Dear readers,
Mohon maaf karena dua hari ini aku nggak update yah. Yang follow sosmedku pasti udah tau kalau dua hari yang lalu aku berkabung atas kepergian papa. Sebenarnya udah coba pengen update kemarin, tapi asli otak buntu banget. Ini juga nggak tau bakalan dapat feel-nya. Kalau agak kacau, maaf ya. Silakan baca bab sebelumnya yaa, supaya nyambung lagi. Selamat membaca :) :)
****
Janice kembali memandang ke arah meja yang berjarak lima meter dari posisinya duduk saat ini. Sudah setengah jam berlalu, namun Brandon dan Dominic masih belum selesai dengan pembicaraan mereka. Janice sudah terlalu bosan menunggu. Bukankah tadi Brandon bilang suma sebentar? Apalagi Janice masih ingin berbicara empat mata dengan Dominic tentang kakeknya Ares.
Setelah puluhan tahun gadis itu mencari tahu tentang keberadaan kakeknya dan hasilnya selalu nihil, akhirnya, hari ini dia seperti menemukan titik cerah. Jika ibunya masih ada, mungkin dia akan langsung menghubungi
Guys, tolong bersabar menunggu konfliknya selesai yahh. Pokoknya, aku bakal ketemuin Dominic dan Chalondra setelah konflik keluarga beres. Nggak perlu juga bilang 'jangan kebanyakan konflik, thor', karena ini semua sudah ada di outline bahkan sebelum novel ini launching. Saya nulis based on outline yahh. Kalau ada yang nggak sabar, silakan tunggu sampai tamat dulu ya. Terima kasih. Love youu.
Setelah kembali dari Karawang, Dominic tidak langsung kembali ke kantor. Barusan Reina meneleponnya dan mengajaknya bertemu di suatu tempat. Tepatnya di sebuah restoran Italia yang berada di pusat ibu kota. Dominic cukup penasaran apa tujuan Reina mengajaknya bertemu sekarang, di restoran mahal pula. Apakah wanita itu sudah mendapat gebetan baru yang merupakan pengusaha kaya raya seperi dirinya? Namun dugaan Dom salah. Dia justru lebih terkejut melihat siapa yang kini duduk di sebelah mantan isterinya itu. Sagara Theodor. "Dominic." Sagara berdiri, mengulurkan tangan dan disambut dengan cepat oleh Dominic. "Pak Sagara, bagaimana bisa sampai di sini?" Dominic langsung bertanya sambil duduk di kursi kosong yang tersedia. Dia juga melihat ke arah Reina sebentar, seperti ikut meminta penjelasan. "Dom, tadi aku ketemu Pak Sagara di bandara. Dan sori, aku ceritain apa yang sedang terjadi di perusahaan kamu." Sagara mengangguk membenarkan kal
Malam harinya Dominic terbaring lemas di atas kasur yang ada di apartemennya. Kepalanya sakit, pusing. Tubuhnya pun ikut lemas setelah mengetahui fakta yang begitu menyakitkan secara bertubi-tubi. Seluruh energi pria itu seperti habis terkuras dan tidak bersisa sama sekali. Dia membutuhkan Chalondra. Dia ingin dipeluk. Dia ingin dihibur. Dia ingin mendengar kata-kata manis dari gadis itu. Dan yang lebih penting, dia ingin gadis itu ada di sisinya sekarang. Namun Dominic masih tetap harus kecewa lantaran nomor ponsel Chalondra masih tidak aktif. Gadis itu benar-benar sangat tega membuatnya menderita seperti ini. “Chalondraaa!” Dominic berteriak frustasi. Dia meremas rambutnya secara kasar. Sungguh, dia sangat merindukan kekasihnya. Dia ingin Chalondra tau apa yang sedang dia rasakan sekarang. Dia juga ingin tau apa yang dirasakan gadis itu sekarang. Apakah Chalondra sudah melupakan dia? Mengapa gadis itu sanggup bersikap seperti ini? Mengapa dia sanggup mengab
Hampir sepuluh menit lamanya Chalondra menatap layar ponsel yang menampilkan pop up chat dari Dominic. Gadis itu sungguh tidak menyangka laki-laki itu akan melakukan cara apa saja untuk menghubunginya. Berganti nomor handphone ternyata tidak menyelesaikan masalah apa pun. Sekarang Cha kembali dilanda rasa gundah. Haruskah dia membaca pesan tersebut? Dominic jelas-jelas mengatakan kalau pria itu sangat membutuhkannya, merindukannya. Grace yang kebetulan sedang berkunjung ke kamar Chalondra tentu saja menyadari apa yang sedang dipikirkan adik sepupunya itu. Chalondra pasti sedang mengalami perang antara hati dan pikirannya. “Cha.” Grace menyentuh lengan gadis kecil itu dan membuatnya terkesiap. “E-eh, i-iya Kak Grace?” “Kamu bahagia kayak gini?” “Ka-kayak gini gimana maksudnya, Kak?” Grace memanjangkan dagunya dan menunjuk ke arah ponsel gadis itu. “Menghilang, kabur tanpa kabar.” “Oh …” Chalondra pun langsung mengerti. “Aku ngga
Guys, ini adalah sederetan flashback tentang bagaimana dua keluarga (Ellordi dan Louis) tiba-tiba bisa berkumpul untuk menghadapi Ares. Yang gak suka baca flashback, apalagi ini tentang lukisan lagi, skip aja yaaa. Happy readinggggg.*****Flashback 1 (Brandon dan Chris, malam hari setelah Chris mengusir Chalondra dari rumah)Brandon berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuanya dengan perasaan yang campur aduk. Barusan keributan terjadi lagi. Memang tidak se parah tadi siang –saat ayahnya menghabisi Dominic – tapi ini pasti sama-sama menyakitkan bagi Chalondra. Chris menyuruh adiknya itu untuk keluar dari rumah.Ini sama sekali di luar ekspektasi Brandon. Dia tidak menyangka ayah mereka akan se kecewa ini setelah mengetahui Chalondra sudah memberi segalanya kepada Dominic. Mungkin Brandon memang tidak tau bagaimana perasaan seorang ayah yang dikhianati anak perempuannya, tapi bagi Brandon ini sudah terlalu jauh. Dia berniat melakukan negosi
Flashback 3 (Dominic dan Brandon, saat berkunjung ke tempat Solihin) “Jadi … Ares, Anjar dan Reina itu adalah kaki tangan kalian?” Lidah Brandon kaku saat Dominic menyebutkan nama Ares dan Anjar. Pria itu juga meledeknya dengan menuduh kedua orang itu adalah kaki tanganya. Apakah ketakutan Chris –tentang keluarga Louis yang akan mencurigai mereka –itu benar-benar terjadi sekarang? Tidak bisa dibiarkan. “Kita perlu bicara, Pak Dom.” Brandon bahkan mengabaikan Janice yang sudah ikut turun ke bawah. Mereka sepakat untuk masuk ke sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari gudang Solihin. “Tunggu di sini.” Brandon memberi perintah agar Janice duduk di meja yang berjarak lima meter dari meja yang sudah ditempati Dominic. Mereka ingin membahas hal yang sangat serius. “Baik, Pak.” Janice mengangguk. Setelah itu dia mengawasi punggung Brandon yang mulai menjauh darinya. Brandon menarik kursi yang ada di hadapan Dominic. Setelah terluka para
Flashback 6 (Dominic dan Marcus) Namun dewi fortuna sepertinya masih berpihak kepada Dominic. Jalan buntu yang dia temui saat memikirkan cara untuk mendatangkan Ares dan Anjar besok, akhirnya terjawab setelah dia mendapat telepon dan Hardian, kepala tim keamanan perusahaannya. Demi apa, Dann ternyata kaki tangan Ares dan Anjar juga?? Sekretarisnya itu ternyata berperan dalam penukaran lukisan di ruangan kerjanya. Dominic sampai tidak sanggup berkata-kata dan tidak sanggup memikirkan apa pun lagi. Bukankah selama ini Dann terlihat hanya patuh kepadanya? Dia bahkan tidak punya gelagat yang mencurigakan jika ternyata dia adalah penjahat yang sama seperti Ares. Dominic juga semakin geram setelah mendatangi kediaman keluarga Dann. Dia menemukan fakta bahwa bayi kecil yang pernah dikatakan Dann jatuh dari baby walker dan masuk rumah sakit, ternyata kondisinya sangat sehat walafiat. Bahkan istri Dann sendiri mengaku anak mereka baik-baik saja. Dominic tidak
Dominic merasakan jantungnya langsung berdetak cepat seperti atlit yang sedang ikut lari marathon. Chris menatapnya dengan tajam seperti ingin mengatakan bahwa dia tidak ada pilihan. Dominic pun melirik ayahnya seperti meminta pendapat pria itu. Marcus pun membalas dengan senyum simpul dan anggukan. Sepertinya Marcus mengetahui maksud Chris menempatkan Dominic bersamanya dalam satu mobil. “Ba-ik, Om.” Dominic menjawab dengan lidah yang bergetar. Brandon yang melihat kekakuannya sudah ingin tertawa dan mengejek. Tapi tidak dilakukannya demi menjaga image nya yang cool. Mobil Marcus dan Miranda yang dibawa oleh Brandon berjalan lebih dulu, disusul mobil Fransisco dan Iriana. Mobil Chris berada di urutan terakhir. Dominic sudah duduk di belakang kemudi dan Chris di jok belakang bersama Amber. Dominic tidak bisa menggambarkan perasaannya sekarang. Sekujur tubuhnya bergetar. Tangannya nyaris tidak sanggup mencengkeram stir dengan baik lantaran kedua tangan
And here they are … berada di dalam ruangan kerja Dominic dan sedang berhadapan dengan dua orang tersangka yang kini terduduk lemah tak berdaya di atas karpet. Dominic yang sedari tadi memimpin rombongan pun bergerak mundur dan mempersilakan Fransisco untuk maju. Sejak masuk tadi, Fransisco tidak bisa berhenti melihat Ares. Benarkah sejak semula Ares sudah memperdaya dirinya tentang lukisan itu? Lukisan yang membuat Frans seperti orang bodoh sekarang. “Apa tujuanmu, Ares! Aku tidak menyangka kau telah membohongiku selama ini dan sudah melakukan kejahatan sampai sejauh ini.” Fransisco memulai dengan suara yang bergetar. Iriana dan Chris berada tepat di sebelahnya untuk memberinya kekuatan. Ares melihat aura kesedihan dan kebencian dari sorot mata sayu Fransisco. Oh, jika mereka semua berada di sini sekarang, itu artinya mereka sudah tau tentang lukisan asli dan palsu itu kan? Huh! Masih berlagak sok suci! Ares memaki di dalam hati. “Aku jahat? Hah. Hah