Jaydan Y.M
Gue Jay, Jaydan Lo pramudina bukan? Pramudina |Jay siapa? Gw nggak kenal! |Iyes, |Dapat kontak gw dari siapa? Jaydan Y.M Lo sendiri yang kasih kartu nama di Bandara Pramudina |Hah? Kapan?! |Emang lo pernah ketemu gw? Jaydan Y. M Siang tadi lo numpahin minuman ke jaket gue Sayang sekali padahal jaket itu baru gue beli beberapa hari yang lalu| Pramudina |Wait, ada kesalapahaman. |Kayaknya yg lo temuin tadi itu temen gw. Btw, gw udah ada di bali dari kemarin. Dia salah ambil kartu nama. |Gienka bilang ntar bakal ganti jaketnya. Jaydan tersenyum ketika membaca pesan terakhir dari seseorang. Benarkan dia tak pernah salah mengenali seseorang? Ternyata gadis yang nggak sengaja ia lihat di pesta pernikahan Lucas adalah gadis yang sama ia temui di Bandara. Oh, siapa tadi nama gadis itu? Gienka. Jaydan mengangguk-anggukan kepalanya, lalu memandang ke luar jendela kamar hotel tempat ia menginap. Meneguk minuman kaleng hingga tandas, "Nama yang unik, Gien-ka." Lalu ia kembali tersenyum, kali ini jauh lebih lebar. Lesung pipi yang ia miliki sampai tercetak jelas, enggan di sembunyikan. "Woi!" Seru Theo membuat Jaydan yang tengah berdiri di sebelah jendela itu terlonjak kaget. "Apaan sih?" "Lo kenapa? Senyum-senyum sendiri, mau gue bawa ke psikiater," Tegur Theo, laki-laki itu sibuk merapikan beberapa barang dan memasukkannya ke dalam koper. Theo dan Jaydan berada di kamar yang sama, sementara Dareen memilih untuk sendiri. "Gue masih waras, bego." "Terus ngapain lo kayak gitu, ngeri gue lihatnya," gerutu Theo. "Ada kucing kepleset tadi," ucap Jaydan asal, lalu beralih duduk di sofa single dekat jendela. Theo yang berada di sisi tempat tidur berjalan menghampiri Jaydan. Rasa penasaran tiba-tiba saja menyelimuti dirinya. Matanya menatap keluar jendela, mengamati dalam diam. Tapi Theo tidak menemukan apapun, "mana?" "Tadi disana." Jaydan menunjuk dengan dagunya. "Ngaco lo," "Yaudah larilah kucingnya, udah dari tadi. Kenapa? lo mau kasih pertolongan pertama?" "Mabuk lo, jelas-jelas nggak ada," ujarnya kesal. Jaydan hanya tertawa melihat wajah kesal Theo. "Ck! Gue tidur dulu, besok balik duluan ada jadwal operasi pagi gue." Jaydan berdeham, lalu kembali menatap layar ponselnya, tepatnya sibuk mengetik sesuatu. Jaydan Y.M Boleh send kontaknya temen lo?| Pramudina |Sorry nih, kalo gue mau aja kasih ke lo, |Berhubung orangnya kagak mau. |Lewat gw aja katanya, Jaydan Y.M Ok, no problem| What?! Selain Netta ternyata ada gadis lain yang menolaknya? Apa pesonanya akhir-akhir ini menurun? Jelas nggak mungkin? di pesta tadi masih banyak yang curi-curi pandang pada Jaydan. Jaydan menghela nafas panjang, pupus sudah harapannya memiliki kontak gadis itu. Sepertinya gadis bernama Gienka tidak mudah untuk ia dekati. Mengingat sikapnya tadi, sedikit cuek dan kentara ingin selalu menghindar dari Jaydan. Dia perlu putar otak memikirkan strategi untuk mendekati Gienka. Dia bisa memikirkan strategi itu kapan-kapan, beberapa hari kedepan Jaydan hanya akan fokus beristirahat atau bersenang-senang di Bali. Karena memang Jaydan belum sempat memesan tiket penerbangan untuk balik ke Jakarta, jadi ia putuskan untuk menetap dan beristirahat di pulau penuh destinasi wisata itu. Sebelum kembali beraktifitas mengudara dan berkutat dengan berbagai macam panel di Flight deck atau biasa disebut dengan kokpit- bagian depan pesawat dimana tempat pilot mengemudi. Sehari sebelum dinas, Jaydan memutuskan berkumpul dengan sahabat-sahabatnya, siapa lagi kalo bukan Theo serta Dareen. Jaydan sudah mengenal Theo dan Dareen sejak lama, bahkan masih dalam kandungan sekalipun. Iya, masing-masing orang tua mereka sudah kenal bahkan menjalin persahabatan sejak di bangku perkuliahan. Maka dari itu, tali persahabatan ini diteruskan oleh anak-anaknya. Jaydan, Theo dan Dareen selalu berada di sekolah yang sama sejak taman kanak-kanak hingga SMA. Baru, mereka terpisahkan saat di bangku kuliah. Ketiganya memutuskan untuk mengejar impian masing-masing dan berjanji berkumpul kembali saat semuanya sukses. Dan beberapa tahun terakhir ini ketiganya kembali bersama. Di tengah-tengah kesibukan, mereka rela meluangkan waktu untuk sekedar makan siang bahkan berlibur bersama. Saling bercerita tentang hobi, pekerjaan bahkan wanita- yang paling banyak bercerita tentang satu itu hanya Jaydan. Kalo Theo hanya beberapa kali saja, sedangkan Dareen hampir tidak pernah. Jaydan sempat mempertanyakan, sahabatnya yang satu itu masih normal apa nggak? Tapi malah kena lemparan bantal sofa, saat ketiganya kumpul di apartemen Theo – salah satu markas tempat mereka berkumpul kalo lagi malas nongkrong di cafe. . Sudah hampir setengah jam Jaydan berada di salah satu cafe yang Dareen rekomendasikan, sebagai tempat mereka berkumpul. Cafe yang lumayan dekat dari apartemennya karena masih di kawasan yang sama, daerah Setiabudi. Tapi lebih dekat lagi dari Rumah Sakit tempat Theo bekerja, karena laki-laki itu tinggal berjalan saja sudah sampai. Ada yang berbeda dengan perkumpulan rutin mereka, biasanya hanya bertiga dan semuanya adalah seorang laki-laki. Tapi kali ini ada seorang gadis yang nyempil. Jadi genap ada empat orang yang berkumpul di meja bundar itu. Jaydan kira, gadis itu adalah orang yang di jodohkan dengan Dareen, karena beberapa hari lalu, Dareen sempat curcol sedikit di grup chat bahwa ia sedang di jodohkan. Ternyata bukan, gadis itu Fanya, sepupunya Dareen dari Yogjakarta sekaligus pemilik cafe itu. Kesan pertama melihat Fanya, tentu yang terlintas dalam pikiran Jaydan hanya satu kata 'cantik' tidak lebih. Melihat gadis itu, mengingatkan Jaydan pada Gienka, kira-kira saat ini apa yang dilakukan gadis itu? dimana gadis itu tinggal? Apakah ia bisa bertemu kembali? Sayangnya dari seratus persen, hanya sepuluh persen saja kemungkinan Jaydan di pertemukan kembali dengan Gienka. Bagaimana tidak? mereka hanya dua orang asing yang tak sengaja di pertemukan. Jaydan tak punya informasi tentang Gienka, yang ia tahu hanya kartu nama teman gadis itu -Dina. Lantas bagaimana ia bisa bertemu dengan gadis itu? Tanya nama saja ia di hiraukan. Minta kontak agar ia bisa lebih mudah bertukar pesan dengan Gienka tanpa lewat perantara aka Dina, ditolak. Terus gimana Jaydan bisa dekat sama itu orang? Semoga aja ada keajaiban Tuhan. Jaydan menghela nafas panjang, lalu menyeruput segelas americanonya. "Kenapa lo?" tanya Dareen yang memang duduk di sisi Jaydan, mungkin laki-laki itu mendengar helaan nafas panjangnya. "Gimana ngejelasinnya yah," Jaydan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "beberapa hari ini gue kepikiran sama seseorang. Kita nggak pernah ada hubungan atau kenal sebelumnya, gue baru pertama kali ketemu dia di Bali. Gue mau kenal lebih jauh sama dia, sementara gue nggak tahu dia tinggal dimana, kerjanya apaan, yang gue tahu cuman nama pendeknya doang, sama kontak temennya." "Cewek bukan?" tebak Theo. Jaydan mengangguk, "Iyalah apalagi, masa kucing." "Yah, lo tinggal minta dikenalin sama temennya. Susah amat." "Masalahnya, gue udah minta kontak dia lewat temennya, tapi itu cewek katanya nggak mau. Kalo ada apa-apa gue suruh ngechat lewat temennya. Mana bisa gue ngedeketin dia kalo gitu? padahal gue niatnya baik loh, mau ngajakin dia kenalan," omel Jaydan. "Mungkin dia tahu, lo orangnya kek gimana." "Emang gue gimana?" "Buaya," ceplos Dareen. "Mana bisa, begitu. Lihat dari coverannya? Gue ganteng gini di bilang mirip buaya. Nggak bisalah" Ujar Jaydan tak suka, "Maksud si Dareen, sifat lo yang kayak buaya. Sukanya mainin cewek." Jaydan memandang kesal, "rese! gue ini minta solusi ke lo-lo pada. Tapi ujungnya selalu kayak gini, udah ngomong panjang kali lebar, buang-buang waktu dan tenaga." "Macam rumus luas persegi panjang itu" Fanya yang sejak tadi menyimak obrolan para laki-laki itu, akhirnya tertawa setelah mendengar penuturan kakak sepupunya-Dareen. Lalu, memandang sejenak pada Jaydan. "Gini Mas Jaydan, mungkin cewek itu sudah punya someone or ada ikatan sama seseorang. Jadi nggak mau sembarangan berhubungan sama cowok lain, apalagi mas Jaydan tergolong orang asing, takutnya kalo dia menerima kehadiran mas Jaydan malah jadi boomerang di hubungannya." Jaydan nampak mengingat sesuatu, seingatnya tidak ada cincin polos yang melingkar di jemari gadis itu, jadi dia bisa menyimpulkan kalo Gienka belum ada ikatan dengan seseorang? Tapi kalo ada pawang -alias pacar, bisalah Jaydan menunggu sampai hubungan gadis itu berakhir. "Nggak ada, Fan." Jaydan dengan mantap menggeleng. "Tahu dari mana lo? ntar bini orang lagi yang lo kejar," sahut Theo. "Gue yakin, dia masih sendiri. Feeling aja." "feeling-feeling, tai kucing!" Jaydan berdecak, "udah lo berdua mending balik gih, gue mau ngobrol sama Fanya!" "Emang gue mau balik, jadwal operasi gue double hari ini." Ujar Theo sembari bangkit dari tempat duduknya, baru saja ingin melangkah pergi laki-laki itu malah dipanggil sama Dareen. "Heh! Bayar dulu pesenan lo?! Main kabur aja, nggak ada takut-takutnya." Theo tertawa renyah, "Gue kira lo yang bayarin semuanya, ntar deh totalan udah nggak kekejar waktunya. Gue duluan!" setelah berucap laki-laki itu langsung melangkah pergi tanpa menggubris umpatan Dareen. "Temen bangke!!" "Lo juga ngapain masih disini, sana balik gih?" usir Jaydan pada Dareen. "Ogah, gue mau tetep disini." "Padahal gue mau ngobrol berdua sama Fanya. Yaudah Fan anggap aja, orang yang ketiga itu setan." ujar Jaydan sembari mengarahkan dagunya pada Dareen. "Lo yang setan," Jaydan tak memperdulikan Dareen, ia beralih fokus menatap Fanya, yang duduk dihadapannya, "Lanjut obrolan kita yang tertunda Fan!" "Sampai mana tadi mas?" "Kasih gue solusi Fan," "Gimana yah, mas. Saya nggak tahu mau kasih solusi kayak gimana. Kalo mas Jaydan yakin cewek itu belum punya pasangan, yah coba dikejar. Gencarin cari informasi dari temannya, mas Jaydan belum tahu cewek itu kayak gimana kan? Coba tanya ke temennya itu, kalo perlu sampaikan maksud baik mas kalo mau kenal sama cewek itu lebih dekat." "Kalo tetap nggak ada progress gimana? Kalo temennya nggak mau kenalin gue sama Gienka gimana?" "Oh namanya mbak Gienka? Dicoba dulu, yang penting yakin aja mas." ---------- BersambungJaydan melangkahkan kakinya ke rumah yang sudah lama tidak laki-laki itu kunjungi. Sekitar dua bulan lebih, Jaydan tidak menginjakkan kakinya di halaman rumah besar yang bertuliskan Yayasan Panti Asuhan Kasih Bunda. Biasanya ia akan berkunjung dengan keluarga setiap akhir pekan, tapi berhubungan jadwal penerbangan Jaydan yang sering diluar nalar, membuat Jaydan hanya bisa berkunjung sebulan sekali, itu pun kalo dirinya ada waktu.Yayasan ini dikelola oleh keluarga Marva secara turun menurun, yang artinya suatu saat semua tanggung jawab yang berkaitan dengan Yayasan akan dibebankan pada Jaydan, begitupun juga Risha. Sejak kecil pun, Jaydan oleh orangtuanya diperkenalkan dengan suasana panti dan bergaul bersama anak-anak disana. Beberapa para pekerja di Yayasan juga mengenal baik Jaydan dan Risha dari kecil hingga keduanya dewasa. Membawa berbagai makanan, dan kebutuhan lain menjadi rutinitas Jaydan berkunjung ke Yayasan. Padahal, kedua orang tua Jaydan su
Gienka melayangkan potres pada Jaydan. Sesaat laki-laki itu baru selesai memarkirkan mobil dan memutar kunci untuk mematikan mesinnya. "Kenapa lo bawa gue kesini?"Sejak awal, Gienka harusnya berucap demikian, saat ia tahu Jaydan tengah membelokkan kemudinya ke bangunan besar di tengah kota yang difungsikan menjadi pusat perbelanjaan -sebut saja mall."Kata lo terserah mau kemana aja? Yah tujuan gue kesini" ucap Jaydan sembari melepaskan safety belt yang melekat pada dada bidangnya."Tapi gue nggak mau kesini" tolak Gienka. "Salah sendiri ditanyain dari tadi bilangnya 'terserah' mulu." Gienka menghela nafas kesal, memang dari awal adalah kesalahannya sih tidak menentukan tempat yang ingin di tuju, malah menyerahkan pada Jaydan. Tetapi bukan sepenuhnya salah Gienka juga. Jaydan sebagai laki-laki harus bisa peka, setidaknya sedikit saja mengerti kemauan dari seorang wanita. Bukankah Jaydan cukup berpengalaman mengajak wanita berkencan? Kalau memang seperti itu Jaydan harusnya tahu t
Harusnya Gienka tidak melakukan ini 'kan?Menempatkan dirinya di depan meja rias. Berkutat dengan berbagai alat-alat makeup dari brand ternama. Mengaplikasikan semua benda-benda itu, sehingga membuat parasnya semakin cantik dan merona. Biasanya semua itu, akan ia lakukan saat berada di depan kamera. Untuk membuat tutorial yang Gienka upload di laman youtubenya dulu. Tapi, sekarang? Gienka tak lagi berkutat di dunia itu.Lantas kenapa hari ini Gienka sengaja bangun pagi dan menghabiskan hampir satu jam di meja rias?Seolah tersadar dengan pikiran yang berkecamuk dalam benak, Gienka meletakkan cermin kecil yang semula digenggamnya. "Gue cuma pergi jalan, dan bisa-bisanya gue dandan secantik ini?" ujar Gienka pada dirinya sendiri."Hhhh.. Gien lo nggak perlu dandan kayak gini. Dia bukan siapa-siapa.""Okay, dia bukan siapa-siapa, lo harus tampil seperti biasanya..."Gienka berniat menghapus riasan, tapi sebelum hal itu ter
Dua minggu Gienka tidak bisa tidur dengan tenang. Selama itu, kantung di bawah matanya sedikit menghitam.Gienka sudah membolak-balikkan tubuhnya ke segala arah, mencari posisi yang nyaman agar bisa tertidur. Sengaja pula membuat tubuhnya lelah dari pagi hingga malam, dengan maksud Gienka bisa lekas tertidur ketika sampai di rumah. Namun, semua yang ia lakukan tetap nihil, Gienka nyatanya akan berakhir dengan mata terbuka hingga dini hari, atau sampai tertidur dengan sendirinya. Gienka sempat ingin mengkonsumsi obat tidur -dosis ringan, tapi urung ia lakukan. Takut keesokan harinya tidak bisa bangun tepat waktu.Tahu kenapa Gienka bisa seperti ini?Tentu, karena seorang bernama Jaydan.Entah kenapa Gienka selalu memikirkan laki-laki itu. Sampai Gienka tidak bisa tertidur. Jaydan akhir-akhir ini memang memborbardir pikirannya, tak terkecuali malam ini. Kadang-kadang lagi ribet dengan urusan pekerjaan pun, Jaydan mampir memporak-porandakan pikiran Gienka. Ini bukan efek samping dari
Karena malam semakin larut dan taksi yang dipesannya tidak kunjung datang, Gienka secara terpaksa harus pulang diantar Jaydan. Dimana Naresh? Udah pulang duluan, alasannya ada pekerjaan dadakan. Yah kali ada kerjaan dadakan jam sebelas malam? Gienka itu tahu betul, kalo Naresh cuma kerja part time alias setengah hari doang. Dan hampir satu tahun Naresh bekerja, nggak ada tuh yang namanya kerja lembur. Terus tiba-tiba ijin pulang dulu. Apa nggak mencurigakan? Karena Nareshlah, Gienka harus satu mobil lagi dengan Jaydan. Selain itu ada Diana juga yang menyuruhnya untuk pulang bersama anaknya -Jaydan, karena laki-laki itu juga akan pulang ke apartemen. Awalnya Gienka menolak karena sedang menunggu taksi yang sudah dipesan, tapi Diana memaksa dan menariknya mendekati Jaydan yang saat itu hendak memasuki mobil. "Udah, kamu pulang sama anaknya tante aja yah? Daripada lama nunggu taksi nggak datang-datang keburu makin malam. Lagian, nggak baik anak g
Sudah kaget dengan kenyataan, bahwa orangtua Risha adalah dosen pembimbingnya dulu. Kini Gienka makin shock saat Pak Dion memperkenalkan putra sulungnya yang ternyata JAYDAN. Gienka tak tahu berada di situasi macam apa. Tapi, haruskan Tuhan mempertemukan ia dan Jaydan dengan cara seperti ini? Maksud Gienka, kenapa orang di sekitarnya harus berhubungan dekat dengan Jaydan? Kenapa? Takdir? Nggak mungkinlahPerasaan Gienka udah berdoa buat dijauhkan dari sosok seperti Jaydan Yuda Marva. Tetapi hari ini seolah perjuangan Gienka untuk berdoa dari pagi hingga tengah malam sia-sia?Dari sekian penduduk di Jakarta, kenapa juga harus Jaydan? Kalo Jaydan versi lain Gienka bisa maklumi, tapi kalo yang satu ini, Gienka kayaknya nggak tertarik. Apalagi melihat peringai Jaydan yang sudah sejak awal terdeteksi sebagai buaya darat sehingga harus di hindari. Gienka masih tak percaya, seorang Jaydan kini tengah duduk santai di sisi kirinya. Laki-laki itu sudah berada di samping Gienka sejak lima