“Kamu ada jadwal kuliah nggak Sayang?” tanya Dewi.
Setelah beberapa detik berlalu, pertanyaan Dewi tak kunjung mendapat jawaban. Membuat wanita paruh baya itu mengernyit heran. Pasalnya, ia tak pernah mendapati putri semata wayangnya dalam mode seperti ini.
“Mita?" Dewi mengerutkan dahi heran. Tak biasanya Putri semata wayangnya melamun. "Tiffany Mita Winata?” Seru Dewi.
Gadis dua puluh satu tahun itu mendongak. Menatap ke arah sang Mama yang mengernyit heran ke arahnya.
“A-apa Ma?” tanya Mita gugup.
Dewi memicingkan matanya. “Kamu kenapa? Sakit?”
Mita menggeleng. “Mita baik-baik aja kok Ma.”
Dewi semakin mengernyitkan dahinya. “Kamu yakin?”
Gadis itu mengangguk. “Yakin seribu persen Ma.” Mita menampilkan senyum termanis yang ia punya, membuat Dewi menghela nafas lega.
Tapi ada keanehan dalam nada suara dan perilakunya putrinya pagi ini. Dewi yakin itu.
“Jadi, kamu ada kuliah nggak hari ini?” tanya Dewi lagi.
Mita menggeleng. “Enggak Ma. Mita nanti mau istirahat aja di rumah. Soalnya besok Mita bakalan sibuk jadi Bridesmaid di pernikahannya Melissa.”
“OK kalau begitu. Ah ya, Papa mau mengajak kita makan malam dengan Keluarga Haryanto sabtu depan.” Ucap Dewi antusias
“Makan malam?” beo Mita.
Dewi spontan mengangguk. “Iya. Yang bulan lalu kita ketemu di pernikahan Tante Mela. Kamu ingat?”
“Mita lupa,” jawabnya singkat.
“Papa berniat mendekatkan kamu dengan anak bungsu Pak Haryanto,” celetuk Dewi.
Mita langsung menatap dalam ke arah Dewi. “Mama bilang apa tadi?”
“Ish, telinga kamu bermasalah, ya. Mama ngomong sejelas itu juga kamu kasih nanya,” desis Dewi jengkel.
“Please Ma. Tadi Mama ngomong apa?” tanya Mita.
“Papa berniat mendekatkan kamu dengan anak bungsu Pak Haryanto,” ucap Dewi lagi.
“No!” tolak Mita.
Tak berpikir terlalu lama, Mita langsung menolak rencana yang di cetuskan Mamanya itu.
“Kenapa? Kamu kan belum mengenalnya lebih dekat? Kenapa sudah kamu tolak?” tanya Dewi penasaran.
“Beri Mita waktu berpikir. Masih ada waktu kan? Oh iya, Mita masuk kamar dulu,” jawab Mita cepat.
Tanpa menunggu persetujuan Dewi, gadis itu segera beranjak dari sana. Membuat Dewi melongo dengan kelakuan aneh putrinya pagi ini.
“Apa salahnya makan malam? Kan ini bukan pertama kalinya. Dia kan bisa menolak kalau tidak tertarik,” Monolog Dewi.
Sesampainya di kamar, Mita langsung mengunci pintu kamarnya. Berharap sang Mama tidak menyusul untuk membujuk dirinya.
Gadis itu meraih ponsel yang tergeletak di kasur. Membuka salah satu aplikasi musik untuk menemani hatinya yang sedang gelisah.
Alunan beberapa musik yang di dengar semakin tak mampu mengalihkan keresahan hatinya. Ia pun menjadi semakin gelisah. Hingga akhirnya ia mematikan musik tersebut.
Aku kenapa sih?
Kenapa rasanya nggak enak banget sih?
Kayak ... kayak ...
Nggak mungkin gara-gara ...
Argghhh ...
A-aku bukan baru pertama bertemu dia,
Tapi, cara dia memandangku waktu itu
Bayangan kejadian di Butik dan di rumah Melissa kemaren berputar-putar bak kaset rusak di otak cantiknya. Dan bayangan wajah laki-laki itu seakan mempora-porandakan hatinya tanpa permisi. Merasa lelah dengan pikiran ngawurnya, Mita mencoba menutup mata. Perlahan tapi pasti, akhirnya ia terlelap.
*
Di salah satu kamar bernuansa abu-abu, seorang laki-laki tampak fokus dengan layar laptop yang menyala. Layar itu menampilkan laporan yang perlu ia periksa sebelum di kirim ke CEO di tempatnya bekerja.
Laki-laki bernama Riko tampak serius menyelesaikan tugasnya. Walaupun ia sedang mengambil cuti, ia tetap menyelesaikan pekerjaannya agar tak menumpuk.
Tok .. tok .. tok
“Kakak?” Seru gadis di balik pintu kamar Riko.
“Masuk. Nggak dikunci kok,” Sahut Riko.
Gadis dua puluh satu tahun itu tersenyum, menghampirinya.
“Kenapa,” Tanya Riko
“Boleh Lissa tanya sesuatu?”
“Apaan?”
“Kakak jadian ya sama Mita,” Melissa menaikkan satu alisnya.
Uhuukkk.....
“K-kamu ini, Dek?!” Riko tersedak ludahnya sendiri.
Sial!!! Tenggorokannya terasa panas sekali!!!
“Masih nggak mau ngaku?” Melissa menaikkan satu alisnya.
“Istirahat sana!!! Besok acaranya lama loh!” Riko mencoba mengalihkan pembicaraan adiknya.
Melissa memicingkan mata curiga.“Ada yang nggak beres!!” Gadis itu belum berhenti mengorek informasi mengenai hubungan Riko dengan sahabatnya.
“Masuk kamar kamu sana! Awas lho ya kalau besok ngeluh capek,” Riko berdoa dalam hati agar adiknya yang mempunyai ke-kepoan akut itu segera keluar dari kamarnya. Karena saat ini ia sedang di landa kegugupan. Demi apa laki-laki di puluh delapan tahun itu gugup karena pertanyaan nyeleneh dari adiknya?
Gadis itu beranjak. Tapi, sebelum ia benar-benar keluar dari kamar Kakaknya, ia membisikkan sesuatu yang membuat Riko membeku.
Bisikan nakal dari adik satu-satunya itu membuat Riko termangu untuk waktu yang lama. Ia tak membohongi dirinya sendiri. Faktanya setelah kejadian kemarin, bayangan gadis dua puluh satu tahun itu terasa mengganggu. Laki-laki itu bak remaja yang pertama kali jatuh cinta.
Lebay? Ya mungkin itu kata yang tepat untuk seorang laki-laki yang berusia dua puluh delapan tahun itu. Tatapan datar yang biasa ia tunjukkan untuk setiap perempuan lenyap, kala berhadapan dengan Mita. Gadis mungil yang masih baru berumur duanpuluh satu tahun.
Riko tersenyum geli. Ia mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran liar di otaknya. Mungkin kelamaan jomblo membuat otaknya karatan.
*
Tidur biasanya menjadi obat mujarab ketika Mita sedang kesal ataupun lagi banyak pikiran. Tapi acara tidur siang ini membuat kepalanya pusing bukan main.
Arghh,,,
Kenapa pake pusing segala?
Mana besok aku harus nemenin Melissa dari pagi sampai malam.
Mita memaksa dirinya bangun, untuk membuka laci nakas dan mengambil salah satu botol obat pereda sakit kepala dan segera meminumnya. Kini ia bersandar di kepala ranjang sambil memejamkan mata. Berharap rasa pusing itu segera menghilang.
Tring
>>My BbFriend
Mit !
Lo besok dateng pagi ya,
Inget! Jangan telat
Sebuah notifikasi pesan mengusik ketenangan Mita. Dengan malas, gadis itu meraih ponselnya. Membuka pesan yang baru saja masuk beberapa detik yang lalu.
“Nggak sekalian minta aku malam ini dateng ke rumah kamu. Nemenin kamu tidur gitu.” Gumam Mita.
//Me
Nggak sekalian minta gue malam ini nginep di rumah Lo?
Contohnya nemenin Lo tidur gitu?
Gadis itu terkikik geli dengan pesan yang baru saja ia kirimkan kepada sahabat bawelnya yang akan menikah besok.
Tring ...
>>My BbFriend
Emang Mama Dewi ngebolehin Lo kesini malam ini?
Kalau boleh, gue sih seneng-seneng aja
Gimana?
“Enak di elo gak enak di gue dong,” gerutu Mita.
//Me
Kalaupun Mama ngijinin, Ogah gue
Enak di Lo gak enak di gue
Kepala gue pusing banget sekarang
Tring ...
>>My BbFriend
Haa?
Lo kenapa?
Apa karena adegan tadi siang?
Ahh ,,, gue tahu
Jangan-jangan Lo lagi mikirin Kakak gue?
Ngaku deh!!!
Mita membelalakkan mata tak percaya. Melihat sederet pesan ngawur dari sahabat bawelnya, yang membuat ia lupa seketika dari sakit kepalanya.
//Me
Lo benar-benar eror!!!
Mendingan Lo berendam deh
Otak Lo perlu dibersihin, biar debunya bersih
“Kayaknya bentar lagi bukan Meli aja yang heboh. Kemungkinan Ayah dan Bundanya juga. Ah, itu artinya ...”
Glek ...
“Aku tak bisa membayangkan jika sebentar lagi Papa dan Mama ikutan heboh. I-ini tidak boleh terjadi. Tapi? Apa yang bisa aku lakukan coba? Arghhh!!!” Monolog Mita.
.
.
.
Bersambung ....
*
Jangan lupa dukung cerita ini dengan meninggalkan ulasan atau komentar di setiap babnya ya.
Ikuti eFbi Merry Anna untuk mendapatkan informasi seputar update cerita ini.
Terima kasih
Pagi ini Mita merasakan tubuhnya terasa lebih segar. Efek dari obat pereda sakit kepala yang di konsumsinya semalam. Gadis itu segera beranjak dan merengangkan otot-otot tubuhnya sebelum ia ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Ia menyempatkan diri menghubungkan kabel pengisi daya ke ponsel dan segera ke kamar mandi. Empat puluh menit kemudian, Mita tampak lebih segar. Tentu saja, ia baru saja mandi dan keramas. Tak lupa gosok gigi dan ritual pagi yang selalu ia lakukan. Mita mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya yang basah. Setelahnya ia memoles sedikit krim perawatan wajah dan sedikit bedak. Kalau biasanya ia memulas liptint pada bibirnya, pagi ini pilihannya jatuh pada lipgloss beraroma strawberry. Agar bibirnya terlihat mengkilap dan basah. Kebiasaan pagi ini tentu berbeda dengan biasanya. Hari ini ia akan menjadi salah satu Bridesmaid di pernikahan sahabatnya. Ia memilih memakai kemeja pendek dan rok jeans selutu
Seumur hidupnya Mita tak pernah merasakan kegugupan saat berdekatan dengan orang lain. Terhitung sejak kejadian di halaman rumah Riko dua hari yang lalu, Mita merasa gugup dan gelisah jika dekat dengan laki-laki itu. Seperti sekarang ini, Mita terfokus pada keadaan di luar jendela tempat ia duduk. Ia merasa mobil yang di kemudikan Riko berjalan sangat lambat. Padahal faktanya tidak seperti itu. Mereka pergi bersama menuju ke Hotel Pandawa, tempat berlangsungnya resepsi pernikahan Rendy dan Melissa. Keduanya tampak larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tak ada satu pun yang mengeluarkan suara. Sebenarnya Riko sudah gatal ingin mengomentari penampilan gadis di sebelahnya ini. Hanya saja ia takut lepas kendali. Pasalnya keduanya tidak memiliki hubungan khusus. Dan cukup membuat laki-laki itu frustrasi. Sifat possesifnya tiba-tiba muncul begitu saja. Memasuki pelataran hotel itu, Riko masuk ke area Basement . Ia berniat memakirkan mobilnya di sa
Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya. Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi. Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat. “APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!” Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat. “M-Mama ...” “T-Tante ...” Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduany
Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota. Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama. Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga. “Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut. Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi
Pernikahan Riko dan Mita telah ditentukan semalam. Para orang tua sudah mendiskusikan tentang persiapan untuk menyambut hari bahagia itu.Dewi dengan antusias sudah mulai merealisasikan impian putri semata wayangnya tentang pernikahan. Ia benar-benar membuatnya seperti keinginan Mita. Mulai dari tempat, dekorasi, undangan dan lain-lain yang sudah mulai ia pesan.Untuk gaun pengantin pun, Dewi sudah memilih salah satu Butik yang sama dengan adik Riko. Wanita paruh baya itu tampak antusias menyambut hari pernikahan yang akan digelar pada tanggal dua puluh bulan depan. Terhitung tinggal dua puluh delapan hari lagi.Pagi ini, Mita yang masih mempunyai jadwal kuliah pun sudah bersiap sejak sepuluh menit yang lalu. Kaos pendek dan celana jeans pas body menjadi pilihannya.Gadis itu meraih ransel dan laptop setelah memakai sepatu kesayangannya. Ia menuruni tangga dengan santai, menuju meja makan.“Papa mana, Ma?” tanya Mita heran. Gadis itu se
Seumur hidup Riko tidak pernah mengira bahwa dirinya akan cemburu seperti ini kepada seorang wanita. Kilasan yang sempat ia lihat tadi membuat emosinya naik drastis tanpa bisa dikendalikan. Laki-laki itu tak ingin, tapi ia pun tak bisa mengendalikan kecemburuan yang tiba-tiba datang.Kini Riko terpana melihat Mita keluar dari ruang ganti dengan memakai gaun pengantin pilihan gadis itu sendiri.Riko meneguk ludah. Tiba-tiba saja gairahnya memuncak melihat penampilan calon istrinya yang terbalut gaun pengantin.Dengan langkah cepat, Riko langsung memeluk Mita dari belakang dengan nafas yang menderu. Ia melabuhkan kecupan dalam pada leher kanan Mita. Dan itu mampu membuat gadis itu meremang.“Kak!” Mita tercekat saat Riko tiba-tiba menghisap lehernya yang kemungkinan akan meninggalkan bekas kemerahan di sana.Dalam sekejap Riko membalikkan posisi Mita menghadap ke arahnya. Gerakan cepat Riko membuat Mita terkejut dan sempat memekik.
“Non Mita lagi ngapain?”Mita yang sedang meracik biji kopi ke dalam alat pembuat kopi menoleh ke arah belakang. “Eh, Bibi. Mita lagi mau buatin kopi buat Kak Riko.”“Mau Bibi bantu?”Mita menggeleng. “Enggak usah, Bik. Mita bisa sendiri kok.”Bik Sari mengangguk dan mengerjakan pekerjaannya sendiri.Walaupun Mita adalah anak tunggal, gadis itu bukanlah seperti anak tunggal yang manja. Ia sering membantu Bik Sari di dapur ketika libur kuliah. Dan setiap hari Minggu, ia pun akan membersihkan kamarnya sendiri.Tanpa kesulitan Mita menghidupkan alat pembuat kopi untuk mulai membuat biji-biji kopi menjadi secangkir kopi panas. Gadis itu tampak lincah karena memang ia sering membuatkan untuk Papanya.“Selesai,” gumamnya lirih.Tanpa Mita sadari ada beberapa tetes air di lantai yang bisa membuatnya tergelincir. Benar saja, sementara kemudian saat ia akan melangkah tiba-tiba
“Ehem .... udah ada yang rapi nih,” sindir Dewi dengan nada jahil saat Mita yang sudah memakai setelan rok mini mendekati meja makan.Bagas melebarkan senyuman mendengar Dewi terang-terangan menyindir putri semata wayangnya.“Ah, kalau mau kencan sih, dunia jadi milik berdua. Yang lainnya mengontrak. Iya nggak, Pa?” goda Dewi yang belum puas menggoda Mita.Bagas hanya mengangguk.“Apalagi kalau udah jadi pengantin baru, pasti dikekepin mulu di kamar,”Uhuk ... uhuk ....Sial! Mendengar godaan sang Mama yang terakhir membuat Mita tersedak susu yang membuat tenggorokannya terasa sakit.“Hati-hati, Sayang,” peringat Bagas.Mita masih meredakan tenggorokannya yang terasa sakit. Dewi yang berada di samping Mita, memberikan tepukan lembut di punggung Mita untuk membantu meringankan sakitnya.“Mama sih! Kalau ngomong suka sembarangan. Mana udah bahas nikah melulu lagi,&rdquo