"Mama semalam bilang sama aku , kalau Papa minta kita untuk--"
"Untuk apa, Kak?"
"Tapi ini Papa yang minta loh, bukan aku," jelas Alvin, sebelum Kim salah paham dengan ucapannya.
"Iya, apa?" Kim semakin penasaran.
"Papa minta kita buat segera punya anak," jelas Alvin
"Apa!?" Kim beranjak dari duduknya, saat kalimat itu diucapkan Alvin.
Jujur saja, ia benar-benar kaget. Kenapa papanya malah memintanya segera punya anak, yang memang masih jauh dari pemikirannya.
''Gimana?" tanya Alvin
"Kok Kakak masih tanya gimana, ya jelas aku belum siaplah. Kita kan udah buat kesepakatan nggak akan ngebahas masalah anak dulu, tapi kenapa ...."
"Aku nggak pernah nuntut itu sama kamu Kim, itu Papa yang minta," jelas Alvin lagi.
Ia nggak mau kalau Kim merasa dirinyalah yang menginginkan itu semua. Meskipun di lubuk hatinya yang paling dalam, ada sedikit rasa keinginan yang sama dengan mertuanya. Tapi, ia masih mengingat kalau i
Saat ini pikiran Kim sedang kacau. Di satu sisi ia sedang mikirin UN yang waktunya semakin dekat, dan di sisi lain, orang tuanya malah memintanya untuk segera punya anak.Ia merasa kepalanya seakan mau pecah. Membayangkan dirinya dan Alvin harus melakukan hubungan itu, lalu ia hamil, dan punya anak.Tiba-tiba ponselnya bergetar pertanda ada pesan masuk. Ia yang menyadari itu, segera memeriksa.-my lovely-"Udah malam, Kim, tidurlah. Jangan mikirin masalah tadi.""Hoh, dia tau aja kalo gue masih mikirin masalah itu," gumamnya sambil membalas pesan dari Alvin."Nggak kok, ini udah mau tidur. Barusan lagi belajar.""Hmm, sana tidur. Good night."Kim memutuskan untuk segera tidur, tapi tetap saja, matanya tak bisa tidur. Masalah itu, dan itu lagi yang ia pikirkan.Jam 5 subuh, ia terbangun dengan sendirinya tanpa ada suara alarm yang berteriak, dan gedoran pin
Kim segera menuju ke rumah Jeje, dan ternyata Hani juga sudah ada di sana menunggunya."Berangkat sekarang?" tanya Jeje"Iyalah, gue tadi alesannya tu cuma ngambil catetan yang lo pinjam dan itu nggak butuh waktu lama," jelas Kim."Lah, emang gue minjem catetan lo yang mana?" bingung Jeje sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal."Jangan bilang, elo ikut-ikutan bloon kayak Hani. Lo itu temen gue yang paling waras loh, Je.""Enak aja gue di bilang bloon," kesal Hani tak terima."Sorry, Han, tapi gue bicara yang kenyataan," ujar Kim sedikit menahan tawanya."Bohong sama suami, dosa loh," ingatkan Jeje."Demi kebaikan," balas Kim singkat"Okelah, demi kebaikan," ujar Jeje mengulang perkataan Kim.Mereka bertiga pun menuju sebuah pusat perlanjaan dan mulai mencari sesuatu. Apalagi kalau bukan membantu Kim mencari kado ulang tahun untuk Alvin. Tapi, jujur saja ia masih bingung mau memberikan
"Pagi ...." Sapa Kim saat memasuki ruang kelas. Entah kenapa hari ini ia merasa bersemangat. Seolah bunga yang kekurangan air, tiba-tiba di guyur hujan."Wahhh ..., roman-romannya sih ada yang lagi bahagia," tebak Hani."Ih, apaan sih, biasa aja," balas Kim."Eh, betewe itu gimana reaksinya Pak Alvin saat terima hadiah dari lo?'' tanya Jeje kepo."Euh, gagal tau nggak. Reaksinya biasa aja. Cuma bilang makasih, trus tidur lagi. Padahal gue enggak tidur sama sekali sampe jam 12 malem, karena pingin jadi orang yang pertama ngucapin," jelas Kim."Yah..., uang puluhan juta nggak mempan," ujar Jeje."Mending kasih ke gue aja kemarin. Gue bakal makasih banget,'' tambah Hani membayangkan."Makanya, konsultasi dulu ke gue.Sesama laki-laki, gue tahu apa yang diinginkan Pak Alvin," ujar Dylan menghampiri mereka bertiga."Apa?" tanya Kim."Gue bisikin. Ntar ni bocah dua denger lagi," jelas Dylan sambil berbisik k
Jam 17:30 Hani, Jeje sama Dylan sudah datang. Sementara teman-temannya Alvin, cuma Restu yang baru datang, dan saat ini dia lagi main PS bareng Dylan. Serasi banget mereka berdua."Kita ke halaman belakang yok," ajak Kim sama Jeje dan Hani"Oke.""Pak Alvin dimana?" tanya Hani"Tidur.""Tidur? Kok tumben?" heran Jeje , karna seorang Alvin yang menghargai waktu itu masa tidur-tiduran jam segini."Tadi habis minum obat, jadi ketiduran," jelas Kim."Non, kue kemaren gimana?" tanya Bibik menghampiri Kim."Ya ampun, aku lupa, Bik, harusnya semalem buat bikin surprise Kak Alvin. Tapi nggak jadi gara-gara kita malah--""Malah?"Hani, Jeje, dan Bibik seolah menunggu kelanjutan perkataan Kim."Malah aku kesal padanya karena nggak menghargai hadiah itu. Jadinya ya tu kue gagal ku kasih," jelas Kim yang jelas-jelas berbohong."Kirain.""Ya udah, Bibik potong aja, trus tarok di meja aja ya,
"Lo sama Pak Alvin udah lakuin itu, kan?" tanya Dylan yang lebih tepat disebut pernyataan."Itu apa, sih?" Hani tambah penasaran."Lo sama Pak Alvin udah lakuin ena-ena, kan," jelas Dylan serinci mungkin."Mulut lo jorok banget, sih, Dylan," omel Jeje sambil menyentil mulutnya Dylan."Ampun dah, bibir seksi gue yang jadi korban,'' umpat Dylan sambil memegangi bibirnya."Dylan, lo ngomong apaan, sih. Siapa yang bilang gitu, hah?'' tanya Kim."Kak Restu, barusan," jawab Dylan"Bohong dia itu," elak Kim.Yang melakukan itu hanya dirinya dan Alvin, tapi yang heboh malah sekampung."Iya, Kak Restu kan otaknya agak rada-rada jorok kayak elu," ujar Hani"Enak aja lo bilang otak gue jorok, bersih nih," berengut Dylan tak terima."Eh, betewe itu pinggang lo yang memar tadi udah di obatin?" tanya Jeje seolah tak mempermasalahkan info yang dibawa oleh Restu."Belum," jawabnya. "dan jangan kasih tahu Kak A
Hari minggu adalah hari liburan. Tapi enggak bagi Kim, karna apa? Karna ia dipaksa sama Alvin untuk belajar. Harusnya saat ini ia lagi shooping-shopping chantik bareng Jeje sama Hani, eh ini malah terkurung bersama Alvin dengan buku-buku yang bikin otaknya nyaris rontok."Kak, nggak ke kantor?" tanya Kim saat lagi belajar."Sekarang minggu, Kim," jawabnya masih fokus natap laptopnya,Kim merasa saat ini tu laptop lebih cantik dari dirinya. Buktinya, Alvin tak pernah berpaling dari tu benda."Biasanya hari minggu juga ke kantor.""Nggak ada yang penting juga ngapain ke kantor. Emang kenapa sih?""Enggak," elak Kim.Sebenarnya ia capek diawasin terus oleh Alvin. Bayangin aja, ia cuma berhenti melihat buku cuma saat makan, sama ke WC doang, ditambah lagi ponselnya ikut disita."Kak, udahan ya belajarnya, capek," rengek Kim.Dari pagi sampai sore ia cuma melihat tulisan di buku, sampai-sampai saat melihat wajahnya Alvi
"Pusing, mual? Apa jangan-jangan Kimmy ....""Udah deh Dylan, jangan mikir yang enggak-enggak," timpal Jeje langsung."Ya, kan gue cuman nebak doang. Siapa tahu tebakan gue benar," ungkap Dylan.Sesaat kemudian, Kim kembali ke dalam kelas menghampiri ketiga sahabatnya."Gimana?""Udah nggak apa-apa," jawabnya.''Kim, harusnya tadi Lo nggak usah ke Sekolah. Lagian kita juga nggak belajar apa-apa. Gue ijinin sama Guru piket ya, biar lo bisa pulang dan istirahat," jelas Jeje yang terlihat khawatir."Enggak, gue males di rumah," tolak Kim.Mendapat jawaban seperti itu dari Kim, apalagi yang akan mereka bertiga lakukan. Biasanya yang cuma bisa memaksanya hanya Alvin.Wajahnya terlihat pucat, dan lemas. Di ajak makan ke kantin pun ia nggak mau. Saat semua siswa sudah diperbolehkan pulang, saat itulah mereka bertiga bisa bernapas lega. Karena Kim bisa pulang dan istirahat."Guys, jadi jalan kan?" tanya Kim."Kim,
Jam 20:00 saat Kim lagi tiduran, tiba-tina ada yang masuk ke kamar. Awalnya ia pikir siapa? Ternyata orang tuanya lah yang datang."Kimmy, kamu kenapa sih, Sayang," tanya Jessica menghampiri putrinya yang sedang istirahat.Mendengar Mamanya bicara, brasa melihat bayangannya Hani. Lebay-nya mereka berdua memang mirip."Aku nggak apa-apa kok, Ma. Cuma asam lambung ku kambuh nih, dari kemaren," ujar Kim. "Btw kok Mama Papa ada di sini?" tanya Kim."Bibik yang nelepon tadi," jawab Jessica."Kita ke dokter ya?" ajak William."Aku nggak mau," jawabnya singkat padet jelas. Karna apa? Pasti itu akan berurusan sama jarum suntik.Untung saja itu Alvin lagi nggak di rumah, kalaunggak ia pasti sudah diseret-seret ke rumah sakit."Gimana sih kamu Kim. Kapan sembuhnya kalau gini." ini si Papa malah ngomelin anaknya yang lagi sakit.''Bentar-bentar. Aku mual lagi ini," ujar Kim bangun dari tidurnya sambil menutup mulut pake