Pagi ini, kami sudah bersiap untuk sarapan pagi di hotel. Setelah itu kami akan menuju ke Pantai Jimbaran.
Kupeluk wanitaku yang sedang berhias di depan kaca. Senyumnya begitu manis. Pergulatan semalam membuatku seperti ingin menikmati lagi candunya. Apalagi permainannya di kamar mandi yang membuatku ingin menikmatinya lagi.
"Sayang..kamu nampak cantik sekali," pujiku memandang wajahnya yang terpantul di cermin.
Kulingkarkan tanganku dipundaknya. Kugesek-gesek kumisku yang tipis di pipinya yang halus. Dia nampak geli dan risih.
"Pram…." desahnya manja.
"Nanti kita gak jadi sarapan lo," ujarnya sambil mengelus pipiku.
Gairahku kembali menggelegak. Jantungku berdegup kencang. Ada sesuatu yang bergerak dibawah sana. Menempel di panggung wanitaku.
Dia tertawa geli. Cekikikan membuatku gemas. Kubalikkan badannya.
"Pram…iya kan nanti kita gak jadi sarapan. Perutku lapar sayang," ujarnya setelah kami berpelukan.
Kubelai rambut panjangnya yang indah. Kutatap matanya yang berbinar indah pagi ini. Senyumnya yang merekah. Menambah cantik wajahnya.
Dia balik menatapku. Wajah kami berdekatan. Perlahan bibirnya melumat bibirku. Dia memang nakal. Mungkin karena usianya yang telah dewasa sehingga dia lebih berpengalaman. Sangat agresif.
Aku bersandar di dinding hotel untuk menahan tubuhku. Tanganku mulai bergerilya. Menyentuh gunungan indah di depanku.
Desahan manja keluar dari bibirnya. Aku semakin buas melumat bibirnya. Ketika sesuatu sudah bergerak dan mendesak ingin keluar. Tiba-tiba dia melepaskanku.
"Tuh..kan.. Nanti lagi aja ah. Aku sudah dandan cantik kok," ujarnya melepas pelukanku.
Lidahnya dijulurkan seolah mengejekku. Kembali dia duduk di meja rias. Membetulkan lipstick yang telah hilang karena ciuman tadi.
Aku duduk lemas di lantai. Eeh dia malah tertawa ngakak. Senyumnya menggodaku. Hasrat yang sudah naik ke ubun-ubun langsung lemah. Aku kecewa. Aku tersenyum geli.
"Sayang…kamu jahat banget sih," ujarku tak berdaya.
"Kita gak sarapan nih. Gak jadi ke pantai," imbuhnya masih tertawa pelan.
"Aaah. Ya sudahlah. Kita sebentar saja ya ke pantainya."
"Tuh kan. Pengen lagi," godanya.
Aku semakin gemas saja dengan wanitaku ini. Usianya memang dewasa. Tapi candunya membuatku tak berdaya. Permainannya sungguh luar biasa.
Aku segera bergegas mengganti kaosku yang terkena noda lipstiknya. Kaos hitam pendek dan celana coklat pendek.
Sarah sudah siap dengan memakai kaos panjang dan celana sport warna ungu. Jilbab ungu dengan motif bunga-bunga menambah cantik penampilannya.
Kita sudah siap untuk sarapan pagi di hotel. Banyak sekali turis manca negara di sana. Mataku jelalatan melihat turis yang sedang berlibur di sana. Cantik dan menggoda.
Sarah mengandengmu mesra. Tangannya menggenggam tanganku. Awalnya aku agak malu. Tapi dia sudah menjadi istriku. Dia memang manja sekali. Bergelayut mesra di pundakku.
Ketika berpapasan dengan gadis manis di hotel, gadis itu menolehku dan tersenyum.
Aku membalas senyumnya."Ganteng anaknya bu," sapanya sambil berlalu.
Apa? Anaknya?
Sarah hanya tersenyum dan mengangguk. Dia tidak memperdulikan mata yang memandangi kami. Hatiku agak tidak enak. Banyak mata yang memandang dan melirikku. Apa salahku? Apa karena kegantenganku.
Setelah sarapan, kami berjalan-jalan di Pantai Jimbaran. Cuaca pagi ini sangat cerah. Sinar mentari bersinar dengan terik. Banyak turis yang datang ke sana. Mereka datang untuk berjemur dan bermain pasir.
Sarah menggandengku mesra. Kepalanya diletakkan di pundakku. Kami berjalan di pinggir pantai, membiarkan air laut membasahi kaki kami.
Kami bermain air seperti anak kecil. Sarah berlari kecil dan aku mengejarnya. Tawa renyahnya begitu lepas seolah tidak ada beban disana.
"Ayo Pram! Tangkap aku kalau bisa," candanya berlari kecil menyusuri pantai.
Aku mengejarnya dan menangkapnya. Kupeluk tubuhnya yang mungil dan mengecup bibirnya mesra.Deburan ombak di pantai itu bagai irama yang mengiringi cinta kami. Sarah hanya tertawa kecil yang membuatku semakin gemas dengannya.
Kami duduk di pasir pantai, Sarah sangat bahagia bermain air laut dan bermain pasir.
"Sayang.." panggilku kepadanya.
Dia masih bersandar di pundakku. Menatap laut lepas. Tidak ada suara yang terucap.
Dia menatapku mesra. Menatap tepat di mata elangku. Aku tak sanggup melihat mata sendunya. Perlahan kulihat genangan air di sana.
"Sayang… Mengapa kamu menangis. Apakah kamu menyesal menikah denganku? " tanyaku pelan.
Dia hanya menggeleng. Matanya masih menatapku. Aku jadi malu dan serba salah.
"Tidak sayang. Aku justru bersyukur bertemu denganmu. Harusnya kamu yang menyesal karena menikah denganku," jawabnya.
" Kamu tidak takut jika aku mempermainkanmu atau meninggalkanmu," ujarku lagi.
"Aku hanya menjalani apa yang sudah diberikan kepadaku Pram. Jika suatu saat nanti kamu meninggalkanku, itu sudah menjadi takdirku," jawabnya lirih.
"Bagaimana jika suatu saat aku mengkhianatimu?"
"Aku sudah siap dengan segala resiko Pram. Walaupun kamu akan pergi dari kehidupanku. Karena aku sudah biasa dikecewakan, " jawabnya lagi.
Hatiku seakan trenyuh mendengar jawabannya. Aku semakin sayang dengannya. Walaupun aku harus dihina karena menjadi istri seorang janda yang sudah mempunyai anak tiga.
" Mengapa pernikahan kita dirahasiakan sayang?" tanyaku sambil menyentuh pipinya yang halus.
"Aku bisa pulang dan meminta ijin kepada ibuku," tambahku.
" Aku tidak ingin kamu dihina sayang," jawabnya.
"Sudahlah. Yuk kita pulang ke hotel,"
Sarah berdiri dan menggandengku. Kita seperti pasangan yang dimabuk asmara.
Kadang ada mata yang melirikku aneh. Apanya yang aneh. Apakah karena aku masih muda dan Sarah sudah tua?Entahlah…"Sarah…."
Panggil seorang laki-laki yang berjalan di depan kami.
Sarah berhenti berjalan, dia terkejut dan memelukku. Siapa laki-laki itu yang mengenal istriku. Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar, dengan kumis tipis dan wajah yang ganteng. Dia berjalan menggandeng wanita cantik.
Laki-laki itu memandang Sarah geram. Tetapi Sarah kemudian berlari meninggalkanku. Dia berlari sambil menangis. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku seperti patung untuk beberapa saat.
"Sarah… Sarah…!"
Berkali-kali pria berkumis itu memanggil Sarah. Tetapi Sarah terus berlari. Baru aku tersadar bahwa wanitaku telah berlari menjauh dariku. Aku mengejar Sarah dan ingin mengetahui apa yang terjadi.
Setelah agak jauh dari pantai. Dengan nafas terengah-engah aku bisa mengapai Sarah. Dia memelukku seperti ketakutan melihat hantu. Tangisnya meledak. Kupeluk dia dalam dekapanku. Aku tak tahu apa yang terjadi. Mengapa melihat pria berkumis itu membuat Sarah berlari dan menangis. Siapakah pria itu?
" Sayang.. ada apa?" tanyaku lembut setelah tangisnya reda.
" Kita pulang yuk!" ajaknya.Kupandangi dan kuangkat dagunya," Ada apa sayang?"
Dia tidak menjawab. Tangannya mengandengku pulang ke hotel tempat kami menginap.
**Wajah Sarah nampak begitu berubah. Wajah yang ceria mendadak menjadi sedih. Ibarat cuaca yang cerah tiba tiba mendung yang tebal menutupi. Tidak ada lagi bunga merekah di wajahnya.
Sesampainya di kamar hotel, iseng kugendong istriku ini langsung ke kamar mandi.
" Lepaskan Pram," gelaknya meronta di gendonganku.
"Sudahlah. Tuan Putri harus nurut sama pengawalnya. Ha..haa." Aku tertawa lepas berhasil membuatnya tertawa.
Kugendong badannya yang mungil langsung ke kamar mandi. Mulutnya agak manyun. Kulepaskan pakaiannya satu persatu. Aku juga melepas kaos dan celanaku yang kotor.
Aku ingin menggodanya dengan menyiramkan air di seluruh tubuhnya. Dia berteriak dan mencubitku. Aku tidak perduli. Akhirnya kupeluk wanitaku di bawah air shower yang mengalir. Kucium bibirnya. Tanganku mulai nakal mengembara ke seluruh tubuhnya. Dia mengelinjang. Tanpa ampun dia juga membalasnya. Aku hanya pasrah ketika tangannya yang jahil juga mengembara kemana yang di suka.
Tangannya mulai menjamah hutan lindungku. Wajahnya melorot menjamah hutan yang rindang. Aku berteriak keenakan.
Pergerakannya semakin liar. Hingga aku mendapatkan sesuatu yang kuinginkan. Dia memang liar. Aku bahagia bisa melihatnya tersenyum puas.
Setelah selesai mandi berdua. Kugendong wanitaku ke dalam kamar.
"Mau lagi gak?" tanyaku menggodanya.
" Emang masih bisa," balasnya sambil mengedipkan matanya.Aku semakin gemas melihatnya. Tak sabar aku memeluknya dan menariknya dalam pelukanku.
"Sakit Pram, " teriaknya.
Aku tidak perduli. Kembali kulumat bibirnya. Tanganku memegangi gunung kembarnya.
"Lagi nih," ucapnya diantara desah nafasnya.
Aku sudah tak sabar ingin mengulangi lagi
Masih ada ganjalan di hatiku. Siapakah pria itu?
.
Liburanku di desa sudah selesai. Kini kami sudah berada di Jakarta kembali. Sarah sudah sibuk dengan kegiatannya di restoran. Perombakan besar-besaran dilakukan Sarah. Dia mulai membenahi keuangan restauran yang sempat berantakan. Juga pengambilan modal Hans yang sangat besar.Aku juga mulai sibuk dengan caffeku yang semakin lama tambah ramai. Malah pertemuanku dengan Sarah hanya waktu jam makan siang dan pulang bareng.Setelah selesai dengan urusanku di Caffe aku selalu setia untuk menjemputnya. Terkadang Santi sesekali mengirimkan sebuah pesan. Semua itu juga aku memberitahu Sarah. Kejujuran dan kepercayaan adalah penting bagiku.Aska mulai sibuk dengan Boarding Schoolnya. Saat ini Aska memilih sekolah terpadu dengan pesantren yang ada
Sore ini semua rombongan akan pergi ke kota Semarang. Kami ingin menikmati indahnya ibu kota Jawa Tengah. Malamnya kami semua akan menginap di sebuah villa yang sudah disewa Sarah.Ibu menolak untuk ikut bersama kami. Nita sangat bahagia ketika ikut dengan rombongan. Walaupun Sarah memaksa, ibu menolak dengan cara halus. Hanya Bi Iyem yang nanti bertugas menjaga Atta dan Arsya. Akhirnya kami berangkat pergi keliling Kota Semarang. Mobil Caravel warna biru itu meninggalkan rumah ibu menuju Simpang Lima Kota Semarang. Selama perjalanan terdengar semua anak bersandau gurau. Aska nampak sibuk masih memainkan ponselnya di samping Nita. Mereka bercanda berdua. Sementara Atta dan Arsya sibuk dengan ponsel memainkan game. Sarah juga sibuk dengan ponselnya sendiri.Kulirik Sarah yang wajahnya makin cantik setelah
Bab 103Hari ini masih pagi, kumandang azan di musala dekat rumah terdengar sangat merdu. Suara Pak Ahmad sangat menggetarkan jiwa.Aku memindahkan Atta dan Arsya ke dalam kamarku. Sementara Aska sudah bangun. Ibu dan Bi Iyem sudah rapi dengan mukenanya bersiap untuk ke musola.Sarah sudah sibuk di dapur memasak air panas untuk membuat teh. Aku memeluknya dari belakang."Good morning, Cinta!" sapaku sambil mencium lehernya yang terbuka. "Good morning, Sayang," balasnya dengan membalikkan badan menghadapku."Duh menantu ibu, rajin amat, ya!" sindirku masih memeluknya."Sana gih, ke musala dulu. Soalnya tegangan
Bulan madu ke luar negeri yang sebelumnya kami rencanakan akhirnya dibatalkan. Sarah hanya ingin tahu kampung halamanku sekalian berinteraksi dengan keluargaku.Sarah akan mengajak semua anak-anaknya juga Bi Iyem. Sejenak melupakan kejadian yang telah menimpaku dan Sarah. Ibu sangat gembira ketika mendengar mereka akan ikut pulang kampung untuk liburan.Sementara semua urusan bisnis yang ada di Jakarta sudah diserahkan kepada semua pegawainya. Aku juga sudah menunjuk pegawai kepercayaanku untuk memegang kendali atas kelancaran cafe.Tidak lupa aku nanti akan memantau dari jauh perkembangan cafe dan restoran Sarah.Hari yang ditentukan semua rombongan bertolak ke Semarang. Kali ini aku kembali y
Bab 101Bang Zoel berjalan tertatih menuju ke arah kami.Tangan kanan menjulur ke arahku."Pram, selamat atas pernikahan kalian! Aku nitip anak-anak kepadamu. Aku tidak akan mengganggu kalian lagi. Sekalian aku pamit mau ke Bali siang ini. Bisnis istriku akan segera dimulai," ujar Bang Zoel dengan tulus.Aku menjabat tangan Bang Zoel dan memeluknya."Iya, Bang Zoel. Semoga tetap menjadi saudara. Hati-hati dan semoga sukses," ucapku.Gantian Bang Zoel menatap Sarah yang masih menunduk. Entah mengapa Sarah tidak mau menatap pria yang telah memberikan tiga anak ini. Mungkin luka yang terlalu dalam Bang Zoel torehkan sehingga Sarah begitu muak meli
Sebelum balik ke kampung, Ibu dan Nita ingin menghabiskan waktu keliling Jakarta. Ibu ingin melihat banyak tempat di Kota Metroplitan ini. Seperti Monas, Taman Mini dan yang menjadi impian ibu adalah bisa salat di Masjid Istiqlal Jakarta.Hari Minggu ini kami sekeluarga akan jalan-jalan ke Taman Mini dan Masjid Istiqlal. Kebetulan bersamaan anak-anak juga libur sekolah. Sehingga bisa membawa mereka keliling Taman Mini.Segala persiapan sudah ada di dalam mobil. Dari makanan ringan hingga minuman lengkap. Bi Iyem juga memasak beberapa makanan untuk Arsya dan Atta.Ibu dan Nita sudah siap menunggu di teras rumah. Mereka nampaknya sudah bangun pagi sekali. Membantu Bi Iyem mempersiapkan bekal.&nb