Mendapati dua orang sedang memandang aneh padanya dan Arland. Pertama, sobatnya sendiri. Kedua, malah dosennya.
"Itu mulut bisa disaring dulu nggak, sih? Berbuat mesum ... dikira kita lagi ngapain,” umpat Kiran pada Dira yang memberikan tuduhan aneh.
"Lo lagi pelukan," balas Dira cepat.
"Memangnya pelukan itu berbuat mesum?"
"Ya ... awalnya emang pelukan, tapi kita kan nggak tahu gimana endingnya."
Kalau tak mengingat Dira adalah sahabatnya, mungkin saat ini ia sudah mencakar-cakar mulut rempong itu. Sementara Arland, dia malah santai menanggapi tuduhan itu.
"Dasar! Otak mesum.” Leo hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah Dira.
"Astaga! Ini lo kenapa, Ki? Habis kecelakaan atau habis dirampok?" Ia baru menyadari ada perban yang menempel di dahi Kiran.
"Gue jatoh,” ungkap Kiran.
"Yakin? Udah segede ini masih bisa j
"Sana tidur, bukannya besok kuliah. Nenek akan minta supir buat jemput mobil kamu,” jelas wanita itu pada cucunya.“Mobil,” pikir Kiran bergumam. "Eh, nggak usah, Nek. Biar mobilnya dipake sama Papa aja. Lagian disini ada mobil lain, masa Nenek nggak mau minjemin satu buat cucu nenek yang tercinta ini."Pasang muka imut-imut biar neneknya luluh. Yang benar saja jika mobilnya diambil, padahal ia sudah memberika mobil itu pada papanya."Ck, kamu ini. Ya udah, sana tidur.""Good night, Nek.”Sepeninggal neneknya, Kiran langsung menghempaskan badannya di kasur. Hari ini merupakan hari yang sangat melelahkan. Semalaman ia harus mengurus Arland, paginya harus ketemu lagi sama dia yang pingsan. Dinda yang bikin dia terluka, habis itu dianya malah yang kecelakaan. Dan sekarang, dirinya malah digeret pulang sama neneknya."Semoga besok lebih menyenangkan,” harapnya bergumam, sembari memjamkan kedua matanya untuk se
Pulang kuliah, Kiran makan siang di sebuah cafe bersama dengan Dira. Awalnya ia menolak, karena beniat menuju kantor Arland. Tak apalah, toh dari tad pagi ia menghubungi cowok itu balik, tapi tak direspon sama sekali panggilannya."Ki, lo yakin malam itu nggak berbuat macem-macem sama Arland?”Pertanyaan bodoh Dira itu memang bukan yang pertama, tapi tetap saja bikin ia tersedak minuman. Otak sobatnya benar-benar diciptakan untuk berpikiran negative."Gue harus ngapain lagi, sih, buat ngeyakinin lo. Nggak percayaan banget.""Jelasin.”Kiran mengatur napasnya untuk memulai penjelasan pada Dira. "Gini. Dia mau minta maaf gara-gara nggak dateng ke cafe. Gue kan masih kesal, jadinya ya gue nggak bukain pintu, padahal lagi hujan gede.""Trus, akhirnya lo bukain pintu dan kalian hujan-hujan berdua kaya di film-film romance gitu. Trus, kalian saling tatap penuh cinta, lalu terbawa suasana dan ..."Kiran langsung menggetok k
Sampai di rumah, Kiran langsung menuju ke kamarnya. Tanpa memperdulikan Dira yang mengekorinya sampai pulang. Perasaannya seolah berantakan begitu saja. Apalagi, kalau bukan pandangan matanya yang tak sengaja melihat Arland sedang bersam wanita lain.Rasanya ia ingin bersikap biasa, tapi kok susah sekali. Malah jadi luar biasa nyeseknya.“Kesal nggak, sih. Gue ngekorin dia sampai rumah, tapi gue malah ditinggal sendirian. Enggak tahu apa, kalau tamu adalah ratu.” Dira mengarahkan pandangan ke sekelilingnya. “Anggap aja rumah sendiri kali, ya,” gumamnya."Kamu siapa?” tanya seseorang yang mengagetkan Dira dan membuatnya seketika beranjak dari duduknya.Tersenyum manis. "Saya Dira temennya Kiran,” jelas Dira memperkenalkan diri sambil salaman."Oo, temennya Kiran toh. Saya neneknya Kiran.""Salam kenal, Nek,” ucap Dira. Biasalah, ya ... pertemuan pertama. Next, baru deh memperlihatkan betapa hebohnya d
"Astaga! Kiran.”Beliau mengarahkan telunjuk ke arah pintu kamar yang masih terbuka lebar.“Ini sudah malam dan pintu kamar masih kamu buka lebar. Kalau maling masuk gimana?” Langsung mengomel."Hufft ....” lega Kiran.Bagaimana tak lega, karna ia barusan berpikir kalau neneknya melihat keberadaan Arland."Kenapa?" tanyanya melihat ekspressi Kiran."Enggak, Nek,” elak Kiran."Tutup pintunya dan segeralah tidur."Kiran mengangguk.Setelah ia yakin kalau neneknya sudah pergi, Kiran langsung menutup pintu kamar dan menuju ke arah lemari dengan sedikit berlari. Bisa-bisa apa yang dikatakan Arland tadi benar-benar terjadi.Saat pintu lemari terbuka, ia dapati cowok itu dalam keadaan terduduk dengan lemas dan keringat mengucur membasahi badannya."Kamu nggak kenapa-kenapa, kan?"Kiran membantu Arland keluar dari dalam lemari dan membawa menuju tempat tidur. Menyabar kotak tisu
Arland melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak tahu kenapa ia kecewa atas jawaban Kiran. Ia paham, menolak ataupun menerima cintanya adalah keputusan Kiran. Tapi masalahnya sekarang, Kiran menggantungnya.Ia tak kembali ke apartment ataupun ke rumah orang tuanya, tapi menuju ke sebuah club tempat biasa bertemu dengan teman-temannya."Gimana?" Tanya Jefry padanya yang baru datang."Kalau dilihat dari tampangnya, sih, lo pasti ditolak,” tebak Sandy mematut-matut raut wajah Arland.Arland menarik napasnya berat. Rasanya juga malas untuk bernapas. "Gue nggak ditolak ataupun diterima,” ungkap Arland."Parah, lo digantung tanpa tali my bro,” tambah Sandy."Awalnya gue kira kalian berdua emang beneran pacaran, ternyata cuman pacaran bohongan supaya Ceryl ngejauhin lo. Tapi sekarang lo jadi jatuh cinta beneran dan ngejar-ngejar dia kaya layangan putus,” komentar Leo yang melihat kisah cinta Arland.
Semua orang di rumah sedang khawatir dengan kondisi Arland. Semalam dia terdengar muntah-muntah dan pagi ini justru tak keluar dari kamar. Yang paling heboh adalah Kim. Apalagi kalau bukan karena si pemilik kamar tak pernah mengijinkan siapapun untuk masuk."Arland, buka pintunya dong, Sayang. Mama mau cek kondisi kamu!" teriak Kim sambil terus mengetuk-ngetuk pintu kamar putranya.Ini bukan yang pertama kalinya Kim berteriak di depan pintu kamar Arland. Tetapi tetap saja hasilnya sama, putranya tak mau merespon panggilannya.Alvin yang sudah bersiap untuk berangkat ke kantor, menghampiri istrinya yang sedari tadi masih berada di depan pintu kamar Arland.“Dia masih belum buka pintu?”“Belum,” jawab Kim.Alvin mengetuk perlahan pintu itu. "Land, jawab Papa kalau kamu baik-baik aja,” ujarnya."Aku nggak kenapa-kenapa, Pa. Hanya ingin istirahat,” jawabnya dari dalam. Tapi tidak berniat untuk membuka p
Saat pintu terbuka, ternyata memang benar ... yang datang bukanlah mamanya, tapi justru bibik."Maaf Den Bibik ganggu, tapi itu Den Nyonya udah pulang. Bibik takut ntar Non Kiran malah ...""Ya udah, makasih Bik udah kasih tahu,” balas Arland.Seperginya Bibik, Arland kembali menghampiri Kiran. Terlihat sekali kalau dia sedang cemas."Ayo,” ajak Arland menyambar tangan Kiran."Kemana?”“Ke bawah.”“Aku takut sama Mama kamu,"ungkap Kiran mencoba jujur tentang apa yang ia rasakan.“Kita nggak ngelakuin kesalahan, jadi jangan takut seperti itu,” balas Arland menenangkan Kiran. “Ada aku, kan. Kamu pikir aku akan diam di saat kamu disakiti?”Jadilah, keduanya keluar dari kamar dan berniat menemui Kim, Mamanya Arland. Dari kejauhan saja sudah terlihat kalau wanita paruh baya itu tak suka dengan kehadiran Kiran."Ternyata benar apa yang dikatakan Ceryl. Ka
"Mau ngajak kamu liburan."Kiran menyenderkan kepalanya di sandaran sofa. "Kamu ini ada-ada aja. Kalau mau ngajakin aku liburan itu ya di jadwal liburan lah. Kamu nggak lupa, kan ... aku ini masih berstatus mahasiswi yang hari liburnya diatur sama dosen dan pihak kampus. Jadi, mana bisalah kamu ngajakin liburan secara tiba-tiba gini,” terangnya lebih panjang dari pembahasan hal romantis tadi.Arland menyambar tangan gadis itu. "Udah aku atur, dan aku udah minta ijin sama Nenek kamu.”"Males,” responnya.“Dua puluh menit, aku tunggu kamu buat siap-siap. Kalau kamu nggak mau ya udah, kan ada Ceryl," ancam Arland."Ih, nyebelin."Kiran langsung beranjak dari duduknya dan berlari kembali menuju kamarnya untuk bersiap. Kesal? Tentu saja. Ada nama Ceryl pada perkataan Arland.Saat Arland menunggu Kiran yang lagi siap-siap, tiba-tiba neneknya Kiran datang menghampiri."Maaf ya, Kiran-nya lama,” ujar