Puluhan manusia berbaris rapi menunggu giliran untuk memesan sesuatu di sebuah restaurant ayam. Tempat itu terlihat sangat ramai hari ini dari pagi hingga malam ruangan itu dipenuhi barisan pembeli. Audrey Dianne seorang pekerja paruh waktu yang bekerja sebagai kasir di restaurant ayam itu bahkan dengan sukarela bekerja lembur untuk membantu karyawan lain yang sedang berusaha menyelesaikan tumpukan pesanan yang menggunung.
"Satu box buffalo wings original dan dua box buffalo wings crispy, selamat menikmati makanan kami" begitulah cara Audrey memperlakukan pelanggan dengan ramah dan penuh sopan santun disertai seulas senyum yang sejak tadi terpasang diwajah manisnya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, puluhan pelanggan yang sejak tadi memenuhi tempat ini kini mulai pergi satu persatu sebab keinginan mereka sudah terpenuhi dengan baik.
"Hari yang sungguh melelahkan" Audrey meregangkan badannya yang terasa pegal karena harus berdiri sejak tadi untuk menerima pesanan para pelanggan, hari yang menyibukkan ini bahkan membuat ia dan karyawan lain belum sempat untuk mengisi perut mereka yang kosong.
"Audrey makanlah ini, Pak David membelikan ini untuk semua karyawan" ucap seorang lelaki yang lebih tua darinya, tangan lelaki itu mengulurkan sebuah sandwich berisi daging asap yang terlihat sangat mengiurkan.
Audrey menerima sandwich tersebut dan segera memakannya dengan lahap, cacing-cacing di perutnya kini tak lagi kelaparan. Makanan ini sungguh terasa nikmat baginya, entah telah berapa lama Audrey tak merasakan makanan nikmat seperti sekarang karena belakangan ini ia hanya mampu membeli mie instan untuk mengisi perutnya. Gadis itu juga harus menghemat sampai mendapatkan gaji pertamanya.
Audrey begitu menikmati sandwich berisi daging asap yang ada ditangannya hingga tak menyadari seseorang datang untuk memesan sebuah makanan.
Seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun dengan pakaian glamour dan rambutnya yang berwarna coklat dibiarkan terurai begitu saja. Rupa wajah yang tak terasa asing bagi Audrey.
***
Braakk!!
"Lihat kau bahkan tak bisa mengerjakan soal semudah ini! Bagaimana kau bisa mendapatkan rangking 1? Apa kau selalu mencontek saat ujian?" Mrs. Camelia memukul papan tulis yang berisikan tiga soal matematika dihadapan salah satu murid di kelas tersebut.
Bentakan Mrs. Camelia kepada gadis yang menjadi muridnya itu kemudian disusul dengan berbagai olokan yang dilontarkan oleh beberapa siswa lainnya, hal itu membuat suasana menjadi begitu ramai tak terkendali.
"Dia pasti menggunakan lipatan-lipatan di tubuhnya untuk menyembunyikan contekan hahaha ..." lelucon salah satu siswa tersebut memancing seluruh murid yang ada di ruangan itu untuk tertawa.
Sementara gadis yang diolok hanya terdiam lesu dan menundukkan kepalanya. Audrey tak tau harus bersikap bagaimana untuk mengatasi kondisi seperti ini. Melihat Audrey yang hanya terdiam, seluruh murid di ruangan itu semakin menjadi-jadi. Bak sebuah pisau tajam, kata-kata yang mereka lontarkan itu menghunus menembus hatinya, membuat luka yang sangat besar dan dalam di hati Audrey.
"Sepertinya kau harus melakukan diet, kalau kau tidak tahu apa itu diet aku akan mengejakannya untukmu, d-i-e-t"
"Iuh lemak itu bahkan mengeluarkan minyak, lihatlah minyak ditubuhnya itu"
"Mungkin kebakaran yang menewaskan kedua orang tuanya itu merupakan kesengajaan karena mereka malu mempunyai anak jelek dan gendut sepertimu"
Candaan yang terdengar semakin kelewat batas itu bahkan tak dihentikan oleh Mrs. Camelia yang berada di sampingnya. Pada akhirnya apa yang bisa Audrey lakukan? Tentu saja tak ada selain menangis. Bulir-bulir bening menetes begitu saja dari pelupuk matanya.
"Kau menangis? Mereka hanya bercanda Audrey, kenapa kau begitu sensitif? Lagi pula perkataan mereka ada benarnya, kau harus diet karena berat badan yang berlebihan itu tidak bagus untuk kesehatan. Ayolah mereka peduli denganmu jangan menangis begitu" Mrs. Camelia akhirnya membuka suara setelah menyadari gadis disampingnya meneteskan air mata.
***
"Hey! Kau tak mendengarkan aku?" wanita itu sedikit berteriak membuyarkan lamunan Audrey tentang masa lalunya.
"Maaf, apa kau bisa mengulangi kembali pesananmu?" Audrey berusaha bersikap sesopan mungkin.
"Satu box chicken drumstick original, satu lagi yang pedas, dan dua cola" wanita itu mendengus kesal, ia merasa diremehkan oleh gadis kasir yang bekerja di restaurant ayam ini.
"Baik, satu box chicken drumstick original, satu box chicken drumstick pedas dan dua gelas cola, atas nama siapa?" Audrey memastikan kembali pesanan wanita itu agar tidak terjadi kesalahan, kemudian ia menanyakan nama atas pesanan tersebut.
"Camelia" jawab wanita itu singkat.
Audrey terdiam sejenak, rupanya benar wanita yang memesan makanan ini adalah mantan wali kelasnya ketika bersekolah di Eaton Square Senior High School, Mrs. Camelia.
Seluruh kisah tentang masa lalunya tiba-tiba datang memenuhi pikirannya. Membuatnya begitu marah sekaligus sedih. Kebetulan macam apa ini? Mengapa semua hal yang terjadi dalam hidupnya serasa sudah diatur sedemikian rupa?
Gadis itu diam menenangkan diri mengamati wanita yang kini sedang duduk dan sibuk dengan ponselnya. Ingin sekali rasanya Audrey memukul wanita itu, namun ia berusaha menahannya sekuat tenaga. Gadis itu tak boleh membuat kekacauan di hari pertama ia bekerja.
Tak lama kemudian, seorang pria dengan setelan jas berwarna biru dongker berjalan mengendap-endap menghampiri wanita itu sembari membawa satu buket bunga yang sangat cantik di belakang punggungnya.
"Kejutan!" pria itu memberikan buket bunga kepada Camelia.
"Ini sangat cantik! Kau benar-benar pria teromantis di dunia" wajah wanita itu memerah dan ia tersenyum bahagia.
Mereka berdua menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang menggunakan suara yang begitu keras tak memperdulikan pelanggan lain yang menatap ke arah mereka. Sepertinya mereka tak menyadari betapa hebohnya tingkah laku mereka hingga menganggu kenyamanan orang yang ada di ruangan itu.
Makanan pun telah siap dan Audrey segera mengantarkan makanan tersebut ke meja pemesan. Namun sepertinya nasib buruk kembali datang menghampiri Audrey Dianne.
"Sayang, mengapa kau tidak memesan keduanya dengan rasa pedas?" pria itu merengek bak anak kecil yang menginginkan sebuah permen dari ibunya.
"Maaf sayang, aku kira kau akan menyukainya. Baiklah, tolong ganti pesanannya" wanita itu dengan semena-mena menyuruh Audrey dan lagi-lagi Audrey dengan sopan menjelaskan bahwa pesanan yang sudah dipesan tidak bisa dikembalikan atau ditukar.
"Yasudah, pesan satu lagi chicken drumstick pedas"
"Baik, untuk pembayaran silahkan langsung ke kas-"
Byurr!!
Wanita itu menyiram segelas cola ke wajah Audrey membuat semua orang kembali melihat kearah mereka, bahkan orang lewat sekalipun.
"Kau meremehkanku sejak tadi?! Aku akan membayarnya! Mengapa kau menghancurkan suasana hatiku?!"
Sepertinya perlu digaris bawahi bahwa wanita ini benar-benar tidak waras, bagaimana bisa seseorang dengan kepribadian buruk seperti ini menjadi seorang guru?
Audrey akhirnya kehilangan kesabaran yang sudah ia tahan sejak tadi. Gadis itu membalas perlakuan wanita itu, ya menyiram wajahnya dengan segelas cola.
Keributan yang terjadi pun semakin besar setelah sang suami tak terima bahwa istrinya diperlakukan seperti itu. Pria bersetelan jas berwarna biru dongker tersebut mengangkat lengan kanannya bersiap untuk menampar gadis pekerja paruh waktu itu. Tetapi saat ia akan melayangkan pukulan, seseorang menahan lengannya membuat Audrey membelalakkan mata.
"Al-Alberth Galvin?"
Rintik hujan perlahan turun membasahi London. Gemerlap cahaya perkotaan berhasil menyelamatkan kota dari kegelapan yang pekat. Angin berhembus kencang menciptakan udara malam yang semakin dingin. Terlihat seorang gadis duduk meringkuk di depan sebuah restaurant ayam yang hampir tutup. Titik-titik air yang turun membasahi tanah seketika berubah semakin ganas diiringi tangis gadis itu. Sepertinya bumi mengerti betul bagaimana perasaannya saat ini.Seorang pria berpayung hitam mendatangi gadis yang meringkuk itu, ia menekuk kedua lutut tepat dihadapannya guna melindungi sang gadis dari derasnya hujan yang menghantam tubuhnya."Ini bukan salahmu, tenangkan dirimu" ia mengelus pundak gadis itu bermaksud untuk meredakan suara tangis yang terdengar semakin keras."A-ku tidak mau kehilangan pekerjaanku" gadis itu kini mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata, suaranya begitu lirih.Perasaan iba kini muncul di hati pria itu. Melihat seorang perempuan yang me
Suasana sebuah restaurant ayam masih sama seperti hari lalu, begitu ramai dan sesak karena dikerumuni oleh para pelanggan. Hari ini sesuai dengan perjanjian pagi tadi Audrey Dianne tidak diperkenankan lembur dan harus pulang tepat waktu tak peduli seberapa ramai tempat itu. Mr. David benar-benar merupakan bos idaman para pegawai.Jam di dinding kini telah menunjukkan pukul lima sore, itu artinya satu jam kemudian Audrey akan kembali ke rumah dikarenakan waktu kerjanya telah usai. Tetapi pria yang sedang ia tunggu sedari tadi tak kunjung datang sampai saat ini.Tatapan Audrey menyapu setiap sudut ruangan di restauran ayam itu, berharap ia bisa menemukan seseorang yang ia tunggu namun alih-alih menemukannya Audrey justru dikejutkan dengan kedatangan beberapa orang yang membawa sejumlah kamera."Permisi apakah saya bisa mewawancarai anda sebentar saja? Kami dari program acara televisi nasional ingin mewawancarai pemilik restauran ini" ucap seorang wanita yang diket
Seorang gadis cantik yang masih menggunakan seragam kerjanya terlihat begitu menawan, tubuhnya tinggi semampai dengan rambut panjangnya yang diurai begitu saja. Tiap langkahnya disambut oleh segenap tatapan mata ketika memasuki sebuah kedai kopi. Untuk beberapa saat, gadis itu berdiri di dekat pintu masuk sibuk mencari seseorang yang akan ia temui di tengah sekumpulan orang yang sedang menikmati sajian minuman yang mereka pesan. Gadis itu tersenyum ketika akhirnya menemukan orang yang ia cari."Kau menungguku lama, Alberth Galvin?" gadis itu menyapa Alberth."Kau sudah datang? Sebentar, aku akan mengambilkan kursi untukmu" Alberth berinisiatif untuk mengambil kursi tambahan ketika menyadari bahwa ia duduk di meja untuk dua orang saja. Alberth kemudian meletakkan kursi kosong itu persis di sebelahnya.Gadis itu kemudian mengucapkan terima kasih dan duduk berdampingan dengan Alberth dihadapan Audrey. Audrey Dianne menatap gadis di sebelah Alberth dengan tata
Hari sudah berganti baru dan seperti biasa Audrey kembali melakukan rutinitasnya setiap waktu akan menunjukkan pukul sepuluh pagi yaitu berangkat bekerja. Dari kejauhan Audrey melihat teman-teman rekan kerjanya berkumpul dalam satu meja dengan mata berbinar-binar.Suasana akhirnya menjadi benar-benar heboh ketika Audrey memasuki restauran tersebut. Beberapa mengucapkan selamat padanya dan yang lain memuji-muji kecantikan dirinya. Audrey yang terkejut melihat tingkah laku semua pegawai disini hanya memandang dengan tatapan bingung."Kau tak tau Audrey?" salah satu rekan kerjanya bertanya pada Audrey sebab melihat tatapan gadis itu yang seolah bingung dengan semua ini."Wawancara Mr. David kemarin, kau melihatnya di televisi? Ah tidak-tidak, youtube? Instagram? Twitter?" yang lain menimpali, namun pertanyaan runtut tersebut hanya dibalas dengan kata tidak oleh Audrey."Wawancara itu menduduki rating nomer satu dan yang lebih mengejutkan lagi bukan nama Mr.
Angin berhembus pelan menyibak rambut yang menutupi kedua wajah cantik yang kini duduk berdampingan di sebuah kursi taman dekat dengan dengan pusat kota London.Terlihat berbagai pepohonan yang mengitari taman itu mulai menumbuhkan dedaunan pertanda bahwa musim semi akan tiba sebentar lagi. Cuaca London yang biasanya begitu dingin kini terasa kian menghangat entah dikarenakan oleh pergantian musim atau disebabkan oleh wanita menyebalkan yang berada di samping Audrey sekarang.Masing-masing dari mereka membawa segelas coklat hangat ditangan, pengelihatan mereka menyapu pemandangan taman kota yang terlihat begitu sepi sebab musim dingin yang tak kunjung usai."Jika kau tidak jadi membicarakan apapun, aku akan pergi sekarang" Audrey meluruskan lututnya menapak tanah.Melihat gadis disampingnya hendak beranjak pergi, Zoya menarik lengan gadis itu dan menyuruhnya untuk duduk kembali. Pasti Audrey merasa kesal karena sejak tadi Zoya belum berbicara apapun
Sebuah lampu tidur menerangi ruangan sempit yang terlihat begitu sederhana. Seorang gadis duduk diatas kasurnya yang tak terlalu empuk sembari memandangi ponsel yang berada di hadapannya. Ia menunggu kabar dari seseorang yang tak kunjung mengabarinya.Satu jam, dua jam, bahkan sampai tiga jam lamanya pesan yang gadis itu kirim tak kunjung dibaca maupun dibalas. Beberapa menit sekali, gadis itu mengecek ponsel untuk memastikan pesan yang ia kirim barangkali pesan itu tak terkirim karena buruknya jaringan internet, namun berulang kali mau dipastikan bagaimanapun juga tanda yang menunjukkan pesan itu sudah terkirim tak berubah sekalipun.Tak ada pilihan, gadis itu akhirnya membuka satu aplikasi rahasia di ponselnya yang terlihat seperti sebuah peta yang menggambarkan berbagai daerah di Kota London, tetapi ada satu hal yang menarik perhatian, nama Alberth Galvin terpasang di sana. Itu bukanlah aplikasi peta biasa melainkan sebuah aplikasi pelacak.Sepert
Baju-baju yang dirancang oleh desaigner papan atas memenuhi setiap sudut ruangan itu. Berkilau, indah, cantik, dan tentunya mahal menjadi ciri khas sebuah baju yang tak bisa digunakan untuk sembarang acara yang tidak memiliki kelas. Namun, jangan khawatir sebab baju-baju disini tentunya takkan dipersalahgunakan seperti itu sebab semuanya berada di ruang rias milik agensi ternama, LF Agency. Ruangan itu biasanya hanya diisi oleh beberapa model saja yang akan dirias dan dipersiapkan untuk suatu acara, akan tetapi hari ini ruangan itu terlihat berbeda.Ramai orang di ruangan itu mengerumuni seorang wanita cantik yang baru saja kembali dari pekerjaannya di luar negri. Wanita itu merupakan seorang model terkenal asuhan LF Agency yang memiliki popularitas kemana pun ia pergi, hal itu membuat semua orang yang berada di gedung ini datang ke ruang rias guna mendekatinya untuk melihat wajahnya dari dekat.Hidung mancung bak selundang, pipi bak pauh dilayang, dan bibir tipis bak
Seorang gadis berjalan melewati kerumunan orang yang sedang berkumpul untuk menyaksikan sebuah insiden yang baru saja terjadi. Teriakan orang-orang disekitar kini tergantikan oleh suara mobil ambulan yang datang, benar-benar terdengar nyaring memekakkan telinga setiap orang.Terlihat tetesan darah di pinggir jalanan London tepatnya di depan sebuah gedung bertuliskan "LF Agency". Darah tersebut berasal dari seorang wanita yang tak sadarkan diri dengan darah mengalir keluar dari kepalanya."Audrey!" seorang pria datang menghampiri gadis yang terluka."Aku langsung kemari begitu kau menghubungiku" Alberth melihat sekujur badan gadis itu, memastikan bahwa semuanya aman terkendali."Aku tak apa-apa, hanya saja wajahku tergores" ucap gadis itu sembari memandang mobil ambulan yang mulai beranjak pergi meninggalkan tempat kejadian."Bagaimana ini bisa terjadi?" pria itu menatap Audrey dengan pandangan khawatir.Audrey Dianne lantas mulai menceritaka