Share

Part 7 (Lamaran)

Hujan deras disertai petir mengguyur Ibu Kota sejak pukul tiga dini hari. Curah hujan yang terlalu deras berpotensi menyebabkan banjir di beberapa sudut kota.

Di salah satu kamar di rumah mewah, gadis berusia dua puluh satu tahun itu tampak mengubur seluruh tubuhnya di dalam selimut. 

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas. Namun, Mita tak menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun di Minggu pagi ini. Nafasnya tampak teratur dan masih pada posisi yang sama.

Bagas dan Dewi yang kini berada di meja makan, baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Sudah menjadi agenda di hari Minggu dan hari libur lainnya, semua orang yang ada di rumah ini akan bangun lebih siang dari hari-hari biasanya. Tak terkecuali semua Asisten Rumah Tangga.

“Bagaimana persiapan untuk malam nanti, Ma?” tanya Bagas lembut.

Dewi menyunggingkan senyum, “Semua sudah Mama urus semalam. Nanti Bi Sari dan beberapa ART lainnya akan menyiapkan semuanya. Mama juga sudah menghubungi MUA dan pemilik butik. Mereka akan datang sore nanti.” Jawab Dewi tenang.

“Mama memang paling ‘The Best’.” puji Bagas.

Kedua pipi Dewi merona tanpa bisa dicegah. Pujian Bagas yang terkesan lugas itu sering membuatnya tersipu. Pasalnya,  pria paruh baya itu sering memuji hal-hal kecil yang ia lakukan.

“Aduh, pipi Mama yang merah-merah gini bikin Papa gemes tahu. Pengin Papa kurung di kamar seharian.” Ucap Bagas blak-blakan.

“Pa?!” peringat Dewi dengan mata melotot. Bagas membalas dengan tawa renyahnya.

Beberapa Asisten Rumah Tangga yang kebetulan berada di dapur tersenyum geli melihat interaksi kedua majikannya yang begitu lucu di mata mereka.

Jika di Keluarga Winata tampak tenang-tenang saja dan seperti biasa, hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Keluarga Firmansyah.

Kedua orang tua Riko Alfian Firmansyah yakni Hasan dan Sukma, mereka tampak berada bersama di meja makan dan Riko pun juga berada di sana. Suasana hening, hanya dentingan alat-alat makan yang terdengar sebagai pengisi kesunyian di pagi itu.

Biasanya mereka tidak akan sarapan sepagi itu pada hari Minggu ataupun hari libur lainnya. Tentu saja, karena hari ini mereka harus mempersiapkan keperluan untuk acara lamaran dadakan untuk malam nanti.

Pagi ini, Sukma masih mempertahankan rasa kecewanya kepada putra sulungnya. Wanita paruh baya itu berniat memberi pelajaran untuk Riko agar bersikap lebih baik nantinya .

Sebenarnya Riko merasa gusar sejak semalam. Membuat tidurnya menjadi gelisah. Kemarahan Sukma adalah pukulan terberat baginya. Karena seumur hidup, Riko tidak pernah sekalipun mengundang kemarahan sang Bunda. Ia adalah salah satu anak yang sangat berbakti dan paling menurut  dengan Bundanya.

Apalagi Sukma tampak menghindarinya sejak pengakuannya semalam. Ini benar-benar akan menjadi pelajaran buat Riko agar mampu mengontrol dirinya.

Hasan tampak sudah menyelesaikan sarapannya. Ia menyesap kopi hitam buatan Sukma yang selalu menjadi favoritnya semenjak mereka mengenal dulu.

“Bagaimana persiapan kamu, Ri?” tanya Hasan tiba-tiba.

Riko yang baru saja menyelesaikan sarapannya, meneguk segelas air hangat yang telah disiapkan Sukma untuknya. Setidaknya Riko masih beruntung, walaupun wanita paruh baya itu kecewa padanya. Ia masih menyiapkan semua kebiasaan Riko di pagi hari.

“Semalam Riko sudah membuat perencanaan. Nanti Riko akan keluar untuk membeli beberapa barang untuk dibawa malam nanti.” Jawab Riko tenang.

“Bagus. Sisanya biar Ayah dan Bunda yang urus. Kamu urus saja apa yang menurutmu bisa kamu lakukan sendiri.” tambah Hasan.

“Baik, Yah. Kalau begitu Riko pamit dulu ya Yah, Bun.”

Seperti biasa Riko akan mencium tangan Hasan dan Sukma sebelum ia keluar. Dan beruntung juga, Sukma tidak menghindarinya. Riko memeluk Sukma dengan erat sebelum benar-benar beranjak dari sana.

“Maafin Riko, Bunda.” bisiknya lirih.

Setelah itu Riko mengusap punggung wanita paruh baya itu  sebelum ia benar-benar beranjak dari sana.

Sukma menatap nanar punggung Riko yang telah menjauh darinya. Hatinya tak ingin mendiamkan putranya itu, namun ini harus ia lakukan agar Riko menjadi laki-laki yang sesuai dengan harapannya.

Hasan meraih salah satu tangan Sukma. Menggenggam lembut dan mengusap dengan jari tangannya agar istrinya sedikit lebih tenang.

“Apa Bunda sudah keterlaluan, Yah?” Ucap Sukma lirih.

Hasan menenangkan Sukma yang kini tampak muram. Ia beranjak, memeluk wanita yang sudah mendampinginya selama tiga puluh tahun itu.

“Enggak Bun. Yang Bunda lakukan tidak salah. Bunda benar, Riko memang harus diberi pelajaran agar ia tak melakukannya lagi. Lihat, ia kini bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.” Hibur Hasan.

“Iya Yah. Tapi Bunda sebenarnya nggak tega mendiamkannya seperti ini.” Ucap Sukma lirih. Wanita paruh baya itu terisak dalam dekapan Hasan.

“Ya sudah. Nanti kalau Riko sudah pulang, sapa dia lagi. Bagaimana?” tawar Hasan.

Sukma mengangguk pelan di dekapan Hasan. “Iya, Yah.”

*

Malam ini menjadi hari yang paling mendebarkan bagi Mita. Ia masih tak percaya dengan apa yang akan terjadi saat ini.

Kini gadis dua puluh satu tahun itu tampak begitu cantik dengan riasan natural. Gaun panjang berbahan sutera terbaik dari salah satu Butik ternama membalut tubuh mungilnya. Dipadukan dengan high hells setinggi tujuh sentimeter.

“Sudah selesai, Mbak Mita.” Ucap Nina, MUA yang telah dipercaya Dewi untuk merias putrinya.

Mita tersenyum manis. “Sama-sama, Mbak Nina.”

“Kalau begitu saya pamit ya, Mbak. Soalnya malam ini saya harus ke Bali.”

“Iya Mbak. Sekali lagi terima kasih.”

Setelah kepergian MUA tersebut, Mita masih betah duduk di meja riasnya. Gadis itu mulai didera kegugupan yang luar biasa. Bagaimanapun juga acara ini akan merubah ritme kehidupannya ke depan.

Bagaimana jadinya ada pernikahan tanpa cinta?

Akankah aku bahagia? Atau sebaliknya?

Batin Mita

Mita yang terlalu larut dalam pikirannya tak menyadari saat Bi Sari mengetuk pintu kamarnya. Wanita paruh baya itu membuka pintu dan mendapati anak majikannya termenung di depan cermin.

“Non Mita?” panggil Bi Sari.

“Ah, Bibi. Kenapa? Tamunya sudah datang?” tanya Mita gugup.

“Iya, Non. Nona diminta turun sekarang oleh Tuan dan Nyonya.” ucap Bi Sari.

“Ehm, baik Bi. Bibi turun saja dulu. Nanti Mita menyusul.” jawabnya sopan.

Bi Sari pun keluar kamar sesuai pesan Mita. Dan kini Mita merasakan keringat dingin membasahi kedua telapak tangannya. Ia mencoba menghela nafas berkali-kali guna menetralkan debaran riuh didadanya.

Sepuluh menit kemudian ia bersiap turun menuju ruang keluarga yang tampak ramai.

Aku harus bagaimana nanti?

Dewi yang menyadari kehadiran putrinya segera berdiri menggandeng gadis itu untuk menyapa calon mertua dan calon suaminya. Wanita paruh baya itu mengisyaratkan Mita agar bersalaman dan menyapa kedua calon mertuanya.

“Selamat malam, A-Ayah.” sapa Mita.

“Selamat malam juga calon menantu, Ayah.” balas Hasan dengan tersenyum.

“Selamat malam, Bunda.” sapa Mita.

Sukma meraih tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. “Malam juga anak cantiknya Bunda.” bisik Sukma lirih.

Bisikan Sukma membuat Mita mengeratkan pelukannya sesaat. Lalu gadis itu beralih pada ‘Calon Suaminya’ yang hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Riko menahan mati-matian agar ia tidak lepas kendali ketika melihat penampilan Mita  yang tampak lebih cantik dan anggun dari malam kemarin. Ia hanya melayangkan tatapan datar untuk menjaga benteng pertahanan dirinya.

Laki-laki itu sudah berjanji tidak akan melakukan kontak fisik berlebihan kepada gadis cantik yang kini berada di sampingnya. Harum tubuh Mita yang ikut terhirup oleh Riko, membuat laki-laki itu tersiksa dengan gejolak birahi yang tiba-tiba saja menguasainya.

Riko tak pernah menyangka bahwa dirinya akan bereaksi berlebihan seperti itu. Karena selama ia dekat dengan rekan wanita sekantor, Riko tak pernah merasa seperti saat ini.

Hanya duduk berdekatan saja sesuatu di dalam dirinya menggeliat bangun. Terasa sesak dan mendesak. Membuat tubuhnya terasa panas dingin.

Tapi reaksi  Riko kala itu disalah artikan oleh Mita. Menurutnya laki-laki itu terpaksa melamarnya malam ini. Dan pernikahan yang dibicarakan malam ini hanya sebagian tanggung jawab semata.

“Bagaimana kalau tanggal dua puluh bulan depan, Mas Hasan?” cetus Bagas.

“Ehm, sepertinya boleh juga, Dik. Dengan begitu kita bisa punya waktu lebih banyak.” Jawab Hasan.

“Benar juga. Bagaimana menurut Mama dan Bu Sukma?” tanya Bagas.

“Kalau saya pribadi ikut saja.” jawab Sukma lembut.

Dewi pun menyunggingkan senyuman ke arah calon besannya itu. “Nanti kita persiapkan sama-sama ya , Mbak?” ucap Dewi antusias.

Kedua pihak orang tua di sana sudah saling menyetujui kapan pernikahan akan digelar. Mereka begitu antusias membicarakan hal-hal tentang pernikahan itu.

Tapi keantusiasan itu tak berlaku bagi Mita. Gadis itu tampak larut dalam pikirannya sendiri. Tanpa ia sadari, salah satu tangan Riko menggenggam erat tangannya yang berada di bawah meja. Laki-laki itu mengusap lembut dengan ibu jarinya tanpa mengalihkan tatapan datarnya  dari keriuhan kedua orang tua mereka.

Perlakuan Riko jelas membuat tubuh Mita menegang. Gadis itu terang-terangan melirik ke arah Riko yang masih menatap ke arah orang tuanya. Ia meneguk ludah. Tak bisa dipungkiri, genggaman itu membuat hatinya lebih tenang. Namun juga mampu menimbulkan gejolak aneh di dalam hatinya.

P-perasaan apa ini?

T-tidak mungkin aku benar-benar jatuh cinta.

Batin Mita

Usai membicarakan hal-hal tentang pernikahan, kini mereka berada di meja makan untuk makan malam bersama.

Mita kembali duduk di sebelah Riko.  Laki-laki itu tampak tenang, jarang bicara dan hanya menimpali pembicaraan para orang tua seadanya.

Mereka tampak menikmati hidangan yang sudah disiapkan Dewi bersama ART di rumahnya. Tapi tidak dengan gadis yang hanya menatap piring tanpa menyentuh makanan di sana.

Melihat tidak beres dengan putrinya, Bagas melirik Riko mengisyaratkan lewat tatapan mata agar menegur Mita yang hanya terdiam.

Tanpa diduga Riko menyadarkan sendok yang berisi nasi dari piringnya ke mulut Mita. Perlakuannya itu membuat semua orang di sana menahan nafas, mengira-ngira apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mita terkejut dengan tindakan Riko yang menurutnya berani itu. Ia melirik Dewi sebelum kembali menatap calon suaminya yang masih menyadarkan sendok itu di depan mulutnya. Ketika Dewi mengangguk pelan, gadis itu pun menghela nafas. Ia membuka mulutnya, dan suapan itu masuk ke mulutnya.

“Lagi?” gumam Riko lirih.

Mita menelan pelan makanan yang baru saja ia kunyah beberapa saat. Gadis itu menggeleng. Tapi itu bukan yang diharapkan Riko.

Tanpa persetujuan Mita, Riko kembali memberikan suapan kedua, ketiga dan sampai ke sepuluh kali.

“Udah Kak. Mita sudah kenyang.” gumam Mita lirih.

Mita kembali dikejutkan saat Riko memberikan gelas berisi air putih ke depan mulutnya. Saat gadis itu menatap, Riko hanya menaikkan sebelah alisnya dan mengerjapkan mata sekali. Dengan patuh, gadis itu meneguk air di gelas itu sampai tandas.

Interaksi kedua calon pengantin itu menjadi tontonan gratis bagi kedua pasangan paruh baya di sana. Mereka saling melemparkan senyum kebahagiaan.

.

.

.

Bersambung  ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Leny Lestarie
nahan nafas nih bacanya dibikin meleleh sama riko
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status