Pagi ini Mita merasakan tubuhnya terasa lebih segar. Efek dari obat pereda sakit kepala yang di konsumsinya semalam.
Gadis itu segera beranjak dan merengangkan otot-otot tubuhnya sebelum ia ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya. Ia menyempatkan diri menghubungkan kabel pengisi daya ke ponsel dan segera ke kamar mandi.
Empat puluh menit kemudian, Mita tampak lebih segar. Tentu saja, ia baru saja mandi dan keramas. Tak lupa gosok gigi dan ritual pagi yang selalu ia lakukan.
Mita mengambil hair dryer dan mulai mengeringkan rambutnya yang basah. Setelahnya ia memoles sedikit krim perawatan wajah dan sedikit bedak. Kalau biasanya ia memulas liptint pada bibirnya, pagi ini pilihannya jatuh pada lipgloss beraroma strawberry. Agar bibirnya terlihat mengkilap dan basah.
Kebiasaan pagi ini tentu berbeda dengan biasanya. Hari ini ia akan menjadi salah satu Bridesmaid di pernikahan sahabatnya. Ia memilih memakai kemeja pendek dan rok jeans selutut. Paduan atasan dan bawahan yang begitu menawan.
Walaupun Mita mempunyai tubuh yang mungil, tapi ia mempunyai beberapa lekukan yang tampak menonjol. Seperti payudara dan bokongnya. Dan pakaiannya kali ini mampu menonjolkan kedua lekukan sempurna itu tampak indah. Siapa pun laki-laki yang memandangnya pasti akan terpesona.
Setelah memastikan penampilannya rapi, ia mencabut ponselnya yang telah terisi penuh. Tak lupa mengambil Tas kecil yang biasa ia bawa saat ke pesta. Dan memakai highells tujuh senti.
Mita menuruni tangga dengan hati-hati. Karena Dewi akan berteriak histeris jika dirinya terlalu tergesa-gesa atau terlalu cepat berjalan saat memakai highells.
“Selamat pagi Papa.” Gadis itu mengecup pipi Bagas.
“Pagi juga Princessnya Papa. Kamu mau berangkat sekarang?” Tanya Bagas lembut.
Mita mengangguk. “Iya Pa. Ehm, Mama kemana?” Mita meraih gelas susu yang memang di siapkan untuknya.
“Ka ...”
“Kamu cantik sekali sayang.” Puji Dewi.
Kedua pipi Mita merona. “M-Mama ini. Biasa aja juga.”
“Hahaha, ... Lihat Pa. Princessnya Papa kalau malu-malu gitu minta segera di carikan jodoh.” Goda Dewi.
“Uhukkk” Sial!!! Mita tersedak mendengar godaan Sang Mama pagi ini. Padahal sejak kemarin ia melupakan pembahasan tentang jodoh yang di bicarakan dengannya.
“Hati-hati dong Sayang.” Ucap Dewi cemas. Wanita paruh baya itu menepuk-nepuk pelan punggung anak gadisnya yang kini sudah dewasa.
“Mama sih ngejutin aku. Ini pas aku minum susu lagi. Argh,, rasanya nggak enak banget.” Gerutu Mita.
“Iya, iya. Mama minta maaf. Kan Mama cuma bercanda sayang.” Ucap Dewi tulus.
“Mita tahu. Tapi nggak pas Mita minum ngomongnya.”
“Sudah. Mau berangkat sekarang atau nanti?” lerai Bagas.
“Sekarang Pa. Ya udah, Mita berangkat ya Pa, Ma. Nanti Papa dan Mama langsung ke Hotel Pandawa ya?” tanya Mita.
“Iya. Buruan sana, ada yang nungguin loh di depan.” Ucap Dewi dengan mengedipkan sebelah matanya.
Mita menatap horror kepada Mamanya.
Apa tadi Mama bilang?
Ada yang nunggu aku?
Siapa?
Perasaan aku nggak janjian sama siapa-siapa deh
Atau ...
K-Kak Riko?
Ngapain dia kesini??
Mita menggelengkan kepala berulang kali. Dan itu membuat Dewi mengernyit. Tapi belum sampai ia menegur Mita, gadis itu sudah berlalu dari hadapannya.
“Dasar anak muda.” Gumam Dewi lirih.
Mita melangkahkan kaki pelan-pelan agar tak menimbulkan suara nyaring. Tapi itu percuma saja. Laki-laki yang berdiri membelakanginya seolah-olah punya sensor tersendiri. Sebelum Mita menghampirinya, ia sudah membalikkan badan.
Deg
Deg
Deg
Deg
Debaran riuh dari kedua dada manusia beda kelamin itu terasa memekakkan telinga. Keduanya tampak terpesona dengan penampilan masing-masing. Mita yang menyadari langsung menautkan kedua tangannya gugup. Dan Riko masih betah menatap betapa cantik dan sempurnanya ciptaan Tuhan di hadapannya ini.
“S-selamat pagi Kak Riko.” Sapa Mita.
Riko masih betah berimajinasi dalam fantasi liarnya. Ia tak menyadari sudah berapa kali Mita memanggilnya.
Mita yang merasa kesal, berjalan cepat ke arah Riko. Ia berniat untuk meninggikan suaranya. Namun apa daya seorang Mita saat ia maju lebih dekat, gadis itu terperangkap oleh harum tubuh Riko yang begitu memabukkan untuknya.
Memalukan memang. Tapi ia sempat menahan nafasnya saat aroma itu masuk ke hidungnya.
“K-Kak Riko.” Ucap Mita kesekian kali.
“Ya?” jawab Riko singkat.
“K-Kakak ngapain disini?” tanya Mita gugup.
Riko tersenyum. “Jemput kamu lah. Apalagi memang?”
“Ahh,,, pasti permintaan Meli ya Kak. S-sebenarnya Kakak nggak usah nurutin kemauan Meli sih. A-aku bisa bawa mobil sendiri kok.” Ucap Mita panjang lebar.
“Ini kemauan aku sendiri kok.” Jawab Riko terus terang.
Mita terkesiap.
A-apa tadi dia bilang?
Kemauan dia sendiri?
Kok bisa?
Alasannya kenapa?
“Ehm, k-kenapa ya Kak? Kok tiba-tiba jemput aku?” Mita menggigit bibir bawahnya.
“Apa harus ada alasan aku untuk jemput kamu?” tanya Riko balik.
Ini cowok, di kasih pertanyaan bukannya di jawab
Eh, malah balik nanya
Mana bilang mau jemput aku lagi
“Ehm, e-enggak sih. Tapi aneh aja.” Ringis Mita.
“Aneh?” Riko mendekat ke arah Mita, membuat tubuh gadis itu menegang seketika. “Apanya yang aneh?” tanya Riko meyakinkan.
“Ehm, ya a-aneh gitu. Ngapain repot-repot jemput padahal a...” Mita membeku saat jari Riko mengusap bibirnya. Jantungnya terasa jatuh ke dasar perut.
“Lipstik itu nggak cocok di bibir kamu.” Ucap Riko lembut. Setelah itu Riko meraih tangan Mita, menuntun gadis itu ke dalam mobilnya.
Setelah Mita masuk ke dalam mobil, Riko pun bergegas masuk ke sisi kemudi. Ia melirik Mita yang masih diam tanpa memakai seatbeltnya. Laki-laki itu mencondongkan tubuhnya ke arah Mita yang di balas antisipasi oleh gadis itu.
Klik
“Pakai sabuknya yang bener.” Ucap Riko di depan wajah Mita. Harum nafas cowok itu merasuk ke dalam paru-paru Mita. Membuat gadis itu sesak seketika.
Riko menyeringai. Ia bukannya tak tahu bahwa gadis disampingnya ini menahan nafas berkali-kali.
Menggemaskan dan begitu menggoda
Apalagi bibir yang di gigit itu
Sial,
Otakku perlu di cuci bersih sepertinya
Riko mengemudikan mobilnya keluar dari halaman rumah Mita. Ia mengemudi dengan kecepatan teratur. Tampak santai dan menikmati perjalanannya.
Empat puluh menit kemudian Riko telah sampai di halaman rumahnya. Perjalanan yang seharusnya cukup dengan dua puluh lima menit itu menjadi lebih lama gara-gara Riko yang dengan sengaja memutar arah lebih jauh. Laki-laki itu tersenyum miring, mendapati raut kesal gadis yang berada di sampingnya itu.
Tanpa berpamitan pada Riko, Mita segera bergegas turun dan masuk ke rumah yang mulai ramai di penuhi anggota keluarga besar Ayah dan Bundanya Melissa dan Riko.
“Eh, ternyata Mita ini ya calon mantunya Bunda.” Ucap Sukma berbinar-binar.
Mita hanya melongo mendengar pernyataan lugas dari Bunda sahabatnya itu.
“Ehm, M-maksud Bunda apa ya?” tanya Mita gugup.
“Kamu tadi di jemput sama Kak Riko kan?”
“I-iya Bun.” Mita bingung.
“Tadi, Kak Riko bilangnya mau jemput calon istri.” Bisik Sukma lirih.
Ucapan Sukma membuat tubuh Mita menegang dan meremang. Dadanya semakin tak terselamatkan. Dan kemungkinan nyawanya akan melayang sebentar lagi.
“Bu Sukma. Pengantin sudah selesai dirias. Ehm, Bridesmaid nya yang satu belum datang ya?” tanya petugas WO bernama Maya itu.
Sukma terkekeh pelan. Ia meraih pundak Mita, “Ini dia, sudah datang di jemput pangerannya.”
Maya menatap takjub ke arah Mita. Gadis tanpa polesan make up itu tampak mempesona. Tak kalah dengan sang pengantin. “Calon mantu ya Bu?”
Pertanyaan Maya menimbulkan semburat merah jambu di kedua pipi Mita. Membuat Sukma semakin tersenyum geli. Begitu juga dengan petugas WO itu.
“Dandanin yang cantik ya.” Pinta Sukma.
“Baik Bu. Mari mbak ...?”
“Mita. Namanya Mita.” Sela Sukma.
“Ah ya. Mari Mbak Mita.” Ajak Maya.
Mita mengikuti Maya menuju kamar Melissa untuk dirias. Karena tinggal dirinya seorang yang baru datang.
Saat pintu terbuka, Mita menatap penuh kagum ke arah sahabatnya yang kini sudah selesai dirias. Gadis itu tampak cantik dalam balutan kebaya putih gading, dan beberapa assesoris penunjang yang membuatnya sempurna.
“L-Lo cantik banget sih Mel?” puji Mita.
Pujian Mita menimbulkan senyum malu-malu Melissa. Membuat semua orang yang berada di sana terkekeh pelan.
“Ayo sini mbak Mita.” Ucap Maya.
Mita menurut saat pegawai WO itu mulai merias dirinya. Tidak banyak yang di aplikasikan sebenarnya, tapi tentu saja itu membuatnya tampak lebih cantik. Pegawai WO itu tampak puas dengan hasil riasannya kali ini. Sebagai sentuhan terakhir, ia memoleskan lipstik berwarna soft pink. Dan benar saja, wajah Mita telah menjelma bak Dewi Pemikat laki-laki.
“Ini seragamnya yang harus di pakai ya Mbak. Mungkin Mbak Mita butuh bantuan?” Tanya Maya.
“A-aku bisa sendiri. Terima kasih.” Jawabnya yakin.
“Baik. Silahkan Mbak.”
Mita segera mengganti bajunya dengan dress yang sempat di coba waktu di Butik itu. Lalu ia keluar untuk melanjutkan penataan rambut.
“OK. Finish.” Seru Maya
Mita menatap tak percaya pada cermin yang menampilkan pantulan wajahnya kini.
I-ini beneran aku
Astaga, i-ini seperti orang lain deh
Ternyata aku bisa secantik ini
Papa dan Mama pasti nggak ngenalin aku nanti,
Senyum lebar penuh kepuasan tersungging di bibir Mita yang sudah terpoles lipstik berwarna soft pink. Ia merapikan dressnya dan menghampiri Melissa.
“Lo beneran mau bikin Kak Rendy pingsan Mel? Lo cantik banget hari ini.” Puji Mita.
Pujian Mita sontak menimbulkan semburat merah jambu di pipinya. “Terima Kasih.” Ucap gadis itu. “Ehm, sepertinya Lo juga mau buat Kak Riko pingsan dalam waktu dekat.” Ucap Melissa lirih.
Tubuh mungil Mita sontak menegang. Ia tak siap dengan ucapan sahabatnya yang lugas dan blak-blakan itu.
“Ah ... Nggak nyambung kali Mel!” sungut Mita.
Tapi gadis itu terkikik pelan. “Lo lihat aja entar.” Ucap Melissa dengan senyum misterius.
Mita merasa bergidik ngeri untuk beberapa saat. Tapi ia mencoba untuk tidak terpengaruh dengan godaan sahabatnya itu.
“Mbak Melissa sebentar lagi kita keluar ya. Acara Ijab Qabulnya sudah selesai.” Ucap Maya.
“Baik Mbak May, terima kasih.” Ucap Melissa tulus. Gadis itu meraih tangan Mita. Mencoba mencari kekuatan agar dapat meredakan kegugupannya saat ini.
Mita dengan tulus, menggenggam erat tangan Melissa. “Ayo kita keluar.” Ajak Mita.
Mita mendampingi Melissa keluar menuju ruang tamu di mana acara Ijab Qabul telah selesai di kumandangkan. Setelah memastikan sahabatnya berada di samping suaminya, Mita undur diri. Ia tiba-tiba ingin ke kamar mandi. Gadis itu tampak terburu-buru menuju kamar mandi di dalam rumah itu. Tanpa ia tahu, sepasang mata mengawasi pergerakannya.
.
.
.
Bersambung ....
Rintihan Mita mengalun. Tubuhnya menggeliat dalam dorongan hasrat yang kini sedang menjamah kedua payudaranya. Siapa lagi pelakunya jika bukan sang suami, Riko.Pria bermanik kecokelatan itu mengisap salah satu puting payudara Mita dengan intens, seolah ia akan bertahan hidup jika melakukannya. Sedangkan satu tangannya meremas-remas bagian yang lain dengan gerakan sensual.“Oh ... Kak. Mi-mita sudah tak tahan lagi, Kak,” rintih Mita ke sekian kalinya. Namun, Riko seolah tuli, dan terus melancarkan aksi menyusu hingga kedua bagian itu mendapatkan perhatian yang sama.Sungguh! Ini menyiksa, tapi nikmat. Dan Mita tak memiliki daya untuk menunggu kejantanan Riko kembali memasukinya.“Mita mohon, Kak.” Ia menggeleng saat jari-jari Riko yang menggoda klit-nya dengan gesekan dan tekanan lembut. Riko menggeram. Rasa basah yang menyapa menyulut gairahnya. Dan tanpa aba-aba, ia membalikkan tubuh sang istri dengan cepat.“Kak,” protes Mita kesal. Bagaimana mungkin pria ini mempermainkannya den
Wajah Mita memerah malu saat sang ayah memergoki dirinya dan sang suami sedang bermesraan. Apalagi dalam keadaan yang tidak pantas dilihat.Berbeda dengan Riko yang seolah menganggap itu adalah hal biasa. Dan saat ini, bermodalkan izin dari sang ayah mertua, pria itu mengantarkan istrinya pulang.“Kakak mau ke kantor lagi?” tanya Mita setelah ia berhasil turun, disambut oleh kedua tangan Riko. Alih-alih menjawab, Riko malah memberikan kecupan di bibir Mita hingga si empunya memekik.“Kak?” Mita memberikan tatapan peringatan.Oh, Tuhan! Bagaimana bisa suaminya ini menjadi tak tahu tempat begini? Belum cukup terpergok oleh Papa Bagas tadi?Akan tetapi, Riko seolah acuh, dan tak menghiraukan sama sekali. Malahan, ia sengaja untuk menggoda sang istri hingga wanita itu kesal.“Mau ke mana?” tanya Riko menahan lengan sang istri yang terburu-buru masuk ke dalam rumah.“Mita lelah, mau istirahat,” jawab Mita dengan ketus. Rupanya emosi telah merasuki dirinya sehingga tak bisa mengontrol diri
Emosi wanita dua puluh satu tahun itu bertakhta tatkala melihat sederet pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Ia menggeram dan secepat kilat mencari kunci mobil di laci.“Awas saja dia gangguin suamiku lagi. Aku akan jambak rambutnya dan melemparnya ke lantai,” sungut Mita kesal. Tanpa memperhatikan anak tangga dengan baik, ia tergesa-gesa turun ke lantai satu.Rupanya emosi karena kehadiran wanita lain membuat akal sehat Mita tergadaikan. Ia yang biasanya ramah, imut, dan pendiam bisa berubah menjadi seekor serigala betina.“Non Mita mau ke mana?” seru Bik Sari yang baru saja keluar dari salah satu kamar di lantai bawah. Namun, seruannya diabaikan oleh anak sang majikan.“Aduh, mana Ibu lagi nggak di rumah lagi.” Bik Sari panik. Ia segera mencari nomor ponsel Dewi dan memberitahukan keadaan Mita.Sepanjang perjalanan menuju kantor, Mita mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Bahkan ia mener
Riko meletakkan ponselnya yang perlahan berubah menjadi gelap. Sudah ia pastikan jika wanita di seberang sana merajuk karenanya. Dan ini akan menjadi satu tantangan tersendiri di saat ia pulang nanti.Ah, hanya membayangkan saja Riko ingin segera pulang untuk mendekap istri manisnya itu.“Kamu itu lucu sekali, Sayang.” Riko membuka satu dokumen yang tertumpuk di mejanya. Tak ada pilihan lain, selain menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu sebelum pulang.Namun, di saat ia sedang berkonsentrasi menelaah isi dari dokumen itu, satu suara pintu ruangannya dibuka dengan paksa.“Maaf, Pak. Bu –““Ri!”Riko menatap wanita yang menerobos masuk ke ruangannya tanpa kedip.“Maaf, Pak. Bu Alyssa memaksa masuk,” ucap Shakila.“Kamu bisa kembali ke tempatmu, Shakila,” titah Riko kemudian.“Baik, Pak.” Sekretaris itu pun keluar tanpa menutup pintu.
Satu keinginan diiringi sebuah hasrat yang menggebu tentu menjadi pemicu terciptanya percintaan singkat. Karena memang tidak ada pilihan, selain menyelesaikannya dengan cepat.Tiga puluh menit merupakan rekor tercepat bagi pasangan muda itu mendapatkan pelepasan. Dan sebagai akibatnya salah satu di antara mereka harus segera membersihkan diri. Ada tugas yang belum ia selesaikan di kantor.“Sini Mita pasangkan dasinya.” Wanita yang sudah memakai dres rumahan itu beranjak mendekati sang suami. Dengan telaten ia membenarkan simpul dasi yang tampak berantakan.“Mungkin ada beberapa pekerjaan yang akan menyita waktu siang ini,” ucap Riko dengan kedua mata yang masih menutup. Ia tak sanggup melihat penampilan sang istri yang semakin seksi di matanya. “Jadi ... mungkin aku akan pulang terlambat.”Tangan Mita yang sempat berhenti sesaat kini menepuk pelan dada suaminya. Lalu, mulai merapikan jas dan kemejanya agar terlihat lebi
Riko memadamkan laptopnya dan segera bangkit meraih jas miliknya. Sesuai jadwal yang telah sekretarisnya bacakan bahwa ada meeting penting pagi ini. Dan sebelum itu, ia harus menemui papa mertuanya terlebih dahulu.“Permisi, Pak.”“Ada apa Shakila?”“Pak Rama sudah tiba di lobi dan sekarang sedang menuju ruang meeting. Asisten pribadi beliau baru saja mengabarkan,” jawab Shakila.Riko mengernyit bingung. “Sudah datang?”Shakila mengangguk. “Iya, Pak. Beliau datang lebih awal dari jadwal yang telah disepakati. Tadi saya juga sudah memberitahu sekretaris Direktur Utama tentang hal ini.”“Baiklah. Kalau begitu kamu ikut saya, karena saya tidak akan kembali ke ruangan sebelum jam makan siang berakhir.”“Baik, Pak. Mari,” Shakila menyilakan Riko berjalan lebih dulu.Riko diikuti Shakila berjalan menuju ruang meeting nomor delapan, sesuai dengan jadwa
Telat di pagi hari karena hasrat yang tak bisa ditahan? Ehm, sepertinya itu wajar bagi pasangan pengantin baru. Mengingat semua itu berhubungan dengan permintaan para orang tua yang sudah mendambakan kehadiran calon anggota baru. Dan membahas keterlambatan, tentu saja tak ada yang akan menyalahkan mereka. Termasuk Bagas dan Dewi. Bukankah mereka pernah muda dan pernah berada pada posisi yang sama? Akan tetapi, semua itu tak lantas menjadikan Riko dan Mita tenang. Terutama Riko. Ada perasaan tak enak mengingat ia adalah seorang menantu. “Sepertinya Papa sudah berangkat, Kak.” Riko mengelus lengan istrinya. “Tak apa. Biar aku yang menjelaskan jika mereka bertanya.” Mita mengangguk dan mempersilakan suaminya duduk. Dengan cekatan, ia mulai mengisi piring Riko dengan sarapan yang sudah tersedia. Pun dengan piringnya sendiri. Mereka tampak fokus pada sarapan di hadapannya. Riko yang telah selesai melirik ke arah jam di tanga
Entah mengapa Mita merasa berdebar saat tatapan Riko memaku kedua matanya. Padahal, setiap ada kesempatan atau waktu hanya berdua sang suami tak berhenti menatapnya. Namun, kali ini semuanya berbeda.Rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata yang sering Mita pakai untuk mendefinisikan sebuah arti.Dan saat pertanyaan lirih disertai sentuhan lembut di dagunya, Mita terkesiap karena kegugupan yang melanda.“Mau dengar?”Nyatanya, hanya satu pertanyaan sederhana itu mampu membuat debaran di dada Mita semakin menggila. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, ia mengangguk polos.Namun, semua itu tak bertahan lama tatkala Riko membisikkan kata-kata lirih tepat di depan wajahnya.“Ayah dan Bunda pengin cucu secepatnya.”Blush ...Seketika wajah Mita merona dengan tubuh yang membeku. Ditambah ajakan yang terkesan tak tahu malu yang Riko ucapkan semakin menambah warna merah hingga ke leher.“Bagaim
“Jadi ... kamu sudah memutuskan dengan baik-baik?” tanya Dewi yang sejak tadi menunggu putrinya masih enggan berbicara.Mita yang sedari tadi menunduk dengan dua tangan yang saling bertaut, mendongak.“Atau ... kamu masih bimbang?”“Bukan begitu, Ma.”“Lalu?” Dewi meletakkan majalah di tangannya.Lantas Mita memberanikan diri menatap kedua bola mata wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga saat ini. Ada setitik harapan yang terpancar di sana. Menguatkan hati, Mita mencoba menghela nafas sebelum kembali berkata.“Mita berniat menarik kembali ucapan kemarin.”Lega. Itulah yang Mita rasakan di dalam hatinya. Meskipun rasa sakit itu masih ada, ia berusaha sekuat tenaga mempertahankan pernikahan. Mengingat semalam, suaminya juga mengatakan akan memperbaiki diri.“Bagus. Memang seharusnya seperti itu.”Mita menatap tak percaya dengan jawaba