Share

Keinginan Terpendam

Saat itu, Mikael membiarkan sejenak wanita yang sedang menangis tersedu-sedu setelah kematian nenek yang sangat dia sayangi itu.

Mikael bisa merasakan rasa sayang yang terpancarkan dari tatapan mata indah Lucy, pada nenek tua itu.

Tak selang beberapa waktu kemudian, Lucy pun tersadar dan melepaskan dirinya dari dekapan hangat Mikael.

"Lepaskan aku! Ma-maaf." Wanita itu berseru, sambil mendorong perlahan tubuh Mikael jauh dari tubuhnya.

"Ada apa Lucy? Apakah kau sudah tenang?" tanyanya, dengan nada yang sangat lembut. Seakan Lucy adalah wanita yang sangat dia hargai.

Lucy pun menatap bingung ke arah pria yang saat itu sedang menatap dirinya juga. Ya, walau apapun yang terjadi, bangsawan tetap bangsawan. Lucy tidak akan pernah membiarkan dirinya terhipnotis oleh kebaikan para bangsawan, yang nantinya akan menjadi bumerang bagi dirinya di kemudian hari.

Wanita cantik itu yang beberapa saat baru saja melepaskan diri dari dekapan hangat si bangsawan vampir tampan-Mikael, kemudian bangun dan kembali berekspresi datar.

"Aku rasa, ini saatnya aku pergi," ujar Lucy, sambil melangkahkan kakinya, menjauh dari sisi Mikael.

"Tunggu dulu!" Mikael menahan tangan wanita yang hampir saja meninggalkannya. "Apakah ... Kita bisa bertemu lagi?" Lanjut pria tampan itu bertanya.

Namun, satu-satunya hal yang ada di dalam pikiran Lucy adalah, dia sama sekali tidak ingin terlibat lagi dengan pria yang ada di hadapannya itu.

Dengan kasarnya, Lucy pun menghempaskan tangan mikael dan berkata dengan nada tegas. "Aku, sama sekali tidak ingin bertemu lagi denganmu. Aku harap, jika kita bertemu lagi secara tak sengaja, maka sebaiknya kau abaikan saja diriku ini. Kalau begitu, aku permisi!"

Lucy pergi dari hadapan Mikael begitu saja. Ekspresi datar dan sedikit rasa ketidakinginan untuk bersama lebih lama dengan Mikael, membuat pria itu tertantang untuk lebih mengetahui apa sebenarnya sosok dari wnaita yang memiliki darah semanis madu itu.

"Kau, kau benar-benar akan aku takhlukkan, Lucy. Hanya waktu saja yang akan menjawab segalanya," gumam Mikael, sambil melihat kepergian wanita yang telah menolaknya mentah-mentah itu dengan tatapan penuh keinginan.

Entah kenapa di dalam hati kecilnya, dia sangat ingin memiliki wanita itu. "Sebenarnya perasaan apa ini?" Pria tampan itu bertanya, sambil memegang dadanya yang sedari tadi berdebar dengan kencang.

Hasrat apa yang sedang dia rasakan? Rasa haus yang sama sekali tidak bisa disembuhkan oleh apa pun. Seakan Mikael ingin tenggelam dalam danau yang dipenuhi dengan aliran darah Lucy yang manis.

Keinginan yang tak biasa itu, membuat dirinya seakan terhipnotis dan tenggelam dalam mimpi buruk. Pria itu tak pernah merasakan hal seperti itu.

"Ini barulah awal. Aku pasti akan mencari tahu apa yang aku inginkan, dan hasrat apa sebenarnya yang aku rasakan ini."

***

Sementara itu di sisi lain, Lucy telah sampai di halte bus. Wanita cantik itu menggerai sebahu-nya yang indah, di bawah sinar terik matahari.

"Entah kenapa, cuaca hari ini terasa sangat panas," Lucy bergumam, sambil menutupi wajahnya dengan helaian rambutnya itu. Seakan dia sama sekali tidak ingin terkena paparan sinar matahari secara langsung.

Sembari menunggu bus tiba, Lucy terduduk sejenak di sana sambil mengembalikan akal sehatnya.

Entah kenapa dia bisa merasakan sentuhan lembut, dari pria yang amat dia benci itu. "Kenapa? Ada apa ini?" Lanjutnya bertanya, sambil memegang dadanya.

Sentuhan lembut yang perlahan membuat dia merasa sangat tenang itu, benar-benar memabukkan.

"Ada apa denganku? Apakah aku ini, sudah gila? Atau, aku kurang minum darah?" Wanita cantik itu pun kemudian mengeluarkan tablet darah yang selalu dibawa kemana-mana. 

Dia mau ngambil tiga tablet darah itu, kemudian menelannya begitu saja tanpa bantuan air. "Aku harap, ini bisa membantu," ujarnya.

Selang beberapa saat kemudian, ternyata Leo tak sengaja melihat Lucy yang sedang duduk termenung sambil memegang kepalanya saat itu.

"Loh, itu kan, Lucy. Untuk apa dia ada di sana?"

Leo pun datang menghampiri gadis yang saat itu sedang duduk sendirian di halte bus, dengan mobilnya.

Pip. Pip.

"Lucy, apa yang sedang kau lakukan di sana? Apakah kau sedang menunggu bus tiba?" tanya Leo, sambil menurunkan kaca mobil.

Lusi yang saat itu sedang termenung, seakan tak ingin memikirkan apa pun, kemudian menengadahkan kepalanya ke atas.

"Leo? Kau mau ke mana?" kata Lucy, balik bertanya kepada Leo.

"Hehe, ada apa denganmu? Padahal aku yang bertanya duluan, akan tetapi kau malah menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lainnya." Leo terkekeh. 

Wanita yang selama ini telah menjadi bagian dari hidupnya itu, memang terlihat sangat tegar. Namun di lain sisi, wanita itu juga terlihat sangat kesepian dan juga merana.

Hal itulah yang membuat Leo ingin tahu lebih dalam lagi tentang kehidupan apa yang selama ini dijalani oleh wanita manis itu, sampai dia menjadi sosok yang begitu luar biasa seperti sekarang ini.

Pria itu pun tidak ingin mengulur waktu lagi, dan langsung turun dari atas mobilnya, menghampiri Lucy.

"Lucy, sebaiknya kau pulang bersamaku saja." Dia melihat ke kanan dan ke kiri secara bergantian. "Aku rasa, bus akan tiba sedikit lebih lama dari biasanya. Jadi, kau naik dengan mobilku saja," lanjutnya, memberikan saran kepada wanita yang masih saja terduduk di hadapannya.

Lucy pun mengikuti Leo, melihat ke kiri dan juga ke kanan secara bergantian. "Ya, aku rasa sepertinya begitu. Baiklah, kalau begitu aku akan pulang bersamamu saja." Wanita cantik itu kemudian mengikuti apa yang disarankan oleh sahabatnya itu.

Akhirnya mereka berdua pun masuk ke dalam mobil kemudian pergi kembali ke apartemen mereka.

***

Sesampainya di apartemen, mereka berdua pun masuk bersama-sama. Namun, alangkah terkejutnya mereka berdua saat melihat sesuatu yang tertulis dengan tinta darah di depan pintu kamar Lucy.

"Hidup dengan tenang di dunia manusia, sungguh menyenangkan. Bukankah begitu, Nona muda!" Lucy bergumam dengan suara lirih, membaca apa yang tertulis di depan pintunya.

Jantungnya berdebar dengan sangat kencang. Rahasia yang selama ini disembunyikan dengan sebaik-baiknya, ternyata telah diketahui oleh seseorang yang sama sekali tidak dikenali.

"Siapa? Siapa yang sudah menulis hal seperti ini?" Leo terperanjat, pria itu amat kesal saat dia membaca tulisan yang ada di depan pintu sahabatnya itu.

Lucy sama sekali tidak bisa berkata apa-apa saat itu. Seakan lidahnya itu telah tersegel oleh besi panas, dia menatap ragu ke arah Leo, pria yang sudah dianggap sebagai saudaranya itu sendiri.

"L-Leo. Tidak, aku tidak-"

"Kau berbohong Lucy. Kamu sebenarnya adalah iblis yang menghisap darah manusia. Kau makhluk buas. Kau sebaiknya tak ada di dunia ini. Matilah, mati, matiiii! Mati!"

"Tidak, tidak, aku bukan. Aku tidak, aku bukan seperti apa yang kau pikirkan!"

Sungmii

Halo teman-teman. Maaf yah, my Vampire Lover baru bisa up lagi. Semoga bisa up tiap hari yah. Mohon dukungannya.šŸ„°šŸ„°šŸ„°šŸ™šŸ™šŸ™

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status