Share

Episode 4: Lamaran Mom Sarah

"Pram, sebenarnya aku sudah lama memendam rasa sama kamu, sejak pertama kali bertemu. Kamu laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Jujur, apa adanya dan selalu membuat aku tertawa. Ini yang membuat aku suka sama kamu."

"Tapi aku tidak enak mau bicara sama kamu. Takutnya kamu beranggapan yang tidak baik tentang aku. Tapi malam ini, aku beranikan diri untuk bicara sama kamu."

"Pram, maukah  kamu menjadi suamiku?"

Haa…..

Ternyata itu yang mau disampaikan mom Sarah. Mimpi tidak sih?Jadi.. arloji ini hadiahnya untuk melamarku?

Aku tidak percaya  bagaikan petir di siang bolong. 

Duaaar.

Hatiku bergemuruh. Jantungku berdegup kencang. Nafasku tidak beraturan. Mulutku menganga seolah tidak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.

Wanita anggun, cerdas dan baik hati. Dia adalah bos di tempatku kerja tiba-tiba melamarku. Apa kelebihan diriku?  Laki-laki yang kadang suka melucu, sering berbuat kesalahan. Apa yang membuatnya tertarik denganku?

Kalau dibanding dengan laki-laki yang suka datang ke kantor, aku  jelas kalah saingan.

Mengapa dia memilihku. Jangan-jangan mom Sarah ini suka dengan yang muda.

Oh Tuhan..

"Mom!" tegasku sambil memandang matanya. 

" Ini serius?" tambahku untuk meyakinkanya. 

Dia mengangguk. Semburat aneh nampak di wajahnya. Perlahan kulihat telaga yang penuh dengan air siap mengalir. Aku tak sanggup melihat itu. 

"Eeh… Sebentar ya Mom. Aku mau ke toilet," kataku mengalihkan perhatiannya. 

Tidak ada cara lain selain menghindar. Aku tak sanggup bila melihat wanita baik itu menangis dihadapanku. Aku tidak mau merendahkannya.

Dengan tergesa aku menuju ke toilet restoran itu. 

Di dalam kamar kecil itu, kutatap mukaku di cermin.

"Aku bukan laki laki matre!" pekikku.

"Apa yang harus kulakukan? Diterima atau ditolak."

Duuh.. .Aku dalam posisi yang sulit saat ini. Aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini. Aku hanya ingin melanjutkan kuliahku. Aku hanya ingin membahagiakan ibu dan adik perempuanku. 

Mom Sarah sudah terlalu baik kepadaku. Dia banyak menolongku. Aku tidak pernah menyadarinya, kalau dia ternyata menyukaiku. 

Kubasuh mukaku dengan air dari kran kamar mandi. Agar semua pikiran buruk segala lenyap. Setelah agak tenang, aku keluar dari toliet. Ternyata dia sudah tidak ada lagi di sana. 

(Pram, aku menunggumu di mobil) 

Sebuah pesan dari mom Sarah di ponselku. 

( Baiklah Mom) 

Aku menjawab pesan dari mom Sarah. Aku segera bergegas menuju ke area parkir. Ternyata bosku itu sudah  berdiri di samping mobilnya.

" Kamu sakit perut lagi, Pram?" tanya mom Sarah.

Aku tidak menjawab pertanyaan darinya. Hanya anggukan kecil saja. Segera kubuka pintu mobil dan mempersilahkannya masuk. Kali ini dia  ingin duduk di depan. 

Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Sesekali kulirik wanita di sebelahku. Wanita yang baru saja melamarku. Wanita mandiri yang penuh dengan tanggung jawab. 

Aku tidak berani menjawabnya. Aku sangat takut. Aku bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu.  Dia sangat penyayang. Terlalu sempurna bagiku. Tapi perbedaan usia kami hampir lima belas tahun. 

Ketika mataku beradu pandang dengannya. Kucoba memberanikan diri untuk menatapnya agak lama. Seolah aku ingin kembali bertanya. Apakah ini benar?

Mom Sarah tidak banyak bicara selama di mobil. Tangannya hanya sibuk dengan ponselnya. Laju mobil itu semakin kencang menyusuri jalan di Jakarta Selatan. 

Sesampainya di rumah, bosku masih diam. Pandangannya tertunduk seolah tidak berdaya. 

"Makasih ya, Pram," kata mom Sarah pelan.

Tangannya memegang tanganku sambil menyelipkan sesuatu di tanganku. Ternyata dia membayarku. 

"Iya Mom," jawabku lirih.

 "Maaf… saya butuh waktu untuk menjawabnya, Mom."

"Santai saja, Pram," ujarnya.

"Saya pamit dulu, Mom," kataku sambil berlalu dari hadapannya. 

Aku segera menuju tempat parkir untuk mengambil montorku. Lalu segera meninggalkan rumah itu. Terlihat dia  melambaikan tangan kepadaku. Kubalas lambaian tangannya dan langsung melesat pergi.

☆☆

"Pagi, Mas Pram," sapa Reni temanku.

"Pagi Ren," sapaku balik. 

"Telat lagi ya, Mas," sindirnya sambil tersenyum manis.

"Iya, Ren. Maklum orang kaya jadi bangunnya agak kesiangan," candaku sambil menowel pipinya yang gembul. 

"Ih Mas Pram. Sakit…," keluh Reni sambil memegangi pipinya.

"Kalau dicium, sakit gak?" kelakarku tertawa kecil.

Reni hanya tersenyum manis, melihat tingkah lucuku. Dia terus memandangiku tanpa berkedip.

"Hai.. "

Tanganku mengusap wajahnya dengan kasar. Reni terlihat kelagapan. Nampak dia malu-malu dan salah tingkah.

"Liatin apa, Non?" 

"Aku ganteng ya. Dirimu hingga terpesona melihatku," candaku tertawa ngakak.

"Mas Pram bisa saja ih," kata Reni genit.

Tangannya yang halus mencubit tanganku. Sejenak kami bercanda dan tertawa sebelum melakukan aktivitas kerja.

"Oh ya Ren. Mom Sarah menanyakanku tidak? Kan aku agak telat hari ini," tanyaku pada Reni dengan berisik di telinganya.

"Duuh….yang menjadi kesayangan bos," ledek  Reni.

"Sstttttt….."

" Jangan begitu! Aku tidak enak. Aku kan karyawan baru. Tidak enak kalau telat terus," kataku sambil meletakkan jariku di bibir Reni.

"Mas Pram ke mana saja tidak masuk dua hari ini. Aku curiga nih ada sesuatu. Soalnya Mom Sarah sudah dua hari ini tidak berangkat ke kantor. Katanya sakit. Beliau susah dihubungi. Banyak relasi bisnisnya yang kecewa."

Deeg.

Mom Sarah sakit?

Apakah ada hubungannya dengan kejadian malam itu? Berbagai pertanyaan memenuhi pikiranku.

Aku terdiam lama. Reni memperhatikanku. Dia menyenggol pundakku, dan mendekatkan mukanya ke mukaku.

"Hayo… Mas Pram… Bos kamu apain?" tanyanya curiga.

Ingin saja kucium gadis manis yang ada di depanku ini kalau saja terus meledekku. Aku mengangkat kedua bahuku untuk mengisyaratkan bahwa aku tidak tahu.

"Sudah ah…Yuk kita bekerja sekarang!" ajakku pada Reni.

Seharian pikiranku tidak tenang. Wajah  bosku begitu mengusik jiwaku. Tatapannya yang sendu dan tutur katanya yang halus selalu menari-nari di dipelupuk mataku.

Apakah ada hubungannya dengan lamarannya kepadaku malam itu, sehingga beliau sakit. 

"Pram!" bentak seseorang di belakangku.

"Kalau kerja jangan melamun saja.! Restoran lagi rame ini.  Kumohon profesional dalam bekerja!" tegurnya sangat keras.

Ternyata dia adalah Pak Sony, supervisor di restoran ini. Wajahnya sangar  dengan kumis agak lebat. Dia memang beda dengan yang lain. Apalagi kalau berhadapan denganku.  Kelihatan tidak suka dan hampir setiap hari aku dimarahin.

Maklum orang ganteng. Pasti banyak yang sirik  dan benci. Apalagi bos  sangat memperhatikanku. Pak Sony sangat tidak suka.

"Iya, Pak," jawabku terus bekerja.

Aku membersihkan meja-meja yang kotor dengan cekatan. Hari ini restoran memang sangat ramai. Semua karyawannya sangat sibuk. 

Apa yang harus kulakukan ya? Apakah bosku sakit gara-gara aku. Duh..kasihan.

Apa aku harus pergi menengoknya? Sopan tidak ya?

Ah…kok aku jadi galau.


Sepulang dari restoran, aku tidak langsung ke kontrakan. Aku mampir dulu ke sebuah lapak  penjual bunga. Yah..malam ini aku ingin menengok bosku yang cantik itu sendirian.

Setangkai mawar putih  menjadi pikiranku. Mungkin dengan bunga ini mampu membuatnya bangkit dan sembuh dari penyakitnya. 

Segera kupacu motorku menuju rumah Sarah. Aku menekan tombol pagar rumahnya. . Pak satpam yang menjaga rumah bos tergopoh -gopoh keluar untuk membukakan gerbang.

Kuparkir motorku bersebelahan dengan mobilnya. Aku agak grogi ketika mau menekan bel rumah besar nan asri itu.  Tapi  kuberanikan diri untuk menekannya.

Bi Iyem, pembantunya Sarah, membukakan pintu untukku. Wanita tua yang agak gendut dengan kerudung  tua yang sudah mulai pudar warnanya

"Mas Pram," sapa bi Iyem.

"Iya Bik," jawabku.

"Ayo masuk, Mas,"  ajak bi Iyem

mempersilahkan aku masuk. 

Aku memasuki rumah bosku dengan hati tidak karuan. Baru pertama kali ini, aku masuk ke rumahnya.

Bi Iyem mempersilahkan aku duduk di ruang tamu. Mataku tiba-tiba bergerilya mengamati foto-foto yang  di pajang di dinding.Yang paling menarik perhatianku adalah foto mom Sarah bersama ketiga putranya. Lalu…dimana foto mantan suaminya?

Rumah bos tidak terlalu besar, tetapi nampak begitu asri. Tata ruang yang sederhana dan rapi. Aneka pajangan tersusun rapi. Disetiap sudut ruangan ada bunga yang ditaruh dengan rapi. 

"Halo, Mas," sapa anak remaja laki-laki sekitar umur lima  belas tahun mendekatiku.

"Hai,"  jawabku.

Aku menebak anak remaja ini adalah putra mom Sarah yang pertama. Wajahnya mirip dengan foto yang dipajang di dinding. . Tubuhnya tinggi, wajahnya putih dan ganteng. Dia duduk di sebelahku.

"Karyawannya Mom ya?" tanyanya.

"Eh iya. Agung Pramono," kataku sambil mengulurkan tangan.

"Aska,"  jawabnya menjabat tanganku. 

Dia memandangiku lalu tersenyum. 

" Mau ikut gabung ,gak? aku sedang main game Mobile Legend," pintanya sambil berdiri.

" Next time, Aska. Pasti mas gabung denganmu. Sekarang mas mau menengok mom Sarah dulu," tolakku halus.

"Baiklah, Mas Pram. " Aska  berdiri dan meninggalkanku.

Bi Iyem datang menghampiriku. Wanita tua itu tersenyum kepadaku. Jadi teringat dengan ibu yang dikampung. 

"Mas Pram, Mom Sarah menyuruh Mas Pram masuk ke kamarnya. Badannya masih lemah," kata bi Iyem.

Hah. Masuk ke kamar bos ? Jantungku mulai berdegup kencang. Aku sedikit grogi. Bi Iyem membawaku ke kamar si bos.

Tok…tok..

Kuketuk pintu kamarnya dengan pelan. Bunga yang tadi kubeli dari lapak bunga masih aku sembunyikan dibalik jaketku. 

"Masuk."  Terdengar jawaban dari dalam.

Perlahan aku buka pintu kamar. Disana nampak  Sarah berbaring lemah di tempat tidurnya. 

Mom Sarah memandangiku sayu. Seolah tidak ada kekuatan di matanya.  Wanita tegar dan kuat yang selama ini kulihat, menjadi lemah dan tidak berdaya.

Aku duduk di kursi yang diberikan bi Iyem. Kok aku tidak tega melihat keadaan bos. Lemah, pucat dan tidak berdaya. Semburat kekecewaan nampak jelas di wajahnya. 

"Mom tidak mau makan hampir dua hari Mas Pram. Biasanya tidak seperti ini kok. Bibi sampe bingung. Diajak ke dokter belum mau," kata bi  Iyem menjelaskan.

"Pram…," panggil Mom Sarah.

"Iya, Mom," jawabku pelan.

"Kamu sendirian ya," tanyanya lagi sambil tersenyum. 

"Iya Mom. Sengaja aku ke sini sendirian. Pikiranku tidak enak. Apakah sakitnya Mom ada hubungannya denganku?"

Mom Sarah diam. Tatapannya kosong. Dia hanya memandangiku. Seolah tidak ada cahaya di sana. 

Aku serba salah. Wanita yang baik ini tergolek lemah tidak berdaya. Bagaimana dengan restorannya? Bagaimana dengan ketiga anak anaknya? 

Bi Iyem datang dengan membawa semangkok bubur. Dia memberikan bubur itu kepadaku.

"Tolong Mas Pram suapin bos. Siapa tahu bos mau makan," pinta Bi Iyem.

Aku mengangguk dan menerima mangkok itu. Bi Iyem membantu mom Sarah bersandar di bantal besar agar bisa duduk dengan enak. 

"Ini buat kamu," kataku sambil mengeluarkan setangkai mawar putih.

Matanya  bersinar bahagia. Kulihat ada genangan air di sana. Senyumnya merekah di bibirnya yang pucat. Dia memandangiku seolah tidak percaya. 

"Ini buatku, Pram?" tanyanya.

"Iya," jawabku pelan.

" Tapi ada syaratnya…"

"Apa itu?" tanya mom Sarah manja.

"Mom harus makan bubur ini. Biar bisa pulih. Kasihan karyawan dan relasi Mom. Semua menanyakan Mom. Kasihan juga tuh anak-anak Mom," ujarku.

Ups. Kok aku seperti ustad yang ceramah ya. Seperti tidak ada sekat antara aku dan mom Sarah.

Mom Sarah mengangguk. Aku kemudian menyuapinya dengan sabar. Bi Iyem ikut tersenyum, melihatku menyuapi bosnya. Mom Sarah nampak malu-malu.

**

"Pram….." panggil Mom Sarah di depan pintu kamar mandi.

Lamunanku langsung sirna. Kenanganku ketika pertama kali bertemu dengan mom Sarah. 

" Iya sayang…sebentar," jawabku. 

"Kamu gak apa -apa kan?" 

Tiba-tiba mom Sarah membuka pintu kamar mandi. Ternyata pintunya lupa aku kunci. 

"Belum mandi ya?" tanyanya. 

Kusambar handuk yang ada di sebelahku. Dia masuk ke kamar mandi. Dia memelukku dan menciumku.  Aku tidak berdaya lagi. Kubalas setiap sentuhan dan ciumannya.

Aduh .. 

Mom Sarah mau ngapain lagi ya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Lah kok tiba2 balik ke hotel sih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status