Share

BAB 8: Tamu Pagi

Musim dingin di kota Paris terasa lebih kuat menjelang pagi, matahari mulai bergerak muncul memancarkan cahaya terang.

Rosea menyibakan gordeng kamarnya dan berdiri di depan jendela, wanita itu menikmati segelas juss sambil melihat pemandangan kota yang memanjakan mata. Rosea ingin jalan-jalan hari ini, karena masalah ingatannya yang hilang, Rosea harus membutuhkan seseorang yang mendampinginya.

Rosea kehilangan kemampuannya dalam berbicara bahasa asing.

Rosea mendengus kesal, kepalanya bergerak ke belakang, melihat pintu kamar Jacob yang terbuka sejak semalam.

Jacob benar-benar belum pulang semalam, dia hanya menghubungi pihak hotel agar mengantarkan sarapan dan bunga permintaan maaf kepada Rosea.

Setelah menghabiskan sarapannya, Rosea memilih meluangkan waktu awalnya dengan bersiap-siap pergi ke gym hotel yang berada di lantai dasar.

Tidak membutuhkan waktu lama untuknya mengikat rambut, mengenakan jaket olahraga dan hot pan yang nyaman, beruntung saja dia juga tidak lupa membawa sepatu olahraga sebelumnya.

Suara ketukan di pintu terdengar.

“Itu pasti Jacob,” bisik Rosea dengan cemberutan di bibirnya.

Rosea berbalik pergi dan membukakan pintu. Mata Rosea terbelalak, melihat anak kecil yang tak lain dan tak bukan adalah Prince.

Prince berdiri di depan pintu mengenakan pakaian formal dan memeluk bucket bunga mawar besar, anak itu berdiri dalam ketegangan namun matanya yang berwarna biru itu terlihat berkilau dipenuhi harapan.

Rosea menelan salivanya dengan kesulitan, mendadak dia merasa cangung bila mengingat interaksi aneh mereka semalam.

“Sea, selamat pagi,” sapa Prince seraya menyerahkan bunga yang dibawanya. “Ini untuk Sea.”

Rosea masih terdiam melihat wajah mungil Prince yang memerah dan matanya yang berbinar senang saat menyerahkan bunga di tangannya kepada Rosea.

Sampai detik ini, Rosea masih tidak memahami, seperti apa hubungannya dengan Prince sebenarnya seperti apa, termasuk hubungannya denga Leonardo hingga sampai harus membuat tunangan laki-laki itu menemuinya dan memperingatkannya.

Rosea sempat berpikir, jika lebih baik dia tidak terlibat percakapan apapun dengan Prince maupun Leonardo, tapi jika anak itu yang menemuinya lebih dulu, Rosea bisa apa?

Dengan cepat Rosea mengubah ekspresi di wajahnya dan tersenyum menerima bunga pemberian Prince. “Terima kasih banyak, kamu baik sekali.”

Wajah Prince bersemu malu, senag dengan pujian Rosea. “Sea senang?”

“Tentu saja, apalagi ini bunga kesukaanku.”

Prince kian tersenyum, ternyata bunga pilihan ayahnya adalah keputusan yang terbaik. “Apa Sea sudah sarapan pagi? Aku ingin mengajak Sea sarapan bersama.”

“Aku minta maaf ya Prince, aku sudah sarapan dan harus pergi olahraga.”

Raut wajah Prince berubah kecewa, anak itu tertunduk lesu padahal dia sudah meminta Adam menyiapkan sarapannya bersama Rosea.

“Baiklah,” jawab Prince nyaris tidak terdengar.

Genggaman Rosea pada bunganya sedikit mengerat, ada rasa bersalah di dalam hatinya karena menolak kebaikan Prince begitu saja. “Anu, jika kamu memiliki waktu, bagaimana jika makan siang bersama?” tawar Rosea ragu.

Wajah Prince terangkat dengan cepat. “Apa Sea mau?”

Rosea menjawabnya dengan satu anggukan yang membenarkan. “Nanti siang kamu datanglah ke sini, aku akan meneraktir kamu makan siang, kamu setuju?”

Senyuman yang sempat hilang di bibir mungil Prince kembali terlihat, Prince mengangguk setuju.

“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa Sea,” tangan Prince melambai hendak pergi.

“Tunggu sebentar,” panggil Rosea yang membuat Prince mengurungkan niatnya untuk melangkah pergi.

“Ada apa Sea?”

“Tali sepatu kamu.” Rosea membungkuk di hadapan Prince dan menunjuk tali sepatunya terlepas. Setelah meletakan bunga di lantai, Rosea segera membantu menalikan tali sepatu Prince. “Lain kali berhati-hatilah, jika kamu tidak sengaja menginjak salah satu tali sepatu kamu yang terjuntai, kamu bisa terjatuh,” nasihat Rosea.

Sudut bibir Prince sedikit terangkat, hatinya menghangat setelah sekian lama merindukan Rosea yang sering menasihatinya sebagai bentuk perhatian.

“Apa aku boleh memeluk Sea?” tanya Prince berkaca-kaca penuh harap.

Rosea tidak langsung menjawab, perlu banyak pertimbangan untuk Rosea memutuskan, anak kecil dan orang dewasa sangat berbeda dalam menghadapi apa yang terjadi.

Rosea tidak mau memiliki hubungan apapun dengan Prince maupun pria yang bernama Leonardo itu, dia juga mau makan siang bersama Prince karena ingin berpisah, Rosea akan pindah hotel.

Rosea menghela napasnya dengan berat melihat Prince yang terlihat menunggu.

Sulit untuk menolak anak selucu dia, lagipula sebuah pelukan adalah hal yang sederhana, bahkan bisa dilakukan oleh sesama orang asing.

Pada akhirnya Rosea mengangguk dan membuka tangannya.

Tubuh Prince menegang, pupil matanya melebar tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya karena Rosea masih memperbolahkannya untuk dipeluk. Dengan cepat Prince melompat ke dalam pelukan Rosea dan memeluknya dengan erat.

Prince memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam, meresapi setiap kerinduan yang dia rasakan perlahan memudar dalam pelukan hangat Rosea.

“Aku sangat merindukan Sea, ayah juga sangat merindukan Sea. Sekarang aku mulai bisa membaca dengan lancar, sekarang temanku bukan hanya Alex saja berkat Sea,” cerita Prince dengan napas tersenggal.

Rosea menepuk punggung Prince, meresakan  pelukan eratnya yang membuat Rosea merasakan seperti pernah memiliki ikatan.

Rosea berpikir untuk tidak mempedulikan ikatan ini, namun mengapa kini dia penasaran dengan apa yang telah terjadi padanya bersama Prince?

To Be Continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status