Share

Part 6 (Penghakiman)

Seumur hidupnya Mita tidak pernah menduga akan mengalami hal yang paling ia hindari. Mengecewakan kedua orang tuanya.

Ia adalah salah satu gadis yang begitu patuh kepada kedua orang tuanya. Gadis yang selalu mempunyai pilihan di setiap aturan atau keputusan yang diberikan Bagas dan Dewi.

Tapi tidak untuk kali ini. Saat ini gadis itu hanya bisa mengiyakan tanpa bisa menolak. Keputusan mutlak yang sudah diambil Dewi beberapa saat yang lalu tidak bisa diganggu gugat.

“APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!!”

Suara menggelegar yang menggema di ruangan itu, membuat Riko dan Mita menarik diri dengan cepat. Keduanya mengalihkan pandangan ke arah pintu dimana seorang wanita paruh baya sedang menatap le arah mereka dengan tatapan nyalang. Riko dan Mita segera berdiri kaku di tempat.

“M-Mama ...”

“T-Tante ...”

Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu mengeluarkan suara bersamaan. Keduanya meneguk ludah kasar. Tampak gugup dan salah tingkah.

Wanita paruh baya yang tak lain adalah Dewi, Mamanya Mita itu melangkah ke arah putri semata wayangnya. Meraih lengan Mita dengan sedikit sentakan. Tidak kasar tapi juga tidak lembut. Kedua bola matanya menyiratkan kemarahan yang ditujukan kepada Riko. Laki-laki yang telah berani mencium putri semata wayangnya.

“T-Tante ...”

Dewi mengangkat satu tangannya, mengisyaratkan agar Riko tak mengeluarkan suara.

“Kamu ada hubungan apa dengan putriku?” tanya Dewi to the point.

“Ma ?” rengek Mita.

“Diam.” bentak Dewi.

Gadis itu tertegun. Kedua matanya berkaca-kaca. Seumur hidupnya, Dewi tidak pernah mengeluarkan kata kasar atau bentakan kepadanya. Hatinya langsung merasa nyeri, lidahnya terasa kelu.

“Kamu tidak mau menjawab pertanyaanku?” tanya Dewi dengan nada menuntut.

Riko menghela nafas dalam sebelum mengatakan hal yang mampu membuat Mita nyaris tidak bernyawa lagi.

“Kami adalah sepasang kekasih.” ucap Riko yakin.

Dewi membelalakkan matanya terkejut. Tentu saja, ibu mana yang tidak syok mendapati anak kesayangan satu-satunya mempunyai kekasih tanpa sepengetahuannya.

“A-apa kamu bilang?” tanya Dewi meyakinkan.

“Kami adalah sepasang kekasih.” Ulang Riko.

Mita terkesiap mendengar pengakuan Riko yang juga mengejutkan dirinya. ‘Bagaimana bisa ia berkata seperti itu? Padahal yang sebenarnya terjadi tidak seperti yang ia katakan.’ pikirnya.

“K-kamu yakin?”

Riko mengangguk mantap. Dan untuk menambah keyakinan Dewi, Riko lantas menambahkan pernyataan yang membuat kedua perempuan beda usia tersebut nyaris pingsan.

“Saya berniat melamar Mita setelah acara pesta ini selesai. Tadi saya secara tidak langsung sudah mengklaim putri Tante menjadi ‘calon istri saya’. Dan seperti yang saja janjikan, besok saya akan membawa kedua orang tua saya melamar secara resmi kepada Om dan Tante.” ucap Riko yakin.

Mita meneguk ludahnya. Ia gugup. Semua yang dikatakan Riko seolah-olah laki-laki itu menginginkannya. Tapi menepis dugaan itu, ia takut ini hanya sebatas tanggung jawab karena laki-laki itu ketahuan mencium anak gadis orang.

“Saya dan Mita saling mencintai.” tambah Riko.

Sudah, kedua kaki Mita melemas. Kalau saja Riko tidak menyadarinya, gadis itu sudah tentu jatuh ke lantai.

Kini, gadis dua puluh satu tahun itu berada dalam gendongan Riko. Laki-laki yang baru saja menyatakan pernyataan konyol di depan Mamanya.

“Ada apa Ma? Eh, ada Nak Riko dan putri Papa di sini?” tanya Bagas.

“Duduk dulu, Pa. Kita tunggu Mas Hasan dan Mbak Sukma dulu.” ajak Dewi.

Bagas mengernyit heran dengan pernyataan istrinya. “Menunggu Mas Hasan dan Mbak Sukma? Untuk apa?”

“Loh! Kok pada di sini? Ada apa ini?” tanya Hasan heran.

Hasan dan Sukma yang baru saja selesai menjamu tamu-tamu undangan  yang hadir, tampak terkejut melihat Riko dan Mita serta kedua orang tua Mita sendiri.

“Ada apa Wi?” tanya Sukma lembut.

Dewi mendekat ke arah Sukma. Ia mengambil posisi di sebelah Sukma, sedangkan Hasan berada di dekat Bagas.

“Begini, Mbak. Aku rasa kita harus segera membicarakan hubungan kedua anak-anak kita sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” ucap Dewi pelan.

“H-hubungan?” Beo Sukma.

Hasan dan Bagas masih diam. Menunggu pembicaraan kedua wanita itu.

“Iya, Mbak. Riko dan Mita sudah menjalin kasih tanpa kita tahu.” Dewi menghela nafas dalam-dalam sebelum menyampaikan kejadian yang membuatnya syok tadi kepada Sukma, Hasan  dan Bagas.

“Tadi, aku memergoki mereka dalam ... dalam keadaan yang tidak seharusnya dilakukan sebelum ada ikatan pernikahan.” Tambah Dewi.

Sukma tak mampu menahan syok, mendengar pernyataan Dewi baru saja. Tidak hanya Sukma, Hasan dan Bagas pun tampak terkejut. Raut ketiganya tak terbaca, membuat Mita menundukkan kepalanya di samping Riko. Sedangkan Riko, tampak menghimpun persiapan sidang yang akan dilakukan kedua orang tuanya dan orang tua Mita.

“Benar begitu, Ri?” Hasan mengeluarkan suara.

“Iya, Yah.” Jawab Riko tenang.

Laki-laki itu dengan penuh pengertian menggenggam lembut tangan Mita. Seolah memberi kekuatan kepada gadis yang kini ketakutan.

“Jadi? Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Bagas langsung.

“Saya akan melamar Mita. Dan saya akan segera menikahinya.” Jawab Riko yakin.

“Baiklah. Papa tunggu kamu sampai besok malam untuk datang ke rumah.” Ucap Bagas santai.

Dewi dan Sukma merasa lega dengan ucapan Bagas barusan. Kedua wanita paruh baya itu saling berpelukan dan tampak bahagia. Tapi tidak dengan Mita.

Gadis  yang berada di sebelah Riko itu terkejut, ia memberanikan diri mengangkat wajahnya. Menatap ke arah Bagas dengan tatapan bersalah.

“Pa?” gumam Mita lirih.

Bagas tersenyum. “Papa akan merestui pilihan kamu. Apa pun itu. Yang penting bagi Papa dan Mama, kamu bahagia dengan pilihanmu sendiri.”

Gadis dua puluh satu tahun itu terharu. Ia terisak, dan kedua tangan hangat itu merengkuh tubuhnya erat. Seolah memberi tempat untuk bersandar dan mengadukan perasaan.

Setelah melewati masa penghakiman yang begitu manis bagi Riko dan Mita, kini dengan dalih tanggung jawab Riko mengantar Mita pulang ke rumah. Sedangkan kedua orang tua masing-masing sudah pulang dengan membawa mobilnya sendiri.

“Kak Riko serius menikahi Mita?” celetuk Mita.

Riko melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan di depannya yang cukup padat. “Iya.” Jawabnya singkat.

“K-kenapa? A-apa k-karena rasa bersalah?” tanya Mita.

Riko diam. Ia belum menjawab pertanyaan Mita yang menuntut jawaban darinya. Melihat reaksi  Riko membuat wajah Mita muram. Otaknya mempunyai persepsi negatif tentang Riko.

Karena terlalu larut dalam pikirannya, Mita tak menyadari bahwa kini mobil itu berhenti di pinggir jalan yang sepi. Riko meneliti setiap inci wajah gadis berwajah murah di sampingnya ini.

Ia meraih seatbelt Mita untuk menyingkirkan benda itu. Pergerakan  Riko membuat Mita tersadar dari lamunannya. Gadis itu hampir saja memekik kaget mendapati wajah Riko begitu dekat dengannya.

“Ka-Kakak mau apa?” tanya Mita gugup.

Riko menyeringai, “Kamu bertanya aku mau apa?”

Mita mengangguk ragu. Dan ia harus menahan nafas saat wajah Riko semakin mendekat ke arahnya. Kedua hidung mereka saling bersentuhan, seperti saat mereka di ruang istirahat tadi.

“Aku mau kamu.” Ucap Riko lirih.

Harum nafas Riko yang beraroma mint membuat Mita memejamkan mata. Menikmati aroma yang masuk ke indera penciumannya.

Riko menatap takjub kedua mata Mita yang kini memejam erat. Wajah berpoleskan make up natural itu membuatnya betah memandang lekat-lekat. Ia tak tahan untuk melarikan tangannya menyentuh bibir pink yang tampak menggoda dirinya. Gejolak dirinya bangkit saat ibu jarinya menyentuh bibir lembut yang sempat dirasakannya tadi. Dan kini menarik dirinya untuk merasai kembali bibir itu.

Dan itulah yang terjadi selanjutnya. Mengabaikan kesiap gadis mungil itu, Riko meredam pekikan Mita dalam ciuman dalam. Lumatan-lumatan yang diberikan Riko membuai Mita untuk membalasnya. Mita membalas lumatan-lumatan yang Riko berikan dengan gerakan kaku. Ia mengikuti instingnya saja.

Pergerakan kaku Mita membuat Riko tersentak. Laki-laki itu tersenyum dalam ciumannya. Riko menelusupkan lidahnya, menuntun Mita untuk menjulurkan lidahnya. Mencecap seluruh rasa manis di sana.

Entah berapa lama mereka berciuman, saling melumat dan bertukar saliva. Kini ciuman panas itu terurai. Keduanya berlomba-lomba menghirup oksigen untuk mengisi paru-parunya.

Riko tersenyum geli melihat bibir Mita yang tampak membengkak karena ulahnya. Ia mengusap sisa-sisa saliva yang berada di sekitar bibir Mita dengan ibu jarinya.

“Ini ...” Riko mengecup lembut bibir Mita “Milik aku.” Riko kembali melabuhkan kecupan kedua kalinya dengan waktu lebih lama.

Ada perasaan berbunga-bunga di hati Mita saat Riko menyematkan tanda kepemilikan pada dirinya. Tapi dari sudut hatinya yang lain ada perasaan cemas dan was-was yang begitu mengganggu.

“Sekarang aku antar kamu pulang.” ucap Riko.

Mita mengangguk. Selama perjalanan sampai ke rumahnya tak ada pembicaraan apa pun lagi. Apalagi setelah Mita turun dari mobil Riko.  Laki-laki itu membiarkan dirinya turun tanpa mengucapkan kata-kata apa pun.

Mita menghela nafas dalam-dalam. Hatinya sedang berkecamuk. Dengan langkah gontai, ia masuk ke rumah menuju kamar dan segera membersihkan diri. Ia berharap semuanya akan baik-baik saja.

*

Riko mengemudikan mobilnya dengan kecepatan teratur setelah mengantarkan Mita pulang ke rumahnya. Senyum di bibirnya mengembang lebar mengingat insiden yang membawanya menjemput kebahagiaan.

Kini ia telah memarkirkan mobilnya di garasi. Laki-laki itu tampak bersiul riang saat memasuki rumah. Ia berniat langsung masuk ke kamar dan beristirahat. Tapi panggilan Hasan menghentikan langkahnya.

“Riko, Ayah dan Bunda ingin bicara denganmu.” titah Hasan tegas.

Riko berpaling mendapati kedua orang tuanya duduk di sofa ruang keluarga.  Ia menghampiri keduanya, duduk di sofa yang berukuran lebih kecil.

“Ada apa, Yah?” tanya Riko.

“Ayah selalu mengajarkan kamu menghormati seorang perempuan. Kenapa kamu melakukan hal yang tidak terpuji kepada putri Om Bagas?” Tersirat nada kekecewaan dalam pertanyaan Hasan.

“Maaf Yah. Riko tadi lepas kendali.” Jawab Riko lirih.

“Kamu lupa? Kamu mempunyai adik perempuan, Ri!? Kamu tidak ingat bagaimana adik kamu terluka karena perbuatan laki-laki itu?!!” Ada emosi yang tampak jelas di mata pria paruh baya itu.

“Maaf Yah. Riko berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Riko mantap.

“Bunda kecewa sama kamu!!” Sukma mengeluarkan kekecewaan yang ia tahan sejak tadi.

Riko tertegun.  Seumur hidupnya baru kali ini ia mendapati perempuan pertama yang dicintainya kecewa padanya. Riko menghampiri Sukma dan berlutut di kaki wanita paruh baya itu. Ia menggenggam lembut kedua tangan wanita yang telah membesarkan dirinya selama dua puluh delapan tahun itu.

“Maafin Riko, Bunda. Riko sudah mengecewakan Bunda dan Ayah. Tadi Riko lepas kendali. Riko berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Riko dengan sungguh-sungguh.

Sukma menghela nafas dalam-dalam, meredakan emosi yang bercokol di hatinya. Ia tidak menyangka putranya akan melakukan hal yang tidak terpuji kepada seorang perempuan. Padahal ia selalu mendidiknya untuk menghormati wanita.

“Baiklah. Persiapkan diri kamu besok.” Sukma melepaskan tangannya dari tangan putranya. Ia beranjak menuju kamar disusul oleh Hasan.

Untuk beberapa saat, Riko termenung. Ia memang merasa bersalah tapi di satu sisi laki-laki itu merasa beruntung.

.

.

.

Bersambung  ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status