Share

CHAPTER 11

“Leona, jangan menikah.”

“Tenanglah, aku tidak akan berhenti bekerja hanya karena sudah menikah,” balas Atlanta dengan tenang. Tidak terpengaruh sedikitpun dengan larangan yang diberikan.

“Kau boleh menikah dengan seseorang yang berlatar sama denganmu, memiliki pekerjaan yang bisa mengertimu. Tapi jangan menikah dengan orang asing.”

Atlanta tersenyum miring. “Sejak kapan petinggi Hilton ikut mengatur urusan pribadiku? Ini nomor Boss, kenapa kau bisa menggunakannya Valeria?”

“Boss marah besar ketika dia tahu jika kau akan menikah, Leona. Aku di utus olehnya untuk melarangmu. Omong-omong jangan menyalahkan tentang petinggi, kau juga bagian dari petinggi Hilton.”

“Leona sudah mati lima tahun yang lalu. Aku menikah sebagai Atlanta, jadi katakan pada Boss untuk tenang saja. Kau akan tahu ada beberapa keuntungan yang bisa kau dapatkan jika memiliki seseorang di sampingmu.”

“Berhentilah bicara omong kosong. Urusi saja pernikahanmu dan kembali dua Minggu lagi untuk menyelesaikan misi.”

“Baiklah, lagi pula aku tidak akan mengundangmu. Sampai jumpa.” Tanpa menunggu jawaban Valeria, Atlanta memutuskan panggilan mereka secara sepihak.

Atlanta menghela napas melihat desain-desain interior pernikahan yang begitu indah dengan tatapan sendu. “Kenapa harus sesulit ini hanya untuk menikah? Padahal aku hanya ingin mempunyai kehidupan yang layak.”

***

“Aku hanya ingin menikah, kenapa kau terus mengingatiku dengan petinggi Hilton yang harus kita tangkap? Bisakah kau membiarkanku bernapas dengan tenang untuk melaksanakan pernikahan?”

Dylan tidak berhenti mengeluh setiap kali Zunaira memberinya peringatan. Padahal niat Dylan mengajak Zunaira makan siang di kafe bertujuan meminta bantuan Zunaira untuk mencari kontak teman-teman sekolah dulu.

“Hilton adalah organisasi spionase industri terbesar di negara kita. Mereka sudah mencuri banyak rahasia perusahaan. Tentu saja aku tidak akan berhenti memberimu peringatan bukan?”

“Aku tahu mereka sangat jahat. Tapi aku memanggilmu untuk mengundang teman-teman kita dulu, bukan membahas pekerjaan,” keluh Dylan.

“Dylan, kau harus mendengarkanku. Percaya padaku jika—”

“Jika apa?” potong Dylan cepat. “Sudah berapa lama kau mengenal Atlanta? Sudah sejauh apa kau mengetahui latar belakangnya? Kau tidak bisa menjawabnya bukan?”

Zunaira dibuat terdiam mendapati serangan Dylan.

“Aku berterima kasih karena kau sudah memikirkanku. Tapi ini sudah terlalu jauh Zunaira. Jika sesuatu terjadi pada pernikahanku dengan Atlanta pun aku akan menyelesaikannya sendiri.” Dylan menunjukkan bahwa ia sudah membuat keputusan bulat yang tidak bisa lagi di ganggu gugat.

“Bagaimana jika ternyata Atlanta memiliki rahasia besar yang ia simpan rapat-rapat darimu?” Zunaira memberanikan diri untuk bertanya.

“Aku juga memiliki rahasia besar yang di simpan rapat-rapat darinya. Jika itu memang benar, maka aku tidak bisa menyalahkannya karena aku pun seperti itu.”

Zunaira mendesah frustasi. Kehabisan akal untuk menghentikan pernikahan ini. Bukannya Zunaira tidak memikirkan kebahagiaan rekan kerjanya, tapi Zunaira juga mengkhawatirkan masa depan Dylan.

“Berhenti berusaha untuk menghentikan pernikahanku Zunaira. Sudah cukup. Aku tidak ingin tindakanmu terdengar oleh Atlanta. Aku akan baik-baik saja, sungguh,” pinta Dylan begitu menyadari raut wajah frustasi Zunaira.

“Tapi Dylan—”

“Aku harus kembali menjemput Atlanta. Calon istriku sudah menunggu.”

***

Persiapan pernikahan berjalan lancar berkat Dylan, Atlanta bisa mewujudkan pernikahan impiannya. Sebelum mengenal Dylan, Atlanta tidak pernah berencana kata ‘pernikahan’ akan ada di kamus hidupnya. Bertahan hidup adalah satu-satunya rencana Atlanta untuk masa depannya.

Hari ini pria itu tampak gagak, tampan dan menawah dalam balutan celana dengan bahan khusus, kemeja putih dan dasi kupu-kupu yang menghiasi lehernya. Begitu pula dengan Atlanta bak bidadari tak bersayap menggunakan gaun putih panjang dengan rambut panjangnya yang dibiarkan teruri ke samping.

“Kenapa kau terus menatapku?” Dylan menjadi salah tingkah sendiri terus di tatap oleh Atlanta.

Atlanta tersenyum tulus, hal itu berhasil membuat Dylan semakin jatuh cinta pada Atlanta.

“Terima kasih,” ujar Atlanta dari relung hati terdalam.

Kedua alis Dylan terangkat. “Terim kasih untuk apa?”

‘Terima kasih telah mencintaiku, terima kasih telah membuatku hidup normal, terima kasih telah memberikanku kehidupan yang layak.’ Ada banyak sekali yang ingin Atlanta ungkapkan, tapi semuanya tertahan di bibir dan Atlanta hanya bisa mengatakan,

“Terima kasih telah menikahiku.”

Dylan tersenyum dan menggenggm tangan Atlanta. Mengusap punggung tangan Atlanta dengan lembut. “Seharusnya aku yang berterima kasih seperti itu.”

Dari arah pintu masuk, Veronica masuk menggunakan gaun mewah. Begitu masuk, Veronica langsung merebut Atlanta dari genggaman Dylan.

“Astaga, anakku yang paling cantik akan segera menikah. Dylan sudah menceritakan banyak tentangmu. Mulai hari ini kau harus memanggilku Ibu. Beritahu aku jika Dylan menyakitimu. Aku akan membalasnya untukmu,” cerocos Veronica bersemangat.

Atlanta tersenyum haru. Selain mendapatkan seorang suami, kini Atlanta juga memiliki seorang Ibu. Kekosongan hati Atlanta mulai terisi sejak ia memutuskan untuk meniahi Dylan dengan segala konsekuensi.

“Coba panggil aku dengan sebutan ‘Ibu’, aku ingin mendengarnya langsung darimu,” pinta Veronica.

Atlanta membuka mulut, memerlukan beberapa detik sebelum Atlanta berani memanggil panggilan sakral seumur hidupnya. “Ibu?”

Bahkan Atlanta tidak berani mengucapkannya dengan lantang untuk pertama kalinya.

Mata Veronica berbinar. “Lebih keras Atlanta,”

“Ibu.” Panggilan kedua terdengar lebih meyakinkan dari panggilan pertama. Sontak Dylan dan Veronica kompak menebarkan senyum bahagia.

“Selamat datang di keluarga Emerlad, Atlanta. Selamat telah menjadi bagian dari keluaga Jordan,” sambut Veronica dengan hangat.

Sesaat Atlanta menahan napas. Tidak pernah sepanjang hidunya ia diterima dengan begitu mudah di suatu lingkungan. Bahkan ketika Atlanta masih tinggal di Panti Asuhan pun mengalami banyak kesulitan.

Atlanta memberanikan diri memeluk Veronica terlebih dahulu. Air mata berhasil lolos dari pelupuk mata saat Veronica mengusap punggung Atlanta dengan hangat.

***

Di depan altar, Atlanta menyambut uluran tangan Dylan. Mereka berdua memutuskan untuk berjalan bersama sepanjang altar. Tepuk tangan para hadirin memeriahkan acara khidmat hari ini. Dylan berhasil membuat orang yang paling kesepian di dunia menjadi seorang ratu hari ini.                   

Mereka berjalan secara perlahan-lahan, senyuman mereka tampak sangat indah, kebahagiaan mereka melipat ganda hari ini. Seakan Tuhan telah menyiapkan kebaagaiaan yang berlimpah untuk hari spesial ini, setelah bertahun-tahun Atlanta harus menahan pedihnya hidup sebatang kara.

Saat ini Dylan dan Atlanta berdiri berhadapan, ada pria paruh baya diantara mereka. Pria tersebut  yang aan menyatukan janji suci kedua insan yang tengah berbahagia.

Dylan menarik napasnya dalam-dalam, kini sudah waktunya ia mengucapkan janji suci untuk mempersunting Atlanta secara resmi dan khidmat.

“I Dylan Jordan, take you Nyx Atlanta to be my wife. I promise to loving and honor you. Ftom this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health. All the day of my life until death do us apart.”

‘Dylan… Semoga keputusanmu untuk menikahiku tidak akan menjadi keputusan yang akan kau sesalkan di masa mendatang.’                                     

haniyahhputri

Terima kasih sudah membaca ceritaku, jangan lupa tinggalkan jejak ya! Instagram : haniyahhputri

| 3

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status