Jantung sang model menggebu-gebu mendengar suara pria yang berhasil mengejutkannya dari lamunan. Apalagi ini merupakan pertemuan pertama mereka, apakah pertemuan ini sungguh kebetulan?
Penampilan gagah pemuda itu membuat mata Eleanor sampai tidak berkedip. Bahkan dengan tangan lincah langsung merapikan penampilannya yang terlihat kusut menjadi sempurna. Tetap berusaha menahan godaan tampan pemuda itu, mengingat prinsipnya selalu selektif dalam hal memilih pasangan hidup. Apalagi kalau bertemu dengan pria di hotel secara acak, pasti pria itu kerjaannya mempermainkan wanita di kamar hotel.
Namun, Eleanor tetap menyambutnya dengan ramah. Tidak ingin dikenal sebagai model sombong di mata orang lain. “Tentu saja boleh.”
Dengan cepat pemuda itu langsung menduduki bangku di sebelah Eleanor dan memesan sebotol wine yang kadar alkoholnya paling rendah. Senyuman gagah terpampang pada wajah pemuda itu membuat pipi Eleanor memerah dalam sekejap, setengah hatinya juga merasa malu. Karena ini pertama kalinya jantungnya berdebar hanya karena berhadapan dengan pria tampan.
“Wanita cantik seperti kamu kenapa sendirian di bar saat hari Valentine?”
Bola mata Eleanor membulat sempurna. Pertanyaan itu membuatnya hampir serangan jantung, menganggap pemuda ini seperti sedang menggodanya sekarang. Apalagi nada bicaranya terdengar sangat manis.
Tentunya ia juga penasaran dengan pemuda ini yang sendirian saat hari Valentine. Mustahil seorang pemuda tampan sendirian di hari Valentine. “Sedangkan kamu ngapain sendirian juga?”
“Karena memang selama ini aku sendirian.”
Tetap saja masih ada rasa curiga dari sisi Eleanor. “Benarkah? Tapi barusan kamu menggodaku. Apakah hobimu itu menggoda wanita sexy?”
Pemuda itu tertawa lepas, menuangkan segelas wine untuk Eleanor lalu menyerahkannya. “Kamu salah besar. Hobiku itu bukan menggoda wanita sexy.”
“Lalu, kenapa kamu mendekatiku tiba-tiba? Kalau kamu mau menggoda wanita sexy, kamu salah pilih orang.” Dengan cepat Eleanor meneguk segelas wine dan membuang muka.
“Aku mendekatimu karena aku kesepian. Aku tahu sebenarnya kamu juga kesepian sepertiku dari tadi.”
Netra hitam Eleanor langsung turun mengingat apa yang dipikirkannya dari tadi sebelum pemuda ini mendatanginya.
Pemuda tampan itu menampakkan senyuman ramah mengulurkan tangan kanannya. “Aku Cedric Lewis.”
“Aku–”
“Namamu Eleanor Winter.”
Eleanor membulatkan mata. “Bagaimana kamu tahu namaku?”
“Karena kamu adalah model terkenal. Aku sering mendengarmu melakukan iklan produk kecantikan.”
Eleanor menyipitkan mata. “Kamu itu penggemarku?”
“Bukan.” Cedric berdeham sejenak. “Bukankah seharusnya kamu sedang berkencan sekarang?”
Raut wajah Eleanor kembali lesu. Tangan kanannya sibuk memutar gelas wine. Membuat Cedric sedikit bersalah karena omongannya baru saja.
“Apa aku salah bicara?” Cedric berbisik dengan suara gemetar.
“Entah kenapa hari ini banyak orang mengira aku sudah berpacaran. Padahal kenyataannya, aku tidak pernah berpacaran.”
Sekarang giliran Cedric melotot. “Benarkah? Kamu tidak bercanda?”
“Kalau aku bercanda, kenapa wajahku lesu begini!” celetuk Eleanor mengerucutkan bibir.
“Aku juga sama sepertimu. Aku belum pernah berpacaran.”
Pandangan mata mereka saling bertemu satu dalam jarak dekat. Pipi Eleanor memerah seketika mendengar pernyataan singkat itu. Padahal tidak bermaksud penasaran dengan kehidupan pemuda tampan ini, tetapi entah kenapa bahagia mendengarnya.
“Omong-omong, kenapa kamu kasih tahu aku? Padahal aku tidak tanya.”
“Karena aku anggap kita sudah berteman.”
Eleanor menatap tajam, terutama ia paling sensitif dalam hal berhubungan dekat padahal baru berkenalan. “Kamu bisa dipercaya?”
“Tentu saja. Meski aku seorang direktur di perusahaan ayahku, aku bukan tipe pria berengsek yang suka menghancurkan kehidupan wanita baru kukenal.”
Eleanor tertawa kikuk. “Rupanya kamu direktur. Baru kali ini temanku adalah direktur yang baik.”
“Omong-omong, karena kita sudah berteman. Bagaimana kalau kita saling bercerita? Seperti … alasan kenapa kamu tidak pernah berpacaran.”
Embusan napas pasrah dikeluarkan dari rongga mulutnya. Sejenak Eleanor merenung sambil meneguk segelas wine dan menuangkan untuk Cedric. “Alasan aku tidak pernah berpacaran karena aku trauma.”
“Trauma?” Dahi Cedric mengernyit.
“Sebenarnya … aku diincar seseorang sejak dulu. Tapi, orang itu mengerikan.”
Cedric terdiam. Mendengar perkataan Eleanor, ia teringat dengan dirinya sendiri. Ketakutan yang dialaminya semenjak dulu juga tidak ada bedanya dengan Eleanor hingga wajahnya mulai memucat sekarang.
Eleanor tampak bingung dengan reaksi Cedric yang awalnya penasaran, sekarang jadi terlihat seperti orang berbeda. Ia semakin penasaran dengan kehidupan Cedric sebenarnya seperti apa.
“Bagaimana denganmu?” Eleanor bertanya balik.
“Sebenarnya aku juga mengalami trauma.”
“Kamu trauma karena dipermainkan wanita terus?” Eleanor tertawa ledek, meski sebenarnya bermaksud bercanda untuk menghibur Cedric.
“Kenapa kamu selalu beranggapan aku dipermainkan atau mempermainkan wanita?” Cedric mendengkus kesal rasanya ingin mencubit pipi lembut di hadapannya.
“Aku hanya bercanda tadi. Jadi, sebenarnya alasanmu kenapa?”
“Selama ini aku diincar seorang penguntit.”
Keduanya hening sejenak. Sebenarnya dalam lubuk hati mereka juga terkejut. Karena tidak disangka nasib mereka berdua sama atau ini hanya kebetulan. Apa jangan-jangan pelakunya sama?
“Sebenarnya selama ini aku masih penasaran. Siapa penguntit itu? Kenapa dia selalu mengincarku selama ini? Apakah dia menaruh dendam padaku?” Cedric menggenggam gelas kaca sangat erat seperti ingin melempar ke lantai melampiaskan amarahnya sudah terpendam sejak lama.
“Aku juga sebenarnya masih penasaran. Apakah aku pernah berbuat kesalahan sebelumnya? Bahkan sampai sekarang aku tidak tahu penguntit itu wanita atau pria. Makanya, aku tidak mudah memercayai seseorang. Mungkin bisa juga kekasihku adalah penguntit itu. Aku tidak ingin hal itu beneran terjadi.”
Melihat wajah sang model semakin lesu. Cedric ingin memberanikan diri menunjukkan rasa empatinya. Namun, ia juga butuh hiburan karena trauma masa lalu dialaminya. Namun, tanpa disadari, tangannya menyentuh tangan lembut Eleanor hingga membuatnya terkejut melakukan suatu hal yang tidak pernah dilakukan sepanjang hidupnya. Bisa dikatakan, ia merupakan tipe pria sangat cuek terhadap wanita apa pun, tetapi entah kenapa ia bisa berinisiatif menyentuh tangan lawan bicaranya tanpa berpikir panjang.
Begitu juga Eleanor tersentak karena pertama kali mendapatkan perlakuan manis dari seorang pria, meski baru pertama kali bertemu. Kepalanya langsung terangkat ringan dan menatap senyuman Cedric terlihat manis, sebenarnya ia tahu senyuman itu juga senyuman palsu untuk menutupi rasa takut.
Giliran Eleanor yang ingin menghibur hati Cedric. Dengan menampakkan senyuman terindahnya dan membalas sentuhan tangan lembut itu. “Kamu satu-satunya pria yang bisa menghiburku, Cedric. Terima kasih sudah menghiburku, sebagai gantinya aku ingin menghiburmu juga.”
“Syukurlah, melihatmu tersenyum sudah cukup membuatku lega. Aku tidak meminta apa pun lagi.” Perlahan tangan Cedric menyelipkan helaian rambut panjang menghalangi wajah cantik di hadapannya ke belakang telinga.
“Untuk menghibur kita sendirian saat hari Valentine, bagaimana kalau kita menikmati wine bersama? Merayakan hubungan pertemanan kita.” Eleanor sengaja mengalihkan perbincangan terkesan canggung, apalagi ditambah debaran jantungnya semakin sulit dikendalikan.
“Tapi, ingat! Besok aku harus kerja. Aku tidak boleh minum terlalu banyak.”
“Aku tahu.”
Seketika Cedric ingin menuangkan segelas wine lagi, tanpa sengaja ia menyenggol gelasnya hingga terjatuh pecah ke lantai. Akibatnya, gaun yang dipakai sang model dan juga kemeja dikenakannya jadi kotor.
Cedric menunduk sambil mengambil sapu tangan dari sakunya membersihkan gaun yang dipakai Eleanor dipenuhi bercak wine. “Maaf aku tidak sengaja menumpahkannya.”
“Padahal gaun ini adalah gaun favoritku!” Eleanor mengamati gaunnya pasrah sambil menggosok-gosok bagian terkena noda wine.
“Aku akan belikan gaun baru untuk kamu.”
“Tidak perlu. Aku pulang saja sekarang. Lagi pula ini sudah malam. Toko pakaian pasti sudah tutup.”
Dengan cepat Eleanor mengambil sling bag miliknya, tetapi langsung ditahan Cedric. “Kamu mau pergi dengan penampilan seperti ini?”
“Tidak apa-apa. Kalau ada orang menanyakanku. Aku tinggal menjawab ini akibat kecerobohanku karena terlalu menikmati winenya.”
“Bagaimana kalau kamu nginap di hotel dulu?”
Ini gila! Bagaimana bisa Cedric mengusulkan menginap di hotel? Apalagi isi pikiran Eleanor langsung membayangkan aksi panas yang biasa dilakukan wanita lain di kamar hotel. Apakah ini sikap asli Cedric sesungguhnya? Berpura-pura manis di hadapan wanita, lalu menodai para wanita di kamar hotel sepanjang malam?
“Kamu bercanda? Bahkan aku tidak booking kamar hotel.”
“Nginap di kamarku!”
Tatapan Eleanor semakin melotot. “Kamu gila? Kamu mau menodai tubuhku?”
Dengan cepat Cedric membungkam mulut Eleanor dengan telapak tangannya sambil mengamati sekelilingnya. Takut ada orang lain yang salah paham, terutama suara Eleanor cukup lantang yang membuatnya malu.
“Sudahlah, kamu turuti aku saja. Aku tidak mungkin menodaimu sedangkan kita baru berteman. Aku tidak mau merusak hubungan pertemanan kita karena kesalahan fatal,” bisiknya.
Eleanor menyipitkan mata. “Kamu beneran bisa dipercaya?”
“Haruskah aku menyeretmu ke kamar hotel seperti pria lain?”
Eleanor menggeleng cepat. “Tidak perlu. Aku bisa jalan sendiri.”
“Kalau begitu, kamu tidak boleh protes.”
Cedric sengaja berjalan menutupi tubuh Eleanor supaya tidak dilihat pengunjung hotel. Lagi pula, karena kecerobohannya yang membuat suasana hubungan mereka sangat canggung.
Seketika sedang menunggu lift, sebenarnya di balik tembok ada seseorang yang mengintai mereka, lalu memotret setiap pergerakan mereka diam-diam.
Cedric dan Eleanor tidak menyadarinya. Yang terpenting tujuan mereka adalah membersihkan diri dari noda wine yang sangat mengganggu pemandangan penampilan mereka.
*****
Di kamar hotel, Eleanor melangkah dengan canggung melepas stiletto putih, kemudian mengambil sebuah bathrobe yang sudah tersedia di ranjang.
Cedric tahu sikap Eleanor dari tadi kaku karena adegan yang sekarang mereka lakukan seperti sepasang pengantin baru ingin bercumbu sepanjang malam, meski tidak terjadi apa pun. Namun, ia juga tidak ingin suasana canggung ini terus berlangsung.
“Aku … mandi dulu, ya.” Akhirnya Eleanor membuka suara.
Tidak seperti pria lain langsung melakukan sesuatu tidak pantas dilakukan terhadap wanita, justru Cedric adalah pria paling berbeda. Terus menampakkan sisi kecemasannya berjalan mondar-mandir meluapkan rasa bersalahnya seiring waktu berjalan sambil menunggu teman barunya selesai membersihkan diri.
Beberapa menit telah berlalu, Eleanor melangkah dari kamar mandi dengan penampilan hanya dibaluti bathrobe sambil mengeringkan rambut indahnya, membuat pandangan sang direktur langsung bersinar-sinar dan menelan salivanya gugup. Gugup karena kecantikan Eleanor satu-satunya berhasil menyihir tubuhnya menjadi kaku, meski selama ini sering bertemu cantik lainnya.
“Kamu tidak mandi?”
“Aku … mau mandi sekarang.” Cedric berlari memasuki kamar mandi dengan gugup. Eleanor memiringkan kepala sambil mengeringkan rambutnya.
Di dalam kamar mandi, Cedric berjalan mondar-mandir sambil memukul dahi berkali-kali, menyadarkan sepasang mata belum apa-apa sudah memikirkan hal aneh, padahal baru pertama kali bertemu dengan model cantik sekaligus teman barunya.
“Ayolah! Buang pikiran kotormu jauh-jauh! Prinsipku tidak akan sembarangan menyentuh wanita.”
Tubuhnya sekarang hanya dengan balutan bathrobe melangkah keluar dari kamar mandi, mendatangi teman barunya sibuk mengeringkan rambut dengan hair dryer. Melihat pesona kecantikan teman barunya, pikirannya sudah melayang entah ke mana.
Sepasang mata saling bertemu satu sama lain. Tubuh mereka hanya dibaluti bathrobe sudah terlihat seperti sepasang kekasih ingin melakukan hubungan satu malam. Apakah mereka sungguh akan melakukannya malam ini?
Sinar matahari bersinar terang menerangi seisi kamar hotel. Sebelum melanjutkan kencan mereka lagi, Eleanor dan Cedric bersiap-siap di kamar memakai pakaian casual untuk kencan di luar ruangan.Eleanor sedikit kesulitan memasang anting istimewa pemberian suaminya, karena helaian rambut panjang menghalangi daun telinga. Melihat suaminya sudah berpenampilan sempurna, dengan gaya manja ia mulai merayu sang suami dengan trik manis.“Sayang, bolehkah kamu membantuku sebentar?”“Kamu kesulitan pakai anting?” Cedric merebut sepasang anting milik istrinya, kemudian memasangkan satu per satu telinga.Rona merah menyala pada pipi Eleanor. Tanpa dijelaskan rinci, suaminya sudah tahu apa yang dimaksudnya. Entah kenapa masih sangat pagi tapi jantun
Hari yang paling dinantikan telah tiba. Sepasang suami istri sudah memasuki usia pernikahan satu tahun, namun tingkah mereka seolah-olah baru menikah kemarin.Sang buah hati dititipkan pada orang tua mereka yang akan merawat selama lima hari. Suasana hati Cedric terlalu bahagia akhirnya menikmati bulan madu kedua kalinya bersama istri tercinta sampai ia sudah mempersiapkan sebuah bucket list berisi kegiatan yang akan dilakukan mereka selama lima hari.Cedric juga sengaja memesan tiket pesawat sama seperti sebelumnya supaya bisa memperbaiki suasana sebelumnya terkesan canggung, kini sangat manis bahkan mungkin membuat beberapa penumpang iri melihat mereka sedang bercumbu.Meski Eleanor sudah melewati masa mengandung anaknya, tapi sikap manjanya sampai sekarang masih terlihat manis, membuat Cedric se
Satu bulan kemudian…Menjelang hari ulang tahun pernikahan, sesuai dengan janji sebelumnya Eleanor dan Cedric akan melakukan bulan madu kedua kalinya merayakan hari ulang tahun pernikahan sekaligus ingin menciptakan kenangan terindah sekali lagi di destinasi wisata yang sama seperti sebelumnya, karena bagi Eleanor bulan madu saat itu kurang terkesan istimewa.Bulan madu hanya berlangsung selama lima hari saja, karena Eleanor tidak bisa meninggalkan anaknya terlalu lama dititipkan pada sang ibu merawatnya untuk sementara.Sebelum bepergian jauh, Eleanor dan Cedric bermain bersama bayi mungil mereka di kamar bayi sepuasnya. Apalagi melihat bayi mereka selalu terlihat bahagia setiap kali bermain, rasanya tidak rela juga meninggalkan anak mereka demi bisa berlibur.
Satu bulan kemudian…Perut Eleanor sudah sangat besar. Bahkan saat bangun tidur rasanya sedikit berat membangkitkan tubuhnya, harus dibantu sang suami. Eleanor tidak bisa bekerja lagi sejak memasuki usia kandungan tujuh bulan. Oleh karena itu, meski di hari kerja, kegiatan yang bisa dilakukannya hanya menonton drama, itu saja harus genre romantis supaya dirinya tetap tenang.Sang istri tidak bekerja, begitu juga Cedric hanya ingin menemani istrinya sepanjang hari jika tidak ada urusan penting di kantor. Karena ia cemas akan terjadi sesuatu pada sang istri, apalagi usia kandungan sekarang kemungkinan besar menandakan sang buah hati akan mendatangi dunia ini.Rasa bosan yang dialami Eleanor sedikit menghilang berkat pelukan kasih sayang yang diberikan sang suami saat ini membuat tingkah manjan
Tidak terasa sekarang sudah memasuki usia kandungan tujuh bulan. Setelah melakukan USG untuk memeriksa jenis kelamin sang buah hati, teridentifikasi bayi sepasang suami istri ini adalah perempuan. Keinginan Eleanor dan Cedric akhirnya terkabul juga memiliki seorang anak perempuan dibandingkan laki-laki, meski sebelumnya mereka selalu mengatakan memiliki anak saja sudah bersyukur.Perut Eleanor sangat besar sehingga membuatnya tidak bisa berjalan lincah seperti biasa. Namun, Cedric tetap menemaninya penuh kesabaran, bergandengan tangan berjalan santai mengelilingi pusat perbelanjaan berbelanja kebutuhan bayi.Eleanor menarik tangan suaminya kegirangan memasuki toko khusus menjual keperluan bayi perempuan. Pandangan Eleanor berbinar memandangi semua perlengkapan bayi terlihat menggemaskan, apalagi yang difokuskan adalah pakaian bayi perempuan dengan m
Seiring waktu berjalan, Cedric merawat istri tercintanya dengan penuh kasih sayang, meski terkadang sikap istrinya terkesan menyebalkan karena efek samping sedang hamil sehingga temperamennya agak buruk.Sudah hampir memasuki satu bulan usia kandungan. Setiap pagi Eleanor selalu mengalami morning sickness membuat suaminya selalu mencemaskan kondisi kesehatannya menurun, karena terkadang pola makannya sedikit tidak teratur akibat tidak berselera makan.Selama bekerja di kantor, Eleanor tetap bersikap profesional meski terkadang pegawainya sendiri juga mencemaskan kesehatannya karena setiap rapat Eleanor selalu berkeringat dingin dan wajahnya pucat. Maka dari itu, sejak Eleanor hamil, pekerjaannya jadi sedikit berkurang karena suaminya yang menangani sebagian besar pekerjaannya.Sebelum memasuki jam kerja,