Share

Chapter 6: Lamaran Dadakan

Kali ini Eleanor tidak ingin membiarkan sang direktur menunggu terlalu lama di depan pintu. Ia membuka pintu kediamannya perlahan mengamati sang direktur yang awalnya berwajah lesu kini kembali bersemangat. 

Cedric langsung berdiri percaya diri dan merapikan penampilannya sedikit kusut. Akhirnya senyuman tipis kembali menghiasi wajah tampannya. Tidak peduli ia menunggu sampai membutuhkan waktu sekitar satu jam, akhirnya ia bisa berbincang lagi dengan wanita yang sangat ia percayai.

“Masuklah.” Pada akhirnya Eleanor mengucapkan satu kata yang sangat ingin didengarkan Cedric. 

Tanpa berbasa-basi, tentunya Cedric langsung memasuki kediaman itu dan mengekori sang pemilik kediaman dari belakang. Sorot matanya mengamati sekeliling kediaman ini masih terlihat rapi membuatnya sedikit lega. 

Eleanor dan Cedric duduk bersebelahan di sofa ruang tamu. Sampai sekarang bibir mereka masih terkunci rapat. Namun, tidak berlaku untuk Eleanor ingin mengomelinya sekarang, karena direktur tampan sempat lesu membuatnya merasa bersalah. 

“Kenapa kamu keras kepala? Bagaimana kalau seandainya ada orang yang melihatmu dari tadi? Kamu ingin masuk berita lagi seperti sebelumnya?!”

“Sudah kukatakan sebelumnya. Aku memang berniat ingin bertanggung jawab padamu.”

“Tapi, kamu bisa mengunjungiku di lain waktu. Bagaimana kalau aku tidak membiarkanmu masuk sampai besok pagi? Kamu bisa terserang flu juga!” 

Bola matanya terbelalak. Baru menyadari ucapannya barusan tidak sengaja keceplosan. Apalagi sepanjang hidupnya, ini pertama kalinya ia mengatakan hal paling memalukan sepanjang hidupnya terhadap seorang pria, terutama pria baru dikenal. 

Tentunya bagi Cedric perkataan itu sangat membuatnya bahagia dalam sekejap. Senyuman ceria menghiasi wajah tampannya dan tangan kanannya menggenggam tangan kiri Eleanor. 

“Karena aku merindukanmu, Eleanor. Tidak peduli aku terserang flu atau apa pun, aku lebih mencemaskan keadaanmu. Maka dari itu, sejak kita berpisah, aku ingin mendatangimu sebenarnya.”

Jantung berdebar kencang tiba-tiba seketika mendengar ucapan direktur sangat memedulikannya. Pipinya mulai memanas, tapi ia sulit mengendalikannya. Eleanor langsung memalingkan matanya dan melepas sentuhan tangan itu perlahan untuk menghindari rasa canggung.

“Ternyata kamu masih ada hati nurani juga padaku. Kukira kamu akan mengabaikanku atau mungkin kamu menyimpan dendam padaku.” Eleanor menuduh dengan nada sedikit angkuh. 

“Aku tidak pernah menyimpan dendam padamu. Tentu saja, selama ini aku selalu mencemaskanmu. Mungkin kamu tidak bisa tidur nyenyak atau selera makanmu menurun drastis.”

Eleanor tidak bisa berkata apa pun selain melakukan hal lain untuk mengalihkan pikirannya. Dirinya beranjak sejenak melangkah menuju pantry. Tanpa menolehkan kepala ia menyalakan mesin kopi berniat ingin membuatkan kopi untuk dirinya dan tamu istimewa. 

“Kamu mau kopi? Akan kubuatkan untukmu.”

“Sebenarnya aku tidak ingin merepotkanmu. Tapi, karena kamu sudah berniat ingin membuatkan untukku, sudah pasti aku tidak menolak.”

Tidak membutuhkan waktu lama, Eleanor membawa dua cangkir kopi dan menaruhnya di meja ruang tamu. Netra indahnya masih sulit memandangi pesona ketampanan sang direktur mulai menggodanya sekarang. Meski penampilan sang direktur sedikit kusut, tetap saja di matanya masih terlihat menyegarkan. Begitulah dirinya sejak pertemuan pertama saat itu. 

“Kopi untukmu.”

“Terima kasih, Eleanor.”

Eleanor sengaja berdeham mengurangi rasa canggung dan langsung menyesap kopi panas itu tanpa meniupnya hingga bibirnya terasa seperti terbakar. 

“Aahh! Panas!”

Dengan panik Cedric menaruh gelas kopinya dan memajukan wajahnya mendekati bibir indah itu. “Kamu tidak apa-apa? Bibirmu terluka?”  

“Aku baik-baik saja. Tadi aku hanya sedikit terkejut saja.”

“Kamu harus berhati-hati. Bagaimana kalau seandainya bibirmu sungguh terluka? Aku juga panik tadi!”

“Terima kasih sudah mencemaskanku.” Eleanor menunduk malu sambil menyelipkan helaian rambut panjang ke belakang telinga. 

Tatapan Cedric semakin fokus memandangi bibir indah berkilauan itu mulai menggoda netra gagahnya. Namun, ia masih bisa menahan dirinya tidak melakukan apa pun terhadap bibir itu. Yang ia bisa lakukan adalah mengusap bibir indah itu lembut dengan jempol, menambah debaran jantung Eleanor semakin tidak beraturan. Sudah pasti, ini pertama kalinya saat ia bersikap ceroboh, ada pria yang sangat memedulikannya, dibandingkan pria lain menyindirnya atau menertawakannya.

Jika dibayangkan posisi mereka saat ini, mungkin orang lain akan menganggap mereka sungguh ingin berciuman mesra. Padahal situasi sangat berbeda jauh dari ekspektasi. Cedric lebih mementingkan kondisi bibir itu dibandingkan menikmati kenikmatan penuh hawa nafsu yang biasanya dilakukan pria lain di saat kesempatan emas mendatang. 

Matanya sampai tidak berkedip menikmati pemandangan indah tepat di hadapannya yang jaraknya kurang dari dua meter. Mungkin kalau Eleanor memajukan kepalanya sedikit lagi, mungkin sentuhan bibir itu akan terjadi. Tapi, ia tidak ingin melakukannya. Karena ia belum memiliki perasaan istimewa terhadap pria ini. 

“Cedric, kamu tidak minum kopimu? Nanti keburu dingin.”

“Tidak apa-apa. Aku lebih mementingkan kamu daripada kopi.”

Satu kalimat terakhir itu berhasil membuat hati Eleanor sangat tersentuh. Meski terdengar sederhana, tapi ia sangat menyukainya. Memang sih selama ini banyak pria yang menggombalnya, tapi entah kenapa ketika Cedric mengatakannya terdengar sangat tulus dan ia sangat menyukainya. 

“Kalau begitu, aku tidak akan bertanggung jawab kalau kopinya dingin lalu kamu terserang flu.”

Cedric tertawa lepas sambil memundurkan kepala. “Kamu kalau tidak akan bertanggung jawab juga tidak masalah bagiku. Yang terpenting aku harus bertanggung jawab padamu atas kesalahanku beberapa saat lalu.”

“Cedric ….”

Situasi mulai sedikit canggung karena masalah utama yang mereka hadapi belakangan ini. Cedric merapikan dasinya sedikit miring dan berdeham sejenak. 

“Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi, Eleanor. Sebenarnya belakangan ini aku sangat marah melihat para haters selalu menyerangmu di media sosial apa pun. Maka dari itu, aku harus bertanggung jawab padamu sepenuhnya. Kamu jangan memarahiku kalau kamu tidak menyetujui ideku terkesan gila. Tapi ini demi kebaikan kita berdua.”

“Omong-omong, sejak insiden ini apakah kamu dimarahi kedua orang tuamu? Biasanya di drama yang pernah aku tonton, keluarga orang kaya itu sangat berat dan ketat peraturannya. Kalau anaknya melakukan kesalahan fatal sampai melibatkan media, pasti orang tuanya tidak akan mengampuninya dengan mudah dan akan menghukum anaknya habis-habisan tanpa segan.”

Lagi-lagi Cedric tidak bisa menahan tawanya hingga wajahnya memerah. Jika dipikirkan, apa yang dikatakan Eleanor itu sungguh sangat berbeda dengan keluarganya. Meski beberapa saat lalu sang ayah sempat memarahinya habis-habisan, tapi tidak pakai metode siksaan seperti mertua jahat di drama biasanya. 

“Ternyata kamu sungguh suka menonton drama gituan, ya.”

“Begitulah kalau di saat waktu luang aku tidak melakukan apa pun selain menonton drama, baca novel atau komik.”

“Benarkah? Hobimu berarti sama sepertiku!” Cedric bertepuk tangan girang. 

“Jadinya, orang tuamu sungguh menyiksamu karena skandal ini? Pasti harga saham Violette Star Company Limited turun drastis.”

Cedric tersenyum, menyesap kopi sejenak. “Awalnya ayahku memang sempat memarahiku, tapi tidak menyiksaku. Bahkan ayahku tidak memarahiku lagi. Tenang saja, keluargaku bukan tipe keluarga seperti yang ada di drama.”

“Syukurlah. Sebenarnya selama ini aku mencemaskanmu juga.”

Cedric tidak ingin berbasa-basi lagi. Ia mengambil napasnya panjang dan membuangnya perlahan mempersiapkan mental untuk mengatakan hal yang tidak pernah diucapkannya sepanjang hidupnya. 

“Eleanor, aku ingin melindungimu sepanjang hidupku. Aku tidak ingin membiarkanmu terluka lagi atau aku tidak akan membiarkan seseorang mengancammu lagi. Kamu bisa pergunakan aku selama kamu hidup bersamaku. Memang ini tidak seperti kamu bayangkan, apalagi hubungan kita hanya teman. Tapi, hanya ini satu-satunya cara aku bisa mengatasi masalah ini bersamamu.”

Cedric mengeluarkan sebuah kotak kecil terlihat elegan dari saku jasnya lalu menyerahkannya untuk Eleanor dengan tatapan tulus. 

“Cedric, apa yang kamu lakukan?” Reaksi Eleanor gugup melihat tingkah lawan bicaranya sedikit aneh. 

Isi dari kotak itu adalah sebuah cincin berlian membuat mulutnya menganga. Telapak tangannya menutupi mulutnya dengan anggun dan tatapannya langsung melotot pada sang direktur. 

“Menikahlah denganku, Eleanor.”

“Apa?!”

“Memang selama ini aku dan kamu belum memiliki perasaan istimewa satu sama lain. Tapi, aku yakin kita berdua pasti bisa saling mencintai seiring waktunya berjalan.”

Namun, tetap saja kehidupan pernikahan adalah hal sulit bagi Eleanor, tentu saja ia pasti keberatan dengan ide gila ini membuatnya sangat syok.

“Tapi Cedric, pernikahan itu bukanlah sebuah permainan!”  

“Aku tahu, memang aku terdengar tidak waras. Tapi sejujurnya, sejak pertama kali bertemu denganmu, aku merasa sangat nyaman setiap kali menghabiskan waktu bersamamu. Aku juga selalu mencemaskan kondisimu setiap kamu tidak bersamaku.”

Eleanor berdecak kesal, kembali menunjukkan sisi amarahnya meledak seperti sebelumnya. “Jadinya, tujuanmu mendatangiku hari ini adalah memaksaku menikah denganmu? Meski aku tidak mencintaimu sama sekali?”

“Aku tidak memaksamu. Aku hanya ingin menjadi pengawalmu setiap kali kamu dalam bahaya. Apalagi mendengar kisahmu waktu itu, aku jadi takut juga. Bagaimana kalau aku kehilanganmu suatu hari nanti?”

“Perkataan manis sama sekali tidak bisa membujuk hatiku! Sudah kuduga, kebanyakan pria kaya itu hobi mempermainkan hati wanita!”

“Eleanor ….”

Eleanor berbalik badan menghindari tatapan wajah tampan itu. Ia sangat marah dicampur bingung dengan hatinya. Marah karena ia dilamar secara tiba-tiba padahal belum pernah berpacaran. Di satu sisi, Eleanor bingung karena sebenarnya ia tidak tega memarahi Cedric karena kondisi mereka senasib selama ini. Apalagi hanya Cedric, pria satu-satunya yang sangat ia percayai. 

“Kenapa kamu tiba-tiba berniat melamarku? Kamu anggap aku adalah mainan? Kalau ingin menggoda wanita, kamu salah orang.”

Cedric menatap percaya diri. “Tidak, Eleanor. Justru aku memilih wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku. Sebenarnya ini juga satu-satunya cara memperbaiki skandal ini. Kalau seandainya kita menikah, bukankah semua orang tidak akan berprasangka buruk lagi? Kamu tidak akan dianggap sebagai wanita murahan.”

“Kalau kamu ingin menikahiku karena skandal itu, aku tidak akan menyetujuinya. Aku tidak pernah berpegang prinsip menikah karena skandal aneh.”

“Sebenarnya inti aku ingin menikah denganmu bukan karena skandal itu, tapi karena hal lain. Bukan karena menghindari perjodohan juga. Tapi karena aku sangat memedulikanmu. Selama ini aku dan kamu tidak pernah berpacaran karena trauma yang kita alami di masa lalu. Maka sejak saat itu, kita tidak pernah memercayai siapa pun dan memutuskan tidak ingin berpacaran. Sejak bertemu denganmu, entah kenapa aku sudah memercayaimu sepenuhnya dan kamu sangat pantas menjadi istriku. Selain itu, kamu juga adalah penyembuh luka trauma yang dialamiku.”

Eleanor duduk mematung dan menolehkan kepala perlahan kembali menghadap wajah tampan itu masih terlihat bersinar. 

“Eleanor, kalau kamu tidak mencintaiku. Kamu bisa memanfaatkan aku. Aku rela melakukannya demi kamu, agar trauma yang kamu alami akan sembuh sepenuhnya dan aku bisa melindungi orang jahat yang ingin mencelakakanmu selama ini. Aku juga bisa merelakan nyawaku demi kamu.”

“Cedric ….”

“Jadilah istriku, maka aku dan kamu bisa memecahkan misteri yang kita hadapi selama ini bersama.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status