyebalkan!”
“Haruskah aku panggil Cedric mendatangimu?”
Sebenarnya Eleanor sedikit merindukan Cedric ingin mencurahkan isi hatinya. Karena hanya Cedric pendengar yang baik setiap kali ia menceritakan masalahnya. Sedangkan sekarang ia hanya memiliki Alice.
Namun, Eleanor juga marah. Cedric tidak menanyakan kabar setelah melewati beberapa hari penuh rintangan. Mereka belum sempat saling berbagi nomor telepon. Tapi, Eleanor masih berharap Cedric bisa menghubunginya melalui Pictagram.
Saat Alice ingin melihat menu makanan, tiba-tiba muncul sebuah notifikasi pesan dari seseorang tidak dikenal.
Aneh sekali. Tidak biasanya ada orang yang menghubunginya secara acak. Namun, ia juga penasaran isi pesan itu dan siapa pengirimnya.
Eleanor bingung melihat ekspresi wajah sang asisten berubah drastis. Dengan penasaran hingga dahinya berkerut, Eleanor menggeser tubuhnya mendekati Alice, namun Alice langsung menghindarinya cepat. Eleanor masih tetap tidak menyerah. Ia ingin mengambil ponsel itu, langsung direbut kembali oleh Alice. Batas kesabarannya sudah habis kali ini. Pasti ada sesuatu yang tidak beres sampai sang asisten terus menyembunyikannya seolah-olah seperti ada kaitan dengannya. “Kamu kenapa sih mau intip ponselku?!” Alice mengomel sedikit gugup. “Sedangkan kamu sendiri kenapa menyembunyikannya dariku? Ada seseorang yang mengancamku?”“Bukan karena itu. Tapi—”“Tapi kenapa? Cepat perlihatkan pesan itu kalau ada kaitannya denganku!”Alice menggarukkan kepala kesal hingga rambutnya sedikit terlihat berantakan. Kali ini ia menyerah dan memperlihatkan isi pesan itu untuk Eleanor. “Direktur Cedric memintaku bertemu dengannya nanti.”Dahi Eleanor berkerut kesal. “Apa yang dia inginkan sebenarnya setelah me
Kali ini Eleanor tidak ingin membiarkan sang direktur menunggu terlalu lama di depan pintu. Ia membuka pintu kediamannya perlahan mengamati sang direktur yang awalnya berwajah lesu kini kembali bersemangat. Cedric langsung berdiri percaya diri dan merapikan penampilannya sedikit kusut. Akhirnya senyuman tipis kembali menghiasi wajah tampannya. Tidak peduli ia menunggu sampai membutuhkan waktu sekitar satu jam, akhirnya ia bisa berbincang lagi dengan wanita yang sangat ia percayai. “Masuklah.” Pada akhirnya Eleanor mengucapkan satu kata yang sangat ingin didengarkan Cedric. Tanpa berbasa-basi, tentunya Cedric langsung memasuki kediaman itu dan mengekori sang pemilik kediaman dari belakang. Sorot matanya mengamati sekeliling kediaman ini masih terlihat rapi membuatnya sedikit lega. Eleanor dan Cedric duduk bersebelahan di sofa ruang tamu. Sampai sekarang bibir mereka masih terkunci rapat. Namun, tidak berlaku untuk Eleanor ingin mengomelinya sekarang, karena direktur tampan sempat
*****Mengingat kejadian pada malam yang sebenarnya. Memang saat itu Cedric yang tidak sengaja menumpahkan gelas winenya sehingga mengotori gaun milik Eleanor. Lalu, Cedric berinisiatif mengajak Eleanor menginap di kamar hotel, karena kebetulan ia juga ingin menginap di kamar hotel demi menghindari perjodohan yang tidak diinginkannya telah diatur sang ayah. Saat Cedric melangkah keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe membuat hati Eleanor langsung bermekaran dan menatapnya dengan candu. Apalagi ditambah rambutnya terlihat basah dan menyegarkan, tanpa disadari mulut sang model sedikit menganga dan handuk digenggamnya hampir terlepas dari genggaman tangannya. ‘Pria ini tampan juga ternyata.’Untung saja Eleanor mengucapkan hanya dalam hati. Seandainya ia mengucapkannya terang-terangan, mungkin ia akan bingung ingin menaruh mukanya di mana. Apalagi selama ini ia dikenal sebagai seorang model selalu jual mahal. Cedric menaruh handuk pada kursi dan menduduki sebuah sofa sambil m
Kembali lagi di saat Eleanor dan Cedric duduk di sofa ruang tamu. Dengan penampilan gagahnya, Cedric masih memegang kotak cincin itu. Sedangkan Eleanor masih kesal dengan lamaran terkesan kurang ajar. Meminta menikah tiba-tiba tanpa ada rasa cinta, sudah pasti semua orang sangat tidak menyetujuinya, terutama menikah karena skandal. Tangannya terkepal kuat seolah-olah ingin menampar direktur tampan ini tanpa segan. Tapi setengah hatinya, ia juga merasa kasihan karena sang direktur sebenarnya tidak bersalah. Jika dipikirkan maksud tawaran pernikahan terkesan paksaan, ada sisi untungnya juga. Jika diingat kisah masa lalu Cedric secara sekilas, Cedric juga mengalami hal yang sama dengannya, yaitu sama-sama diberi ancaman akan dicelakai seketika menginjak usia dewasa. Maka dari itu, mereka memiliki trauma yang sama. Jika Cedric mempersilakan mempergunakannya demi mencari pelaku yang ingin mencelakai mereka. Sangat tidak masalah. Yang membuat masalah baginya adalah pernikahan impian yang
Dari awalnya perdebatan karena masalah pernikahan kontrak, akhirnya berujung tidur bersama lagi dalam satu kamar. Namun, situasi kali ini sedikit berbeda. Cedric menemaninya tidak setengah-setengah seperti sebelumnya. Meski Eleanor menyetujui ditemani sampai tertidur lelap, tapi tetap saja Eleanor tidak mengizinkan Cedric menemaninya dalam jarak dekat. Cedric tetap keras kepala. Seketika tunangannya sudah tertidur lelap, ia masih tetap ingin menemaninya. Cedric menduduki ranjang sambil menyentuh kepala Eleanor dengan penuh kasih sayang. Sebenarnya ia sangat keberatan dengan kontrak pernikahan itu yang membuat hidupnya sengsara. Bagaimana bisa ia bertahan hidup tanpa melakukan semua hal tertera pada aturan-aturan itu? Apalagi ini pertama kalinya ia sangat ingin melakukan sentuhan fisik dengan seorang wanita. Wanita itu adalah calon istrinya sekarang tidur seperti bayi. Senyuman manis terus terpampang pada wajah cantik Eleanor, menambah rasa candunya ingin terus bertahan di kamar ini.
Seketika baru memasuki apartemennya, Eleanor langsung melepas stilettonya berserakan dan membaringkan tubuhnya di ranjang miliknya. Membayangkan pelukan hangat selalu membuatnya selalu nyaman, ia sedikit menyesal menolak tawaran itu demi menjaga harga dirinya keras seperti tembok beton. Ia terus merutukki dirinya berguling-guling di ranjang. Drrt…drrt… Tiba-tiba terdengar suara getaran ponsel menunjukkan sebuah notifikasi pesan masuk. Di dalam pikirannya, ia sedikit berharap dari calon suaminya. Maka dari itu, ia langsung menggeser layar ponselnya menatap pesan itu. Ekspektasi berbeda jauh dari realita. Yang mengirimkan pesan itu adalah salah satu temannya tukang pamer. Siapa lagi kalau bukan Jessica? Beberapa saat lalu memamerkan hubungan asmaranya dengan temannya sendiri, lalu sengaja mengompori Eleanor supaya iri. Senyuman manis langsung memudar. Eleanor menaruh ponselnya kasar di ranjang dan menghembuskan napas kasar. ‘Sudah kuduga dia manis di mulut. Sedangkan urusan menghub
Cedric mengajak tunangannya berjalan santai di taman kota. Sesungguhnya tujuannya mengajak jalan-jalan di taman bukan sekadar ingin berkencan. Tapi sekaligus ingin mengatakan hal sebenarnya mengenai penguntit yang memantau pergerakan mereka saat di Kafe tadi. Sepanjang jalan menelusuri taman kota, mereka saling bergandengan tangan erat. Di satu sisi bermaksud ingin bersandiwara di hadapan semua orang supaya mereka terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan, di satu sisi lainnya Cedric bermaksud ingin melindungi sang tunangan dari penguntit atau siapa pun yang berani menyentuh tubuh sang tunangan. Karena hanya mereka berdua di area taman ini, Eleanor ingin mengungkapkan rasa ketakutannya selama di Kafe. Eleanor tidak ingin dirinya terus ketakutan. Bibir indahnya sedikit terangkat, akhirnya ingin membuka suaranya setelah beberapa menit terbungkam. “Cedric. Eleanor.” Keduanya saling memanggil serentak. “Kamu duluan saja.” Cedric berinisiatif mengalah. “Cedric, sebenarnya ada sesuat
Eleanor tersentak. Seketika tubuhnya hampir terjatuh ke belakang, Cedric berinisiatif menangkap punggung indah itu dengan lengan kekarnya. Eleanor menunduk malu, menyingkirkan helaian rambut panjang menutupi pandangan matanya. Pemuda yang sangat ia kenal sejak masa kuliah, bagaimana bisa setelah beberapa tahun berlalu, mereka dipertemukan kembali? Tentunya hal ini sangat tidak nyaman baginya sampai rasanya ingin memanfaatkan calon suaminya sekarang. Tubuh kekar Cedric begitu kokoh mampu menutupinya. Perlahan Eleanor bersembunyi tepat di belakang tubuh gagah itu, sengaja juga ia menutupi rasa kegelisahannya dengan wajah datar. Cedric menyadari situasi sekarang sangat tidak nyaman. Ia sangat peka dalam hal ini, apalagi berkaitan dengan masalah wanita pujaan hatinya. Baru mencoba memenangkan hati wanita manis ini, sudah dihadapi masalah baru lagi, meski ia tidak tahu apa yang telah terjadi sebenarnya. Hanya Eleanor yang mengetahui jawabannya. Pemuda itu tersenyum tipis. Melangkah per