Share

Part 06 - First Day

Part 06 - First Day

Luna mengendarai motor besarnya menuju Dante's mansion. Di hari pertamanya bekerja, dirinya tak ingin terlambat demi menunjukkan sikap profesionalnya sebagai bodyguard. Luna mengingat kembali kejadian kemarin. Setelah pagi hari mendapat penolakan langsung, pada malam harinya Luna melakukan sesuatu yang membuat Axel menerimanya menjadi pengawal.

Tentunya semua itu memang sengaja dilakukan Luna yang kembali memohon pada Damian untuk membantunya membuat Axel berada dalam bahaya yang dibuat-buat lalu Luna datang dan menjadikan nilai plus pada dirinya di mata Axel. Cara klasik yang sering digunakan Luna dan Damian saat ingin mengerjai kakek mereka ketika bertambah umur.

Sehingga kini di sinilah Luna berada, memarkirkan sepeda motornya. Di halaman belakang Dante's mansion yang tersedia garasi untuk meletakan seluruh kendaraan milik Axel dan para pelayannya. Ia membuka helm dan seketika rambut coklat gelombangnya tergerai indah ke punggung, sambil mengibaskannya ia meletakan helm di atas motornya dengan rapi lalu mengikat rambutnya menjadi satu. Bibir tipis merah alaminya itu tersungging ke atas, Luna menyapa beberapa pelayan yang tengah menyirami pepohonan di sana.

Setelah itu, ia masuk ke mansion dan menuju ruang makan, di mana Roberto sudah menginstruksikannya semalam pada panggilan telepon.

Sementara itu di balik jendela kaca bertirai abu, berdiri di sana Axel yang sempat memerhatikan kedatangan Luna. Cukup lama bahkan sampai Luna menghilang masuk melalui pintu belakang. Dia baru saja selesai membasuh diri dan merapikan penampilannya—menggunakan setelan jas seperti biasa serta mengaitkan kancing lengannya dengan telaten.

Axeleon terbiasa tampil sempurna, dirinya mematutkan penampilan yang akan membuat orang lain memandangnya segan tanpa berani mencelanya. Walau kini ia masih harus tahan akan bisikan para karyawan yang sempat terdengar olehnya, tetapi dengan kekuasaannya … semua itu begitu mudah bagi Axel memecat mereka dan mendapatkan yang baru. Tentunya hal tersebut sempat membuat Roberto mendapatkan pekerjaan tambahan dengan mencari orang yang kompeten sesuai keinginan Axel.

Suara sapaan dari balik pintu kamarnya terdengar. Axel mempersilakan Roberto masuk.

“Selamat pagi, Axel. Pengawalmu sudah tiba. Dia menunggu di ruang makan.” Roberto menyapa akrab sambil mendorong kursi roda di samping ranjang Axel. Mendekatkan benda itu pada tuan mudanya untuk dinaiki.

“Baiklah, mari kita lihat … apa dia bisa bertahan lama bekerja denganku,” ujar Axel menaiki kursi rodanya.

Lalu keduanya berjalan bersisian, tentunya Robert tetap melakukan tugasnya dengan memaparkan laporan yang akan dikerjakan Axel hari ini, dan pertemuannya dengan beberapa klien serta rekan kerjanya. Robert juga melaporkan kondisi stabil dari rumah sakit, hotel dan restoran serta segala properti lain milik Dante's corporated yang menjadi beban berat dipundak Axel saat ini.

Seluruh pelayan menunduk hormat saat suara Axel dan Robert terdengar hadir di koridor menuju ruang makan. Mengingat mansion yang teramat besar, memang sering kali membutuhkan waktu lebih lama hanya untuk tiba ke ruangan lain.

Sementara itu di ruang makan bergaya eropa modern itu, telah berjejer rapi pelayan dan koki yang sudah menyiapkan makanan untuk tuan mereka. Callisto selaku kepala pelayan terlihat masih memeriksa satu persatu makanan yang disajikan di meja panjang dengan kursi yang berbaris rapi mengelilingi meja. Furniture yang dipesan langsung ke pengrajin di Roma itu memiliki ukiran indah pada sandarannya yang berlapis tembaga silver, sementara mejanya berlapis marmer dengan warna senada.

Axeleon tiba di sana, para pelayan pamit undur diri untuk membiarkan Axel menikmati sarapannya dengan tenang dan hanya menyisakan kepala koki serta Calisto.

Sementara Roberto sudah terbiasa menemani Axel sarapan. Kini hanya Luna yang tak tahu harus bagaimana, ia belum terbiasa menjadi pengawal pengusaha seperti Axel. Biasanya dia selalu ditugaskan untuk mengawal bos mafia atau orang dari pemerintahan, itupun dirinya hanya menunggu di luar saat tuannya menikmati makanan ataupun berjalan di depan terkadang di belakang tuan yang dikawalnya. Tentunya bersama beberapa pengawal lain. Karena memang beberapa orang yang memakai jasa pengawal adalah orang penting yang cukup dikatakan berpengaruh untuk beberapa bisnis tertentu.

“Silakan, Nona Davidde.” Roberto memainkan matanya ke arah makanan yang terbuka di hadapan Axel. Tentunya setelah sang koki menjelaskan apa yang dimasaknya hari ini.

Luna mengerutkan keningnya membaca isyarat dari Roberto yang memintanya untuk mencicipi makanan Axel. Luna yang merasa canggung, akhirnya menuruti saja tugas tersebut. Dia mendekat ke samping Axel yang seketika tercium aroma parfum milik pria dingin itu berpadu dengan hidangan di hadapan Axel dan memasuki indera penciuman Luna secara bersamaan.

Luna menggunakan garpu yang diberikan Calisto di sampingnya lalu mengambil satu bagian dari makanan Axel.

“Permisi, Tuan.” Luna meminta izin dan mendapat anggukan kecil dari Axel. Kedua mata mereka sempat bertemu sekejap. Tanpa sengaja Luna menangkap sorot dingin Axel yang terlihat sendu sekilas.

Di saat itu terjadi, Axel juga menatap wajah Luna yang sempat berada cukup dekat di hadapannya. Pria itu tak berkedip dan malah sempat mengendus aroma parfum Luna yang begitu manis. Pupilnya sedikit membulat ketika mengingat sekelebat bayangan melintas dalam pikirannya.

Aroma parfum ini, seperti aku pernah menciumnya.

Ada apa dengan sorot dinginnya yang berganti sendu dalam sekejap?

Lantas keduanya membatin dalam hitungan detik, memikirkan kontak mata barusan yang terasa berkesan, walau keduanya juga merasa itu hanya seperti kebetulan yang wajar.

Luna mengangguk setelah menelan makanan yang dicicipinya. Ia menatap yakin pada Roberto, bahwa makanannya aman untuk dinikmati, dan tentu rasanya sangat lezat.

Axel terbiasa menukar pekerjanya dari hotel, restoran lalu berpindah ke mansion. Hal tersebut dilakukannya, untuk melihat kinerja koki dan pelayannya. Hal tersebut yang membuatnya harus waspada terhadap apapun yang hendak dinikmatinya. Terlebih saat ini dirinya masih harus mencari siapa yang menyabotase mobilnya.

Setelah mendapat kepastian bahwa makanan tersebut aman, Roberto meminta kepala koki dan Callisto untuk kembali ke tempat mereka membiarkan tuannya menikmati hidangan tersebut dengan tenang.

Axel mulai menikmati makanannya, lalu Roberto juga.

“Maaf, Tuan, apa aku sudah bisa keluar?” tanya Luna. Merasa tugasnya sudah selesai dan ingin menunggu di luar.

Wanita itu hendak keluar, tetapi jawaban dari Roberto memintanya untuk tetap di samping Axel, selama sarapan itu berlangsung.

Luna merasa tak nyaman sekaligus masih tak enak dengan ucapan terakhirnya pada Axel yang menjadi kenyataan karena rencananya semalam berhasil membuat Axel menyesali penolakan terhadap Luna. Wanita itu kini jadi merasa canggung saat berada di sekitar pria dingin itu. Terlebih saat kedua matanya bertemu dengan Axel ketika baru saja tiba di ruang makan tersebut.

“Apa kau sudah makan?” tanya Roberto membuyarkan lamunan Luna.

"Aku sudah ....” Ucapan Luna terputus saat suara perutnya menjawab pertanyaan tersebut.

Seketika semburat merah terpancar di wajah putih pucat milik Luna. Ia berdeham kecil menahan malu, lantaran ucapannya kembali tertelan dan dirinya memang lupa bahwa sejak semalam ia tak memberi makan perutnya. Lantas bunyi tadi adalah jawabannya.

Roberto terkekeh dan berdiri menghampiri wanita itu. “Kalau begitu, kau harus bergabung,” usul Roberto membawa Luna untuk duduk di sisi lain meja yang berhadapan dengannya.

Sementara Axel tetap pada posisinya di tengah, tetap dingin walau acara makannya cukup terganggu.

"Tuan Saverio, sepertinya ini salah,” tolak Luna hendak berdiri, tetapi Roberto menahan kedua bahu Luna untuk kembali duduk.

“Jika lapar, kau harus makan. Apa yang salah? Aku akan meminta piring pada Callisto.” Roberto hendak meninggalkan keduanya.

“Ah, tak perlu repot-repot, Tuan. Aku bisa makan di luar.”

“Sssttt, diam di situ. Aku akan memanggil Calisto.”

“Kalau begitu biar aku saja—”

“Hei, jangan sungkan.” Roberto kembali menyela.

Pria humble itu mengedipkan sebelah matanya sebelum ia keluar dari sana, menunjukan bahwa tak perlu mempermasalahkan hal kecil itu.

Dalam diam, Luna menunggu bersama Axel yang tetap dengan tenang mulai melanjutkan makannya. Sambil tetap memasang wajah dinginnya. Pria itu seakan tak acuh dengan keberadaan Luna di sampingnya yang kembali mengeluarkan bunyi dari perutnya.

Hal tersebut membuat Luna kembali tenggelam dalam malu.

“Ma-maaf, Tuan.” Luna menggumam dengan kepala tertunduk.

“Untuk apa?” tanya Axel dengan suara beratnya yang terdengar datar.

“Untuk ucapanku kemarin dan untuk suara perutku,” jawab Luna perlahan dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Axel menghentikan gerakan tangannya dan menoleh kepada Luna yang juga memberanikan diri menatap Axel.

“Ucapanmu yang mana? Kau banyak menyelaku kemarin, tetapi sekarang …," jeda sejenak. Axel menelan makanannya, “apa kau sedang panas dalam?!” tukas Axel.

Luna menelan keluh salivanya. Tadinya ia ingin menjelaskan bahwa dirinya menyesal sempat menantang Axel kemarin, akan tetapi rasanya pria itu tampak baik-baik saja. Luna merasa hanya dirinya yang berpikir secara berlebihan.

“Perkataanku yang  mana saja, yang sempat membuatmu tersinggung dan sikapku pagi ini, aku tak akan mengulanginya lagi,” tutur Luna berusaha sesopan mungkin.

“Lain kali persiapkan dirimu, aku tak ingin pengawalku mengalami sakit saat sedang mengawal. Entah apa yang orang katakan nanti!” sarkas Axel.

Pria itu telah selesai menikmati makan paginya. Axel hendak mengakhirinya dengan segelas air putih, tetapi gelasnya telah kosong. Air yang dia butuhkan terletak sedikit jauh dari jangkauannya. Melihat Axel yang hendak mengambilnya, Luna berinisiatif menawarkan bantuannya tanpa tahu bahwa Axel tak menyukai hal yang tidak diperintahkannya, tetapi dilakukan pekerjanya.

“Ah, biar aku saja, Tuan.”

Luna meraih teko tinggi bening berisi air mineral. Lalu mendekatkannya pada gelas milik Axel. Keduanya kembali sempat menabrakan tatapannya. Hingga hal tersebut membuat Luna menumpahkan air yang dituangnya ke atas celana Axel.

Sontak wanita itu memekik terkejut. “Oh, ya ampun! Maafkan aku, Tuan.” Luna dengan spontan mengambil serbet Axel di dadanya dan tanpa segan mengusapkannya ke atas paha Axel yang basah.

Tanpa ia sadari posisinya saat ini begitu dekat, bahkan Axel hanya memejamkan matanya dengan mengatupkan rahang menahan emosinya. Sekali dalam hidupnya, ada seorang wanita yang berani menyentuhnya seintens dan sedekat itu serta senekat itu juga melakukan hal yang paling dibenci Axel, yaitu disentuh.

“Ma-maafkan aku, Tuan. Sungguh, aku tak sengaja melakukannya," gelagap Luna.

Entah karena efek belum makan, atau dirinya memang menjadi kurang fokus memikirkan banyak hal buruk menimpa Axel. Biasanya Luna tak pernah melakukan kesalahan kecil seperti itu, tetapi sejak kemarin dirinya malah selalu menunjukkan sisi buruknya di depan Axel.

Luna yang masih sibuk menyeka tumpahan di celana Axel, terus mengucapkan kata maaf berulang kali. Tanpa berani menatap wajah tuannya yang kini sudah memerah padam. Sementara Axel yang menahan amarahnya sejak tadi, berusaha untuk menyudahi aksi gila Luna yang sangat mengganggu baginya.

"Cukup, Luna.” Suara Axel terdengar rendah.

Namun, karena sibuk meminta maaf, Luna tak mendengar ucapan Axel dan tetap berusaha membasuh celana Axel. Hal tersebut membuat kesabaran Axel habis. Pria itu terlihat menarik dalam napasnya dan dalam satu kali embusan kedua tangannya meraih tangan Luna lalu menariknya ke atas untuk membuat wajah panik Luna menatapnya.

I said … enough!” sentak Axel menatap tajam wajah terkejut Luna.

Sontak wanita itu tercengang akan sentakan Axel. Keduanya sempat bergeming dalam beberapa detik. Retina mereka juga sempat saling beradu, Axel mengerutkan kening dengan alis menjurus ke dalam. Sementara Luna tetap tak dapat menghilangkan rasa terkejutnya, iris emeraldnya berusaha menghindari tabrakan netra abu milik Axel yang terlihat tajam.

Oh, sial! Wanita macam apa dia?! Beraninya menyentuh bagian berbahaya bagi kaum adam! gerutu Axel dalam hati.

Astaga …, hal bodoh apa lagi yang kau lakukan, Luna?! rutuk Luna dalam hati.

Dalam satu menit keduanya masih terdiam saling menatap dalam jarak yang cukup dekat, walau runtukan dalam hati sempat terucap. Keduanya enggan melepaskan tatapan yang bertaut itu. Sampai suara Roberto menyadarkan mereka. Sontak Axel memutuskan lebih dulu dan menyingkirkan tangan Luna dengan kasar.

“Apa yang terjadi, Ax?” tanya Roberto tampak panik.

“Tanyakan padanya, apa yang telah dia perbuat!” tukas Axel. Memilih menjalankan kursinya ke luar. “Atur ulang jadwalku, Robert. Mundurkan setengah jam dari jadwal sebelumnya!" perintah Axel meninggalkan keduanya untuk kembali ke kamarnya.

Robert menunjukkan wajah bertanya-tanya pada Luna. Wanita itu meringis dengan wajah nelangsanya. Kaki jenjangnya terasa lemas seketika hingga ia memilih duduk sejenak dan merutuki kebodohannya.

“Apa yang terjadi, Luna? Apa kau menyentuhnya?” tanya Roberto, lebih tepatnya ia menerka dengan membaca situasi dan ekspresi wajah Axel.

“Oh, ya ampun, Robert. Sepertinya aku dalam masalah besar,” ringis Luna.

**

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Atiek
Axel tuh semacam makhluk water resistant, g boleh kena air pakaian dn kulit nYa .........
goodnovel comment avatar
Atiek
mereka ngobrol lewat pandangan mata y? ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status