Share

Part 05 - Rejected

Part 05 - Rejected

Keesokan paginya Luna bergegas mengendarai sepeda motornya menuju kediaman Dante. Setelah semalam dirinya mendapat kabar yang sejak lama ia tunggu, akhirnya usahanya kini mendapatkan titik terang. Luna yakin kiriman bunganya ke mansion telah dilihat oleh targetnya yaitu Axel.

Kini dengan persiapan matang, dirinya siap untuk masuk ke dunia Axel. Melalui pengawalannya, dia bisa dengan mudah mencari tahu siapa saja musuh yang ingin melenyapkan Axel dan dapat ia lakukan rencana untuk membalaskan dendam kematian sang kakak yang masih belum bisa ia terima begitu saja.

Luna menghentikan kendaraan beroda dua itu dengan mengikuti arahan dari penjaga gerbang Dante's mansion. Lalu dirinya mendapat sambutan hangat dari Roberto yang memang sudah menunggunya. Wanita bersurai coklat gelombang itu tiba tepat waktu, hal tersebut menjadi penilaian awal untuknya memenuhi salah satu syarat yang Axel minta.

"Terima kasih sudah datang tepat waktu, Nona Davidde. Jika tidak Axel pasti akan langsung mencoret namamu dari list." Roberto menuturkan bagaimana tuan mudanya begitu ketat dalam menilai.

"Aku sudah terlatih, Tuan. Bosku akan memecatku jika aku melanggar aturannya." Luna menanggapi dengan sedikit gurauan.

"Baiklah, kau tunggu di sini. Aku akan meminta pelayan membawakan minum untukmu, selagi aku mengabari kedatanganmu pada tuanku." Robert tersenyum meninggalkan Luna yang mengangguk setuju menunggu di ruang tengah.

Sementara itu Roberto menaiki lift dan bergegas menuju ruangan Axel, di mana tuannya sudah menunggu kanidat yang ditawarkan Roberto untuk mengawalnya.

***

Di kamar bernuansa hitam dan abu yang membuat suasana maskulin terasa di ruangan tersebut. Berpadu dengan interior desain unik menambahkan kesan futuristik pada kamar yang dimiliki si empunya yang saat ini tengah berdiri.

Ya siapa lagi jika bukan Axeleon El Dante —dengan setelan kemeja putih berbalut rompi abu melekat di tubuhnya itu seakan mempertegas tubuh tegapnya. Belum lagi dengan pergelangan tangannya melingkar sempurna jam terbaru yang menjadi pilihannya hari ini dari salah satu koleksi mewahnya. Pantulan dirinya di depan cermin walk in closet itu menunjukan tampilan sempurna dari pria berdarah campuran Italia dan Amerika latin itu. Hidupnya akan kembali sempurna jika saja ia mau menunjukkan kondisi sesungguhnya kepada publik setelah satu bulan lamanya melakukan latihan berjalan.

Namun, semalaman ia berpikir jika memang ada yang menginginkannya menderita, maka ia akan menggunakan cara itu untuk membuat orang tersebut lengah sehingga memudahkan Axel untuk menemukan dalang dibalik kesengsaraannya saat ini.

Dirinya juga berpikir ada baiknya berpura-pura masih tak bisa berjalan demi menguak siapa saja yang tertawa di balik kesulitan palsunya saat ini.

Bunyi ketukan pintu kamarnya menandakan kehadiran Roberto. Axel menjawabnya dan mempersilakan sekretarisnya untuk masuk, tanpa ia harus repot-repot kembali ke kursi sialannya itu.

"Selamat pagi, Ax. Apa kau sudah .... siap?" Roberto terkejut mendapati tuan mudanya berdiri dengan gagah di depan cermin sambil merapikan penampilannya.

Roberto dengan wajah terkejutnya mendekat dan memeriksa Axel dengan saksama. "Axel, kau ...." Roberto kembali menggantung ucapannya. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.

Axel menghela napas dan berjalan mengunjungi deretan jas yang akan dipilihnya untuk hari pertamanya kembali ke kantor. "Tolong jangan berlebihan, Rob. Katakan saja apa yang ingin kau laporkan," ujar Axel tampak santai.

"Ax, sungguh?! Bagaimana aku tak terkejut? Kau ...."

Axel yang geram dengan ekspresi berlebih dari Roberto, kini berbalik dan menghampiri pria itu perlahan. "Ya, Rob. Aku sudah bisa berjalan walau tak bisa terlalu lama. Itulah sebabnya aku meminta satu bulan untuk tidak kembali. Karena secara diam-diam aku meminta dokter Miguel untuk melakukan apapun caranya agar aku bisa kembali berjalan dengan cepat," ungkap Axel ringan.

Berbeda dengan Roberto yang masih tercengang dengan pengakuan tuannya yang memang selalu bertindak semaunya. Namun, tak biasanya Axel tak meminta sesuatu melalui dirinya, hal itulah yang membuat wajah Roberto tampak sangat bodoh saat ini.

Axel yang malas menanggapi keterkejutan Roberto, memilih kembali berbalik untuk meraih jasnya dan mengenakannya langsung. Roberto baru tersadar saat Axel masih merapikan dasinya.

"Bagaimana bisa aku tak terkejut, kau tak mengatakan apapun padaku dan meminta langsung pada doktermu, lalu merahasiakannya padaku," cecar Roberto menuntut penjelasan lebih.

"Aku melakukannya dengan sengaja," jawab Axel.

Roberto mendekat secara perlahan dengan kening berkerut dan alis melengkung ke dalam. Axel memerhatikan raut bingung ditunjukan pada sekretarisnya itu. Lantas ia berbalik dan menatap tegas pria yang dianggapnya seperti saudara itu.

"Aku ingin melihat seberapa setianya kau berada di sisiku, mengurus semua kebutuhanku sekaligus mengurus operasional Dante's corp. Kulakukan untuk melihat apakah kau sanggup melakukannya dan percaya padaku sepenuhnya," papar Axel lagi.

Seketika Roberto menunjukkan ekspresi tak senang. Ia merasa tak terima dengan sikap egois Axel. Mengujinya seolah dia baru satu tahun bekerja pada keluarganya.

"Ax, kalau itu alasanmu, kau sungguh keterlaluan. Apa kau—"

"Aku melakukannya karena hanya kau ...." Axel menyela. Kembali berbalik dan menatap pantulan Roberto di cermin. "Aku melakukannya hanya karena kau seorang yang kini aku miliki dan bisa kupercaya sepenuhnya. Aku tahu kau dan mendiang ayahmu sudah bekerja puluhan tahun lalu. Bahkan sebelum kita terlahir, aku yakin ayahmu sudah banyak membantu ayahku.

"Tapi kesetiaan itu ditujukan pada ayahku, saat mendiang ayahku masih memimpin dan bersikap lebih baik dibandingkan aku. Aku tak tahu apakah semua itu akan menghilang saat dia tiada, karena kini hanya aku si arrogant yang diandalkan untuk memimpin ratusan kepala keluarga." Axel mencurahkan isi pemikirannya selama ia terpuruk dalam kelumpuhannya.

Matanya memerah meluapkan emosinya saat ini. Dirinya baru saja kehilangan kedua orang tua, tetapi tak memiliki banyak waktu untuk mengenang lebih lama. Dia tetap harus memikirkan seluruh kepala keluarga yang bekerja di bawah perusahaan yang ditinggalkan orang tuanya. Bagaimana mungkin dirinya dikatakan egois, sementara ia begitu memikirkan beban berat dipundaknya.

Roberto yang akhirnya memahami, kembali tercengang dengan semua ucapan Axel yang memang benar. Dirinya memang kewalahan dan sempat ingin meninggalkan Axel ketika pria itu bersikap seenaknya. Namun, di balik semua itu ia tahu ada beban yang sangat berat bertumpu di pundak Axel. Dirinya juga tak yakin bisa sekuat Axel jika berada di posisi tersebut.

"Ax, maafkan aku." Sebait kata yang tulus mampu menunjukkan senyum pada si arrogant yang malang itu.

Axel mengangguk dan menatap Roberto yang diyakini tak akan meninggalkannya. "Ingatlah, hanya kau yang kupercaya, Rob, dan kurasa hanya kau juga yang berani menuntut penjelasan padaku!" sinis Axel.

Keduanya terkekeh dan saling berpelukan layaknya saudara. Roberto menepuk-nepuk punggung Axel dengan bangga. Ia mengurai pelukannya dan kembali menatap takjub pria di hadapannya itu.

"Lihat dirimu! Bastard prince yang mampu menipuku!" umpat Roberto tak segan memberikan julukan tersebut.

"Hei, jaga ucapanmu! Lagipula sepertinya keputusanku sangat tepat kali ini," ujar Axel.

Roberto mengerutkan keningnya tak mengerti pikiran tuannya yang sangat licik. "Apa maksudmu?" tanyanya.

"Mengenai peringatan kemarin. Aku jadi mencurigai banyak orang. Jika memang mereka ingin mencelakaiku, sepertinya aku harus tetap terlihat cacat di hadapan mereka." Axel berjalan keluar dari walk in closet.

Roberto mengikuti dalam diam menunggu lanjutan dari ucapan tuannya.

"Aku ingin mereka lengah dan menunjukkan kebusukannya. Di saat itu, aku baru akan menunjukkan kenyataan bahwa aku bisa menyingkirkan mereka kapanpun aku mau," ujar Axel. "Terutama pada seluruh pemegang saham dan rekan kerjasama ayahku yang sempat meremehkan kelumpuhanku dan meragukan kepemimpinanku," imbuhnya.

"Jadi itu rencanamu?" tanya Roberto.

Axel mengangguk dan menaiki kursi rodanya. "Mereka yang menghina dan meragukan kepemimpinanku, akan mendapatkan ganjarannya. Dengan begitu, aku tahu siapa yang paling mendekati orang yang mencelakai ayah dan ibuku. Karena mereka berpikir aku tak becus memimpin setelah ayahku tiada, dan mereka juga pastinya berharap bisa berada di posisi tinggi untuk meraup keuntungan dari saham mereka yang tak seberapa itu." Axel kembali bangkit dari duduknya. Menatap keluar jendela memerhatikan para pelayan mansion bekerja.

"Baiklah aku mengerti. Jadi kau akan merahasiakan ini pada semuanya?" tanya Roberto meyakinkan.

"Ya. Hanya padamu aku menunjukkannya. Jadi kuharap kau bisa menjaga rahasia ini. Jika bocor, itu artinya kau telah mengkhianatiku," ucap Axel menunjukkan tatapan tajamnya.

"Baiklah aku setuju. Jika aku berkhianat, kau boleh mengusirku," ujar Roberto.

"Deal!" seru Axel.

Keduanya menyeringai begitu tampan. Lalu bergegas melakukan sandiwara tersebut. Axel kembali pada kursi sialannya dan Roberto bersiap di sampingnya, karena kursi tersebut bahkan sudah dipersiapkan Axel dengan segala hal yang berkaitan dengan pergerakannya bersama kursi tersebut.

Mereka beranjak dari kamar Axel dan menyusuri koridor mansion yang cukup panjang untuk tiba di ruang kerja Axel sebagai tempat interview rahasia terhadap pengawalnya nanti.

Sambil berjalan, Axel kembali berujar menanyakan hal yang tak pernah ia tanyakan. "Sebelumnya, bagaimana dengan Louisa?" tanya Axel dengan nada datar dan wajah yang tetap dingin.

Roberto mengerutkan keningnya, pasalnya baru kali ini dia mendengar Axel menanyakan kabar kekasih bayaran yang tak pernah dipedulikannya. Roberto tahu, dia hanya memanfaatkan wanita bernama Louisa untuk menghindari keinginan sang mendiang ibunya yang memintanya menikah. Axel juga tahu bahwa Louisa hanya memanfaatkan uangnya, maka dari itu Roberto tak mengabari apapun kepada wanita yang tengah menimba ilmu di Aussie menyepakati perjanjiannya dengan Axel.

"Lupakan! Yang terpenting jangan katakan apapun yang terjadi denganku saat ini padanya," pinta Axel. "Sekarang, sebelum aku menemui pengawal yang kau dan temanmu sarankan, bisa kau jelaskan lebih dulu, apa yang sebenarnya terjadi pada mobil yang aku naiki saat kecelakaan?"

Roberto tak langsung menjawab, melainkan melirik raut wajah Axel dari di sampingnya yang menunjukkan ekspresi tenang. Hingga Axel menghentikan lajunya dan menatap tajam Roberto karena tak mendapat jawaban langsung dari sekretarisnya itu.

Roberto yang mengerti arti tatapan itu, berusaha menjelaskan maksudnya membisu. "Kau yakin ingin mendengarnya, Ax? Kau sudah baik-baik saja?" tanya Robert khawatir jikalau Axel akan mengamuk saat mendengar kenyataannya secara detail.

"Apa aku pernah mengulang pertanyaan?" Axel menyorotkan tatapan dingin kepada Roberto. Menunjukkan dirinya tak ingin mendengar pertanyaan dari pertanyaannya.

Roberto akhirnya mengangguk dan mulai membuka tabletnya lalu menunjukkan semua ringkasan yang didapatkannya, dimulai dari catatan kecelakaan Axel satu bulan yang lalu ia menyewa detective dan menjelaskan dengan cekatan.

"Menurut penyelidikan detektif yang kusewa, mereka memang menemukan oli rem yang terputus dengan cara disengaja. Lalu minuman yang biasa Philipe bawa dari sini, telah diberikan sedikit alkohol. Hal tersebut memberatkan Philipe, itulah yang membuat tim kepolisian menganggap kecelakaan tersebut murni karena kelalaian pengemudi kita."

Roberto menunjukkan gambar kecelakaan itu kepada Axel dan membiarkan Axel melihat serta mengingat kembali tragedi mengerikan itu. Axel mengangguk melihat seluruh rangkuman pekerjaan Roberto yang dengan sigap mengumpulkan semua bukti. Mengingat kecelakaan satu bulan yang lalu, membuatnya kembali merasa marah saat mengetahui semua itu adalah ulah orang lain.

Hingga sekelebat bayangan wanita yang menolongnya terlintas kembali. Sialnya, Axel sungguh tak mengingat paras tersebut dengan detail, yang bisa ia pikirkan hanyalah postur tubuh dan lambang sindikat bodyguard di punggung jaket yang dikenakan wanita itu. Walau Axel tak mengetahui pasti apa nama perusahaan tersebut.

Melihat tuannya sedikit menegang, Roberto kembali memastikan kondisi Axel. "Kau baik-baik saja, Ax? Apa kau mengingat sesuatu?" tanya Roberto.

Axel mengangkat tangannya lalu memijat sejenak pelipisnya. "Aku baik-baik saja, hanya mengingat sebagian kecil kejadian." Axel berujar. "Minta detektif sewaanmu untuk menyelidiki sainganku, terutama pada wanita yang hendak dijodohkan padaku." Axel memerintah dan Roberto dengan sigap mencatat semuanya di dalam tablet pintarnya.

"Well, apa sekarang kau bisa menemui calon pengawalmu?" tanya Roberto.

Axel mengangguk tepat saat itu mereka sudah tiba di ruang kerja, Axel memposisikan dirinya di balik meja kerjanya. Sementara Roberto meminta Callisto untuk membawa Luna ke ruangan tersebut.

Dalam beberapa menit, pintu ruang kerja itu terketuk. Roberto membukakannya dan mempersilakan wanita itu masuk lalu menutup pintunya.

Wanita yang mengenakan balutan kaos dan jas hitam serta celana yang senada dengan atasannya itu melangkahkan kaki jenjangnya masuk. Perlahan suara langkah boots hitam miliknya terdengar menggema di ruangan tersebut. Hingga dalam hitungan detik iris hijau emerald miliknya bertabrakan dengan netra abu milik Axel. Sekelebat suatu bayangan kejadian melintas dipikiran keduanya, tetapi sekilas bayangan itu menghilang saat Axel mengalihkan tatapannya lebih dulu ke lembaran berkas yang tengah ia periksa.

"Tuan, ini adalah pengawal yang dikirimkan temanku," ujar Roberto.

Axel meletakan pulpen yang digunakannya sejak tadi untuk menandatangani beberapa berkas. Setelah itu ia menatap Luna dan menerima berkas dari Roberto yang berisikan data lengkap Luna. Axel mulai melihat halaman depan berkasnya, lalu mengangguk meminta Robert untuk meninggalkannya berdua di ruang kerja tersebut.

Robert mengerti dan pamit undur diri, mengangguk kepada Luna untuk menjawab semua pertanyaan Axel sesuai arahan yang sempat dijabarkannya di telepon semalam.

Setelah pintu ruangan tertutup, Axel meminta Luna untuk duduk pada kursi di hadapannya. Wanita itu menuruti sambil berujar terima kasih. Sementara itu ia meminta Luna untuk menunggunya selesai membaca data tersebut.

Dalam waktu beberapa menit, Luna mengamati pria tampan yang memiliki karisma dan tatapan tajam dingin serta aura menegangkan yang terasa saat suara berat itu sampai ke gendang telinganya tadi. Meneliti setiap garis bentuk wajah Axel yang tampak sempurna tak akan ada yang menolak jika pria itu tak mengalami kelumpuhan karena kecelakaan yang lalu. Sayangnya, hal tersebut telah terjadi dan Luna sangat menyayangkan hal itu hingga tanpa sadar ia menunjukan tatapan simpati pada Axel.

"Apa yang kau perhatikan, Nona Davidde?" tanya suara berat di hadapannya itu tanpa mengalihkan tatapannya dari lembaran terakhir milik Luna.

Luna terkesiap mendapat teguran dari pengamatannya yang pasti terlihat jelas, walau pria tersebut tak menatapnya sama sekali.

"Hm, maafkan kelancanganku, Tuan." Luna menjawab dengan wajah tertunduk malu. Seolah dirinya ketahuan tengah mengagumi sosok sempurna di depannya.

Axel meletakan berkas tersebut, lalu menoleh dan menatap langsung pada pemilik wajah cantik yang baru saja kembali mengangkat kepalanya. Tatapan tajam Axel begitu mengintimidasi, hingga Luna merasa ruangan tersebut menjadi pengap seketika. Padahal hawa dingin terus melintas menerpa kulit wajahnya.

Axel mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak tertulis di dalam laporan dari Roberto. Pria itu mengulik beberapa hal pribadi yang sempat membuat Luna enggan menjawab, walau akhirnya tetap memberikan jawaban umum. Namun, Axel cukup terpukau akan jawaban dari setiap pertanyaan darinya. Dirinya semakin merasa pernah melihat Luna sebelum ini. Walau ia tak yakin, karena saat itu kesadarannya sangat tipis untuk menegaskan wajah seseorang yang menolongnya.

"You seem like an interesting person. Baiklah, aku sudah selesai dengan pertanyaanku." Axel meletakan pena di atas berkas, lalu meletakan kedua tangannya di atas meja dan menumpukan kepalanya pada jemari yang bertautan, hal tersebut membuat jarak mereka cukup dekat. "Bagaimana denganmu? Apa ada yang ingin kau tanyakan? Daripada dengan lancangnya kau menatapku sedemikian lekat seperti tadi." Axel berujar sarkas. Lengkap dengan tatapan yang mengintimidasi tertuju dalam jarak yang membuat Luna harus menahan napas.

Luna sempat tersentak dengan sindiran sinis tersebut. Ia juga sempat menelan salivanya demi membasahi tenggorokannya yang terasa keluh untuk mengucapkan sebuah jawaban yang mungkin akan menentukan nasibnya dalam hitungan detik.

"Maafkan aku, Tuan. Aku tak bermaksud menatap anda demikian. Aku hanya ...."

"Forget it!" sela Axel. "Well, You're very attractive, but I don't accept female bodyguards." Axel berujar kejam dan menekan tombol panggilan pada Roberto.

"Tunggu, Tuan. Apa maksudmu aku—"

"Roberto, aku sudah selesai." Axel mengabaikan protes Luna dan malah memanggil Roberto kembali masuk.

"Anda memanggilku, Tuan?" Roberto masuk.

"Ya, aku sudah selesai, antarkan Nona Davidde keluar," perintah Axel. Wajahnya menatap dingin Luna yang masih mempertahankan tatapan tak terima.

"Baik, Tuan." Roberto menerima kembali berkas data Luna. "Silakan, Nona Davidde." Roberto mempersilakan Luna untuk mengikutinya keluar ruangan tersebut.

Namun, Luna yang tak puas hati menerima penolakan secara langsung setelah pujian dari ketertarikan Axel terhadap semua resume yang dimilikinya, seolah Axel yakin dan menerima dirinya mengawal pria yang diakui Luna teramat angkuh itu.

Hati dan otaknya yang memanas membuat Luna memiliki keberanian untuk menatap tajam Axel yang juga belum memutuskan tatapannya. "You'll regret it if you underestimate my ability, Sir." Luna menekankan setiap kalimatnya itu, lalu beranjak meninggalkan keterkejutan pada wajah Axel dan Roberto.

**

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nova lia
iyess ᕦ( ͡͡~͜ʖ ͡° )ᕤ
goodnovel comment avatar
Nova lia
nah entuhhh yg ud dr orok aja dia gak percaya, gimana luna? wkwkwk
goodnovel comment avatar
Atiek
pdhl kenal Roberto dr belum lahir, masih aja belum yakin gmna dgn Luna yg baru ketemu, pantes aja menyepelekan kemampuan Luna...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status