Kali ini Eleanor tidak ingin membiarkan sang direktur menunggu terlalu lama di depan pintu. Membuka pintu kediamannya perlahan mengamati sang direktur yang awalnya berwajah lesu kini kembali bersemangat.
Cedric langsung berdiri percaya diri dan merapikan penampilannya kusut. Tidak peduli menunggu sampai membutuhkan waktu sekitar satu jam, akhirnya bisa berbincang lagi dengan temannya.
“Masuklah.” Akhirnya Eleanor mengucapkan satu kata yang sangat ingin didengarkan Cedric.
Tanpa berbasa-basi, Cedric langsung memasuki kediaman dan mengekori sang pemilik kediaman dari belakang. Sorot matanya mengamati sekeliling kediaman ini masih terlihat rapi membuatnya sedikit lega.
Mereka duduk bersebelahan di sofa ruang tamu. Sampai sekarang bibir mereka masih terkunci rapat. Namun, tidak berlaku untuk Eleanor ingin memarahinya sekarang, karena direktur tampan sempat lesu membuatnya bersalah.
“Kenapa kamu keras kepala? Bagaimana kalau ada orang yang melihatmu dari tadi? Kamu mau masuk berita lagi seperti sebelumnya?!”
“Sudah kubilang. Aku memang mau bertanggung jawab.”
“Tapi, kamu bisa mengunjungiku lain kali. Bagaimana kalau aku tidak membiarkanmu masuk sampai besok pagi? Kamu bisa terserang flu juga!”
Bola matanya terbelalak. Baru menyadari ucapannya tidak sengaja keceplosan. Apalagi sepanjang hidupnya, ini pertama kalinya mengatakan hal paling memalukan terhadap seorang pria, terutama pria baru dikenal.
Tentunya bagi Cedric perkataan itu membuatnya bahagia dalam sekejap. Senyuman ceria menghiasi wajah tampannya dan menggenggam tangan kiri Eleanor. “Karena aku merindukanmu, Eleanor. Tidak peduli aku terserang flu atau apa pun, aku lebih mencemaskan keadaanmu. Makanya, sejak kita berpisah, aku mau mendatangimu sebenarnya.”
Jantung berdebar kencang seketika mendengar ucapan direktur sangat memedulikannya. Pipinya mulai memanas, tetapi sulit mengendalikannya. Langsung memalingkan matanya dan melepas sentuhan tangan perlahan untuk menghilangkan rasa canggung.
“Ternyata kamu masih ada hati nurani juga. Kukira kamu akan mengabaikanku atau mungkin kamu menyimpan dendam.” Eleanor menuduh dengan nada sedikit angkuh.
“Justru selama ini aku selalu mencemaskanmu. Mungkin kamu tidak bisa tidur nyenyak atau selera makanmu menurun drastis.”
Eleanor tidak bisa berkata apa pun selain melakukan hal lain untuk mengalihkan pikirannya. Dirinya beranjak sejenak melangkah menuju pantry. Tanpa menolehkan kepala, menyalakan mesin kopi berniat membuatkan kopi untuk dirinya dan tamu istimewa.
“Kamu mau kopi?”
“Sebenarnya aku tidak mau merepotkanmu. Tapi, karena kamu sudah berniat mau membuatkan untukku, sudah pasti aku tidak menolak.”
Tidak membutuhkan waktu lama, Eleanor membawa dua cangkir kopi dan menaruhnya di meja ruang tamu. Netra indahnya masih sulit memandang pesona ketampanan sang direktur. Meski penampilan sang direktur sedikit kusut, tetap saja di matanya masih terlihat menyegarkan. Begitulah dirinya sejak pertemuan pertama saat itu.
“Kopi untuk kamu.”
“Terima kasih, Eleanor.”
Eleanor sengaja berdeham sambil menyesap kopi panas itu tanpa meniupnya hingga bibirnya seperti terbakar. “Aahh! Panas!”
Dengan panik Cedric menaruh gelasnya dan memajukan wajahnya mendekati bibir indah itu. “Kamu tidak apa-apa? Bibirmu terluka?”
“Aku baik-baik saja. Tadi aku hanya sedikit terkejut.”
“Kamu harus berhati-hati. Bagaimana kalau bibirmu beneran terluka? Aku juga panik tadi!”
“Terima kasih sudah mencemaskan aku.” Eleanor menunduk malu sambil menyelipkan helaian rambut panjang ke belakang telinga.
Tatapan Cedric semakin fokus memandang bibir indah berkilauan itu mulai menggoda netra gagahnya. Namun, masih bisa menahan dirinya tidak melakukan apa pun terhadap bibir itu. Yang bisa dilakukan adalah mengusap bibir indah itu dengan jempol, menambah debaran jantung Eleanor semakin tidak beraturan. Sudah pasti, ini pertama kalinya saat bersikap ceroboh, ada pria yang sangat memedulikannya, dibandingkan pria lain menyindirnya atau menertawakannya.
Jika dibayangkan posisi mereka saat ini, mungkin orang lain akan menganggap mereka sungguh ingin berciuman. Padahal situasi sangat berbeda jauh dari ekspektasi. Cedric lebih mementingkan kondisi bibir itu dibandingkan menikmati kenikmatan penuh hawa nafsu yang biasanya dilakukan pria lain di saat ada kesempatan emas.
Matanya sampai tidak berkedip menikmati pemandangan indah tepat di hadapannya yang jaraknya kurang dari dua meter. Mungkin kalau Eleanor memajukan kepalanya sedikit lagi, sentuhan bibir itu akan terjadi. Namun, ia tidak ingin melakukannya. Karena belum memiliki perasaan istimewa.
“Cedric, kamu tidak minum kopimu? Nanti keburu dingin.”
“Tidak apa-apa. Aku lebih mementingkan kamu daripada kopi.”
Satu kalimat terakhir itu berhasil membuat hati Eleanor sangat tersentuh. Meski terdengar sederhana, tetapi ia sangat menyukainya. Memang selama ini banyak pria yang menggombalnya, tetapi entah kenapa ketika Cedric mengatakannya terdengar sangat tulus dan sangat menyukainya.
“Kalau begitu, aku tidak akan bertanggung jawab kalau kopinya dingin, lalu kamu terserang flu.”
Cedric tertawa lepas sambil memundurkan kepala. “Kamu tidak akan bertanggung jawab juga tidak masalah. Yang penting aku harus bertanggung jawab atas kesalahanku beberapa saat lalu.”
Situasi mulai canggung karena masalah utama yang mereka hadapi belakangan ini. Cedric merapikan dasinya sedikit miring dan berdeham sejenak. “Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi, Eleanor. Sebenarnya belakangan ini aku sangat marah melihat para haters selalu menyerangmu di media sosial. Makanya, aku harus bertanggung jawab. Kamu jangan memarahiku kalau kamu tidak menyetujui ideku terkesan gila. Tapi ini demi kebaikan kita berdua.”
“Omong-omong, sejak insiden ini kamu dimarahi kedua orang tuamu? Biasanya di drama yang pernah aku tonton, keluarga orang kaya itu sangat ketat peraturannya. Kalau anaknya melakukan kesalahan fatal sampai melibatkan media, pasti orang tuanya tidak akan mengampuninya dengan mudah dan akan menghukum anaknya tanpa segan.”
Lagi-lagi Cedric tidak bisa menahan tawanya hingga wajahnya memerah. Jika dipikirkan, apa yang dikatakan Eleanor itu sungguh berbeda dengan keluarganya. Meski beberapa saat lalu sang ayah sempat memarahinya habis-habisan, tetapi tidak pakai metode siksaan seperti mertua jahat di drama.
“Ternyata kamu suka menonton drama gituan, ya.”
“Biasanya di saat waktu luang aku tidak melakukan apa pun selain menonton drama, baca novel atau komik.”
“Benarkah? Hobimu berarti sama sepertiku!” Cedric bertepuk tangan girang.
“Jadinya, orang tuamu beneran menyiksamu karena skandal ini? Pasti harga saham Violette Star Company Limited turun drastis.”
Cedric tersenyum sambil menyesap kopi sejenak. “Awalnya ayahku sempat memarahiku, tapi tidak menyiksaku. Tenang saja, keluargaku bukan tipe keluarga seperti di drama.”
“Syukurlah. Sebenarnya aku mencemaskanmu juga.”
Cedric tidak ingin berbasa-basi lagi. Mengambil napasnya panjang dan membuangnya perlahan mempersiapkan mental untuk mengatakan hal yang tidak pernah diucapkannya sepanjang hidupnya. “Eleanor, aku mau melindungimu sepanjang hidupku. Aku tidak mau membiarkanmu terluka lagi dan aku tidak akan membiarkan seseorang mengancammu lagi. Kamu bisa pergunakan aku selama kamu hidup bersamaku. Kamu pasti terkejut, apalagi hubungan kita hanya teman. Tapi, hanya ini satu-satunya cara aku bisa mengatasi masalah ini bersamamu.”
Cedric mengeluarkan sebuah kotak kecil terlihat elegan dari saku jasnya, lalu menyerahkannya untuk Eleanor dengan tatapan tulus.
“Cedric, apa yang kamu lakukan?” Reaksi Eleanor gugup melihat tingkah lawan bicaranya aneh.
Isi dari kotak itu adalah sebuah cincin berlian membuat mulutnya menganga. Telapak tangannya menutupi mulutnya dengan anggun dan tatapannya langsung melotot pada sang direktur.
“Menikahlah denganku, Eleanor.”
“Apa?!”
“Memang aku dan kamu belum memiliki perasaan istimewa satu sama lain. Tapi, aku yakin kita berdua pasti bisa saling mencintai seiring waktunya berjalan.”
Namun, kehidupan pernikahan adalah hal sulit bagi Eleanor, tentu saja pasti keberatan dengan ide gila ini membuatnya sangat syok. “Tapi Cedric, pernikahan itu bukanlah sebuah permainan!”
“Aku tahu. Tapi, sejak pertama kali bertemu kamu, aku sangat nyaman. Aku juga selalu mencemaskan kondisimu setiap kamu tidak bersamaku.”
Eleanor berdecak kesal, kembali menunjukkan sisi amarahnya meledak seperti sebelumnya. “Jadinya, tujuanmu mendatangiku hari ini adalah memaksaku menikah denganmu? Meski aku tidak mencintaimu sama sekali?”
“Aku tidak memaksamu. Aku hanya mau menjadi pengawalmu setiap kali kamu dalam bahaya. Apalagi mendengar kisahmu waktu itu, aku jadi takut juga. Bagaimana kalau aku kehilanganmu suatu hari nanti?”
“Perkataan manis sama sekali tidak bisa membujuk hatiku! Sudah kuduga, kebanyakan pria kaya itu hobinya mempermainkan hati wanita!”
“Eleanor ….”
Eleanor berbalik badan. Sangat marah dicampur bingung dengan hatinya. Marah karena dilamar tiba-tiba padahal belum pernah berpacaran. Di satu sisi, bingung karena sebenarnya tidak tega memarahi Cedric karena kondisi mereka senasib selama ini. Apalagi hanya Cedric, pria yang sangat dipercayainya.
“Kenapa kamu tiba-tiba melamarku? Kamu anggap aku mainan? Kalau mau menggoda wanita, kamu salah orang.”
Cedric menatap percaya diri. “Tidak, Eleanor. Justru aku memilih wanita yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku. Sebenarnya ini juga satu-satunya cara memperbaiki skandal. Kalau kita menikah, bukankah semua orang tidak akan berprasangka buruk lagi? Kamu tidak akan dianggap sebagai wanita murahan.”
“Kalau kamu menikahiku karena skandal itu, aku tidak akan setuju.”
“Sebenarnya aku mau menikahimu bukan karena skandal itu, bukan karena menghindari perjodohan juga. Tapi karena aku sangat memedulikanmu. Selama ini aku dan kamu tidak pernah berpacaran karena trauma yang kita alami di masa lalu. Maka sejak saat itu, kita tidak pernah memercayai siapa pun dan memutuskan tidak berpacaran. Sejak bertemu kamu, entah kenapa aku sudah memercayaimu sepenuhnya dan kamu sangat pantas menjadi istriku. Selain itu, kamu juga penyembuh luka trauma yang dialamiku.”
Eleanor duduk mematung dan menolehkan kepala perlahan kembali menghadap wajah tampan itu masih terlihat bersinar.
“Eleanor, kalau kamu tidak mencintaiku, kamu bisa memanfaatkan aku. Aku rela melakukannya demi kamu, agar trauma yang kamu alami sembuh sepenuhnya dan aku bisa melindungi kamu dari orang jahat yang mau mencelakakanmu selama ini. Aku juga bisa merelakan nyawaku demi kamu.”
“Cedric ….”
“Jadilah istriku, maka aku dan kamu bisa memecahkan misteri yang kita hadapi selama ini bersama.”
Sinar matahari bersinar terang menerangi seisi kamar hotel. Sebelum melanjutkan kencan mereka lagi, Eleanor dan Cedric bersiap-siap di kamar memakai pakaian casual untuk kencan di luar ruangan.Eleanor sedikit kesulitan memasang anting istimewa pemberian suaminya, karena helaian rambut panjang menghalangi daun telinga. Melihat suaminya sudah berpenampilan sempurna, dengan gaya manja ia mulai merayu sang suami dengan trik manis.“Sayang, bolehkah kamu membantuku sebentar?”“Kamu kesulitan pakai anting?” Cedric merebut sepasang anting milik istrinya, kemudian memasangkan satu per satu telinga.Rona merah menyala pada pipi Eleanor. Tanpa dijelaskan rinci, suaminya sudah tahu apa yang dimaksudnya. Entah kenapa masih sangat pagi tapi jantun
Hari yang paling dinantikan telah tiba. Sepasang suami istri sudah memasuki usia pernikahan satu tahun, namun tingkah mereka seolah-olah baru menikah kemarin.Sang buah hati dititipkan pada orang tua mereka yang akan merawat selama lima hari. Suasana hati Cedric terlalu bahagia akhirnya menikmati bulan madu kedua kalinya bersama istri tercinta sampai ia sudah mempersiapkan sebuah bucket list berisi kegiatan yang akan dilakukan mereka selama lima hari.Cedric juga sengaja memesan tiket pesawat sama seperti sebelumnya supaya bisa memperbaiki suasana sebelumnya terkesan canggung, kini sangat manis bahkan mungkin membuat beberapa penumpang iri melihat mereka sedang bercumbu.Meski Eleanor sudah melewati masa mengandung anaknya, tapi sikap manjanya sampai sekarang masih terlihat manis, membuat Cedric se
Satu bulan kemudian…Menjelang hari ulang tahun pernikahan, sesuai dengan janji sebelumnya Eleanor dan Cedric akan melakukan bulan madu kedua kalinya merayakan hari ulang tahun pernikahan sekaligus ingin menciptakan kenangan terindah sekali lagi di destinasi wisata yang sama seperti sebelumnya, karena bagi Eleanor bulan madu saat itu kurang terkesan istimewa.Bulan madu hanya berlangsung selama lima hari saja, karena Eleanor tidak bisa meninggalkan anaknya terlalu lama dititipkan pada sang ibu merawatnya untuk sementara.Sebelum bepergian jauh, Eleanor dan Cedric bermain bersama bayi mungil mereka di kamar bayi sepuasnya. Apalagi melihat bayi mereka selalu terlihat bahagia setiap kali bermain, rasanya tidak rela juga meninggalkan anak mereka demi bisa berlibur.
Satu bulan kemudian…Perut Eleanor sudah sangat besar. Bahkan saat bangun tidur rasanya sedikit berat membangkitkan tubuhnya, harus dibantu sang suami. Eleanor tidak bisa bekerja lagi sejak memasuki usia kandungan tujuh bulan. Oleh karena itu, meski di hari kerja, kegiatan yang bisa dilakukannya hanya menonton drama, itu saja harus genre romantis supaya dirinya tetap tenang.Sang istri tidak bekerja, begitu juga Cedric hanya ingin menemani istrinya sepanjang hari jika tidak ada urusan penting di kantor. Karena ia cemas akan terjadi sesuatu pada sang istri, apalagi usia kandungan sekarang kemungkinan besar menandakan sang buah hati akan mendatangi dunia ini.Rasa bosan yang dialami Eleanor sedikit menghilang berkat pelukan kasih sayang yang diberikan sang suami saat ini membuat tingkah manjan
Tidak terasa sekarang sudah memasuki usia kandungan tujuh bulan. Setelah melakukan USG untuk memeriksa jenis kelamin sang buah hati, teridentifikasi bayi sepasang suami istri ini adalah perempuan. Keinginan Eleanor dan Cedric akhirnya terkabul juga memiliki seorang anak perempuan dibandingkan laki-laki, meski sebelumnya mereka selalu mengatakan memiliki anak saja sudah bersyukur.Perut Eleanor sangat besar sehingga membuatnya tidak bisa berjalan lincah seperti biasa. Namun, Cedric tetap menemaninya penuh kesabaran, bergandengan tangan berjalan santai mengelilingi pusat perbelanjaan berbelanja kebutuhan bayi.Eleanor menarik tangan suaminya kegirangan memasuki toko khusus menjual keperluan bayi perempuan. Pandangan Eleanor berbinar memandangi semua perlengkapan bayi terlihat menggemaskan, apalagi yang difokuskan adalah pakaian bayi perempuan dengan m
Seiring waktu berjalan, Cedric merawat istri tercintanya dengan penuh kasih sayang, meski terkadang sikap istrinya terkesan menyebalkan karena efek samping sedang hamil sehingga temperamennya agak buruk.Sudah hampir memasuki satu bulan usia kandungan. Setiap pagi Eleanor selalu mengalami morning sickness membuat suaminya selalu mencemaskan kondisi kesehatannya menurun, karena terkadang pola makannya sedikit tidak teratur akibat tidak berselera makan.Selama bekerja di kantor, Eleanor tetap bersikap profesional meski terkadang pegawainya sendiri juga mencemaskan kesehatannya karena setiap rapat Eleanor selalu berkeringat dingin dan wajahnya pucat. Maka dari itu, sejak Eleanor hamil, pekerjaannya jadi sedikit berkurang karena suaminya yang menangani sebagian besar pekerjaannya.Sebelum memasuki jam kerja,