Atlanta dan Dylan kembali ke ruang apartemen mereka. Kembali melakukan keseharian mereka bersama-sama.
“Sayang, apa kau mau kita pindah rumah?” tanya Dylan tiba-tiba.
Atlanta yang sedang menuang susu ke dalam mangkuk sereal sontak menoleh. “Kenapa? Apa apartemen ini sudah tidak nyaman bagimu?” tanya balik Atlanta.
“Tidak sih, hanya saja… Hanya saja aku merasa lebih baik kita memiliki rumah, bangunan terpisah. Bukan apartemen.” Dylan menjelaskan maksudnya walau tampak sedikit ragu.
“Kita membutuhkan rumah yang lebih besar dan kamar lebih banyak untuk anak-anak kita nanti. Tidak mungkin juga bukan kita selamanya tinggal di apartemen?” lanjut Dylan.
Mendengar kata ‘anak’ di sebutkan membuat Atlanta mematung sesaat. Atlanta sungguh tidak siap untuk hal yang satu itu. Bahkan Atlanta rajin meminum obat kontrasepsi.
“Jadi bagaimana pendapatmu?” tanya Dylan membuyarkan la
Setelah memahami apa tugas dan targetnya hari ini, Atlanta mengambil kunci mobil mewahnya. Teringat sesuatu, Atlanta memanggil Valeria.“Valeria,” panggil Atlanta.“Ya?” sahut Valeria.“Aku tidak menyangka jika tindakanmu akan seceroboh itu. Dylan bisa mengetahui ada orang yang masuk ke apartemen kami karena kau menginjak karpet dan menggesernya sedikit.”Valeria membulatkan mata, terkejut. “Sungguh? Dylan mengetahuinya?”“Dia bahkan mengajakku pergi ke ruang teknisi. Untuk saja aku segera retas dan rusak CCTV. Jika tidak, kau akan ketahuan dan hubungan kita menjadi rumit,” balas Atlanta.“Aku akui Dylan sangat teliti,” puji Valeria.“Tapi, terima kasih. Satpam melihat dengan jelas jika aku yang menggunakan mobil itu ke apartemen, karena itu aku membutuhkan bantuanmu.”Valeria tersenyum geli melihat ekspresi Atlanta yang sangat jelas sedang menu
Dylan mendesah pelan karena hari ini ia harus menyamar menjadi seorang paket. Dylan menatap Zunaira dan Orion malas.“Sungguh aku harus berpenampilan seperti ini di Las Vegas? Kota penuh hura-hura?” tanya Dylan, memastikan sekali lagi.Zunaira dan Orion kompak mengacungkan jari jempol kepada Dylan.“Kau tetap tampan,” puji Zunaira, supaya Dylan berhenti berkecil hati.“Kau tukang paket tertampan seantero Las Vegas,” tambah Orion.Dylan berdecih sinis mendengar pujian omong kosong yang di lontarkan untuknya. Tentu saja Dylan tak percaya dengan pujian palsu itu. Dylan bukan lagi anak kecil yang mudah di bujuk.Walau ini bukan pertama kalinya Dylan menyamar sebagai seorang tukang antar paket, tapi ini adalah pertama kalinya Dylan menyamar seperti ini di sebuah kota dosa yang mewah, Las Vegas.“Kau tidak berharap menyamar menjadi seorang bartender atau pembisnis bukan?” imbuh Orion.D
Akhirnya Dylan menemukan target yang sudah mabuk dan sedang menari bersama wanita berambut pendek yang Dylan lihat tadi. Wanita itu memunggungi Dylan dan badannya terus bergerak menari dengan lihai. Dari belakang saja Dylan bisa mengetahui dengan jelas jika wanita itu adalah wanita pesta. Dengan berani Dylan menghampiri Atlanta dan Tony yang sedang asik menari. Melihat seorang manusia aneh yang datang menghampiri mereka, Atlanta mulai menyadari adanya keanehan. ‘Tukang paket di kasino? Tony tak sebodoh itu untuk menerima sebuah paket dari tukang kurir antar paket yang berpakaian lusuh,’ batin Atlanta. Atlanta memilih untuk memeluk Tony dan mengambil dompet milik Tony. Dompet tersebut akan menjadi kartu kedua Atlanta jika malam ini Tony gagal mengantarnya ke rumah bordil tersebut. “Maaf Tony, aku tidak ingin bekerja sama dengan orang bodoh. Aku berubah pikiran,” gumam Atlanta. Kedua kaki Dylan berhenti melangkah di hadapan Atlanta dan
Atlanta berdecak kesal melihat sebuah bangunan dengan penjagaan ketat di depannya saat ini. “Ini semua karena kurir sialan tadi. Kenapa aku harus lari? Bukankah aku bisa menghajarnya? Aku jadi kehilangan Tony gara-gara kurir sialan itu,” gerutu Atlanta. “Percuma aku mengajak Tony, pria itu hanya bisa di manfaatkan.” Atlanta segera turun dari mobil dan masuk ke rumah bordil melalui pintu depan. Dengan bangga Atlanta menunjukkan sebuah kartu identitas milik Tony yang kini berada di tangannya kepada salah satu penjaga tersebut. “Tony memberiku ini sebagai jaminan jika dia memberikanku aksses untuk masuk ke rumah bordil ini,” ujar Atlanta. Ketika penjaga tersebut hendak menghubungi atasannya, Atlanta segera mencegahnya. “Bosmu sedang mabuk di kelab. Aku dan dia sedang berpesta di kasino. Aku harus masuk, aku memiliki urusan pribadi di sini. Aku sudah mendapatkan izin dari Bossmu.” Penajaga tersebut menatap Atlanta ragu sebelum akhirnya mem
Tak sabar, Atlanta segera merebut chip yang menempel di kuku Mauren dengan cara mencabutnya secara paksa. Terakhir, Atlanta membuka pintu mobil. Menyuruh Mauren segera keluar dari mobilnya karena urusan Atlanta sudah selesai. Cepat-cepat Mauren turun dari mobil karena takut. Darah dari jarinya terus bercucuran. Untungnya tetesan darah itu tidak mengenai mobil Atlanta. Melalui jendela, Atlanta melemparkan satu tas jinjing yang berisi setumpuk uang kepada Mauren. Setelah itu Atlanta segera pergi secepat mungkin dan meninggalkan Mauren di pinggir jalan. Tiba-tiba sebuah sepeda motor memotong jalannya, membuat Atlanta terpaksa menginjak pedal rem supaya tidak terjadi tabrakan. Tidak salah lagi, itu tukang paket yang terus mengejarnya sejak tadi. Sementara Dylan berusaha melihat wajah wanita itu dengan jelas walau cahaya mobil menyorotinya dengan tajam. “Atlanta? Istriku?” Dylan menyipitkan mata, berusaha meyakinkan jika dirinya tak salah lihat.
Atlanta pura-pura terbangun karena dirinya tak bisa terus menerus pura-pura tidur di hadapan Dylan. “Sayang, kau sudah pulang?” tanya Atlanta. Dylan tersenyum. “Ah, iya. Kejutan?” Dylan menjadi kikuk sendiri. Atlanta mengangkat kedua tangan, memberi kode supaya Dylan memberikannya sebuah pelukan. Dylan menghampiri Atlanta dan memeluknya dengan erat. “Aku merindukanmu,” gumam Atlanta. Dylan mencium kepala Atlanta. “Aku juga merindukanmu.” Atlanta kembali memejamkan mata di dalam pelukan. Dylan terbungkam meski tangannya tak berhenti bergerak mengusap punggung istrinya. “Sayang,” panggil Dylan pelan. “Hmm?” Atlanta membalasnya hanya dengan gumaman. “Apa kau memiliki kembaran?” Dylan tak bisa lagi menahan rasa penasarannya yang sudah memuncak. Atlanta mengerutkan dahi, kemudian menenggakkan kepala. Menatap wajah Dylan. “Kembaran?” tanya balik Atlanta. “Aku kemarin bertemu dengan wanita yang
“Aku sudah memasang harga. Mari kita tunggu tanggal mainnya,” ujar Atlanta melalui telepon kepada atasannya, Oliver. “Aku selalu puas dengan kinerjamu. Aku akan menambahkan bonus bulan ini,” balas Oliver dari sebrang sana. “Baiklah, aku tunggu bonusku,” jawab Atlanta sebelum menutup panggilan tersebut. Atlanta menghela napas lega saat melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua siang. Ternyata waktu yang ia butuhkan lebih dari dua jam. Sesuai janji, Atlanta segera keluar dari ruang kerja dan menghubungi Dylan. “Hai sayang, kau dimana? Aku sudah selesai bekerja. Maaf, ternyata ini lebih lama dari yang aku perkirakan,” ujar Atlanta begitu panggilan terhubung. Atlanta menuang air dingin ke dalam gelasnya. “Sayang? Dylan?” panggil Atlanta karena Dylan tak kunjung menjawabnya dari sebrang sana. Lalu barulah terdengar suara Dylan dari kejauhan. “Siapa yang meneleponku? Istriku?” Meski samar-s
Dari kaca jendela Ryan bisa melihat mobil Dylan meninggalkan lahan parkir kafe. Saat kopi yang Ryan sedang sedot mulai habis, saat itu juga Ryan menyadari sesuatu. “Tunggu, aku baru ingat siapa suara perempuan itu.” Ryan menutup mulutnya terkejut ketika berhasil mengingatnya dengan jelas. “X? Apa itu sungguh suara X? Tapi itu terdengar seperti suara X jika mode lembut. Meski X tak pernah berbicara lembut denganku, tapi aku bisa memperkirakan hal itu dengan jelas.” Mata Ryan membulat sempurna. “Tunggu dulu, bagaimana jika X dan istri Dylan adalah orang yang sama? Bukankah ini sebuah plot twist yang besar?” “Tidak. Belum ada bukti yang jelas. Semua ini selama ini hanya sebuah asumsi. Jika hal ini memang benar berurusan dengan istri Dylan, berarti aku tidak bisa bertindak sembarangan.” Ryan mengatur napas. Mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Ya, aku tidak boleh gegabah. Aku harus tetap tenang selagi belum ada bukti yang jelas. Aku tidak