Share

3 - Trauma

Tahun 2013, Eaton Square Senior High School, London

Suara derap langkah kaki memenuhi koridor sekolah, semua siswa dan siswi berlomba untuk memperebutkan antrian di kantin terkecuali seorang gadis yang terlihat menahan tangis berjalan lunglai menuju ke ruang guru.

Ruangan itu sangatlah ramai di jam istirahat seperti sekarang ini. Beberapa guru terlihat sedang menggosip, ada yang sibuk mengerjakan sesuatu, dan ada pula yang sedang berbincang dengan murid yang menemuinya.

Audrey dengan tampang sedih disertai perasaan takut yang menyelimuti dirinya mencoba untuk memberanikan diri menghampiri meja milik guru wali kelasnya, Mrs Camelia.

"Apa lagi?" katanya ketus begitu melihat Audrey berjalan mendekat.

"Ibu, apakah benar beasiswa ku dicabut?" gadis itu bertanya dengan baik, tetapi balasan yang ia dapatkan tak seperti apa yang ia lakukan.

"Kau t*li?! Bukankah sudah kubilang sejak kemarin?! Tenyata selain wajahmu yang rusak indera pendengaranmu juga turut rusak Audrey!" Mrs. Camelia bangkit berdiri dan berteriak membuat semua orang yang ada di ruangan itu melihat kearah mereka.

Mendengar bentakan dari Mrs. Camelia membuat tubuh Audrey serasa disengat listrik, sesuatu yang keras serasa menghantam dirinya, namun ia tetap tak boleh menyerah sampai disini, hak beasiswa itu harus kembali ia genggam.

"Tapi bu ... tanpa beasiswa itu aku tak bisa melanjutkan pendidikanku. Aku berusaha keras untuk mendapatkannya dengan selalu menjadi rangking 1 di kelas, tetapi beasiswa itu justru dialihkan kepada orang lain. Anak-anak kelas berkata bahwa i- ibu mengalihkannya karena mendapat su- suap dari salah satu wali murid yang tak menyukai-"

Plaakkk!!

"Kau sudah gila? Apakah kau begitu serakah?! Kau sudah dua tahun mendapatkan beasiswa itu dan kini giliran anak lain mendapatkannya!!" Mrs. Camelia menampar wajah Audrey dengan sangat keras membuat gadis itu merintih kesakitan sebab sudut bibirnya terluka akibat tamparan itu.

"Lihat, dia bahkan tetap berdiri tegak setelah ditampar seperti itu, kurasa lemak dalam tubuhnya benar-benar membantu hahaha ..." ucap salah satu guru di ruangan itu. Ucapan tersebut berhasil membuat seisi ruangan tertawa, namun tidak bagi Audrey. Wajah gadis itu memerah dan tangis yang sedari tadi ia tahan akhirnya pecah begitu saja. Audrey segera melangkah keluar meninggalkan ruangan berisi orang-orang yang hanya kaya pengetahuan intektual tetapi minim perasaan simpati dan empati.

Audrey berlari sembari menangis terisak melewati ratusan orang yang berbisik membicarakan dirinya sebab gosip yang dilebih-lebihkan tentang insiden di ruang guru menyebar dengan cepat. Kini Audrey mendapatkan julukan baru yaitu "Gadis Pengemis Beasiswa". Hal itu membuat Audrey berulang kali merutuki tindakannya, ia salah mengira bahwa Mrs. Camelia akan memberikan keadilan padanya. 

"Hey, Gadis pengemis beasiswa lewat! Cepat kita harus menggelar karpet merah untuknya hahaha ..."

"Lihatlah lemak dalam tubuhnya itu bukankah itu sedikit menjijikan?"

"Jangan melupakan wajahnya! Jika aku menjadi dirinya aku takkan bisa melangkah satu langkah pun untuk keluar dari rumah hahaha ..."

Semua perkataan itu terus bersarang di dalam kepalanya, membuat Audrey hampir kehilangan kewarasan. Ucapan-ucapan yang terdengar ringan saat dilontarkan namun sangat berat di hatinya. Mengapa semua orang sekejam ini padanya? Apa salah dirinya? Bahkan karena kejadian itu Audrey mengurung diri berhari-hari di kamar kostnya, ia juga menolak tuk berangkat ke sekolah. 

"Cukup, hentikan!!" Audrey berteriak ketakutan, ia duduk di sudut kamarnya sembari menutup telinganya yang terus saja mendengar suara-suara yang menyakiti hatinya.

***

Tahun 2019, Kamar kost Audrey

"Cukupp!!" Audrey terbangun dengan seluruh keringat dingin yang membasahi tubuhnya. Kenangan buruk itu bahkan masih menghampirinya setelah semua perubahan yang terjadi atas dirinya. Ia pikir kenangan buruk tentang masa lalu nya juga akan lenyap begitu saja.

Audrey berusaha mengatur pernafasannya agar kembali normal. Mimpi yang mengisahkan kisah masa lalunya selalu saja berhasil merobek luka lama di lubuk hatinya.

Tubuhnya yang bergetar hebat berusaha meraih gelas kaca berisi air dan sebutir pil penenang untuk membantunya menenangkan diri. Namun sayang, gelas itu justru jatuh dan pecah membuat luka sayatan di jemari kanannya ketika sedang berusaha membereskan kekacauan itu.

Darah yang mengalir keluar dari jemari kanannya mengingatkan dirinya ketika berusaha menghilangkan nyawa untuk pertama kalinya, dimana saat itu ia masih berusia 17 tahun. Hal itu Audrey lakukan setelah mengalami stress berkepanjangan akibat tindakan bullying dari guru dan teman-temannya di sekolah.

Rangkaian peristiwa yang mirip namun tidak nyata itu sudah berhasil membuat seseorang mengalami ketakutan yang berlebih akibat trauma yang tak kunjung hilang. Walaupun ia tidak mendapatkan kekerasan secara fisik melainkan kekerasan secara mental. Hal ini mungkin terlihat sangat sepele bagi pelaku namun efeknya akan sangat buruk bagi korban.

Mengapa seseorang dengan mudah berkata kasar kepada orang lain tanpa memikirkan perasaan orang itu? Dan lebih buruknya lagi ketika korban mengalami gangguan pada psikologisnya, ia justru semakin diperlakuan buruk. Kejadian seperti inilah yang membuat korban terkadang nekat untuk mengakhiri hidupnya dan contoh nyatanya terjadi pada Audrey.

Dua jam berlalu, Audrey akhirnya bisa menenangkan diri menggunakan pil penenang yang pernah ia dapatkan dari seorang dokter. Audrey kini bisa berpikir jernih menggunakan akal sehatnya. 

Waktu telah menunjukkan pukul sebelas pagi dan Audrey yang teringat bahwa ia sudah mulai bekerja segera bergegas untuk berangkat.

Cuaca di London saat ini sangatlah dingin dan hampir menyentuh angka nol derajat celcius membuat sebagian warga London memilih untuk berdiam diri dirumah dan bagi mereka yang terpaksa untuk keluar rumah, mereka menggunakan pakaian yang sangat tebal dengan syal di leher mereka. Audrey tak memiliki pakaian seperti itu, satu-satunya pakaian tebal yang ia miliki adalah baju yang diberikan oleh wanita pemilik butik yang ia temui kemarin. Audrey mengira pakaian itu cukup tebal, namun nyatanya tak cukup untuk menghalau rasa dingin yang masuk menusuk tulangnya.

"Dari mana saja kau? Lihat jam berapa ini" seorang pria setengah baya menyandarkan tubuhnya pada dinding restaurant ayam, menghembuskan asap dari celah mulutnya kemudian menghisap kembali cerutu yang berada di tangannya.

Audrey membalas dengan seulas senyum diwajah cantiknya dan memberikan alasan yang sekiranya masuk akal sehingga membuat pria yang sedari tadi berdiri dihadapannya menghilangkan wajah menatap curiga yang ditujukan padanya beberapa saat lalu.

"Baiklah, masuk dan kenakan seragam yang ada disana" pria setengah baya itu menunjuk sebuah ruangan khusus untuk karyawan restaurant yang ia miliki dan Audrey segera melangkah masuk.

Tap ... tap ... tap ...

Sorot mata memandang mengikuti gadis itu berjalan menuju ke sebuah ruangan, kehadirannya menarik perhatian seluruh orang di restaurant ayam itu. Tak hanya para pelanggan, gadis itu bahkan menarik perhatian karyawan restaurant yang sedang bekerja. Entah apa yang terjadi, semua orang seolah-olah tersihir dengan pesona yang Audrey miliki.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status