Jarum jam yang terus bergerak menunjukkan waktu tengah malam. Udara yang dingin, ditambah dengan derasnya hujan membuat suasana di luar ruangan menjadi begitu buruk.
Tok ... tok ... tok
Suara pintu yang diketuk membuat seorang lelaki yang tinggal di rumah itu keluar dari kamar dan membuka pintu rumahnya.
Saat pintu rumah tersebut dibuka, terlihat jelas siapa pelaku yang mengetuk pintu rumah seseorang pada waktu tengah malam. Dengan seluruh tubuh yang basah kuyup akibat diguyur derasnya hujan, seorang gadis yang nampak begitu menggoda membuat iman Duke menjadi lemah. Tetapi, ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk tidak menerkam gadis yang telah menjadi mantan kekasihnya itu.
"Kau kemari setelah memutuskan hubungan kita 3 bulan yang lalu?" tanya Duke, firasatnya sangat tidak enak.
"Kau tak ingin mengucapkan apapun? Baiklah, akan kututup pintunya" Duke memutuskan untuk bertindak, setelah melihat Christie hanya berdiri di tempat, memandanginy
Hari-hari normal seperti biasanya berlangsung di perusahaan fashion milik ayah Christie. Semua pegawai terlihat disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali seorang pria setengah baya yang sedang memohon ampun di ruangan kepala yang diketahui milik ayah Christie."Saya mohon pak, ampuni anak saya" pria setengah baya itu datang bersama anak laki-laki semata wayangnya yang ia besarkan sendiri selama puluhan tahun."Sepertinya kau dan putramu baru mengetahuinya sekarang, kalian pasti sangat terkejut" ayah Christie mengalihkan pandangannya keluar jendela besar yang ada ruang pribadi miliknya."Saya meminta maaf pak, saya akan bertanggung jawab bagaimanapun caranya. Saya mohon, jangan tuntut anak saya" ayah Duke yang berprofesi sebagai sopir pribadi itu, berusaha membujuk atasannya agar memaafkan kesalahan putranya yang ia sendiri tahu bahwa hal ini tak bisa diampuni."Saya tak menyangka bahwa kelakuan putramu sangat berbanding jauh dengan dirimu. Pas
Tahun 2019 - Pukul 19.00 - Salah Satu Rumah Makan Terkenal di Pusat London Audrey yang sedari tadi menyimak cerita Marlyn sedikit tak mempercayai kelakuan ayahnya yang begitu brengsek. Ia tak menyangka betapa buruk tabiat yang dimiliki oleh ayahnya itu. Sebab selama Audrey hidup, ayahnya selalu bersikap manis kepada dirinya, ya selalu, kecuali pada hari dimana ia kehilangan segalanya. "Atas dasar tawaran perusahaan yang ditawarkan oleh ayah Christie, mereka akhirnya melangsungkan pernikahan diusia yang masih belia" Marlyn terus menceritakan kisah hidup sahabatnya sembari menangis. Semua yang Marlyn ceritakan dari awal hingga saat ini sama sekali belum menuntaskan rasa penasaran Audrey tentang hubungan wanita itu dengan ayahnya. Padahal 3 jam sudah berlalu, walaupun begitu ia tak bisa menganggap bahwa cerita ini tak penting, karena semua ini berhubungan dengan kedua orang tuanya. Tetapi, ada satu pertanyaan yang terlintas dalam benak Audrey, apakah semua cerit
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Christie kini telah melahirkan buah hatinya di usianya yang menginjak 17 tahun. Usia yang cukup terbilang sangat belia, tetapi gadis ini harus menanggung beban sebagai seorang ibu karena kelakuannya bersama mantan kekasih yang kini menjadi suami sahnya. Gadis yang ceria dan pintar, namun begitu bodoh dalam hal percintaan, sangat disayangkan. Terlebih lagi, karena lelaki yang ia nikahi adalah lelaki brengsek yang tak memiliki rasa tanggung jawab. Sampai Christie melahirkan pun, lelaki itu tak ada disisinya. Mendampingi, merawat, siap siaga, semua tak dilakukannya sebagai calon ayah yang baik. Entah akan menjadi apa keluarga ini nantinya, sangat mengkhawatirkan. Setelah berjam-jam berjuang melalui persalinan normal, Christie yang terlihat begitu kelelahan bahkan sampai tertidur nyenyak di kamar persalinan itu sendiri setelah melahirkan putri kecil yang cantik. Putri kecil yang di beri nama atas keputusannya sendiri, nama ya
Pesan dari nomor misterius terus saja membuat ponsel Marlyn berdering. Pesan yang berisi kata-kata ancaman serta foto yang tak asing terpampang jelas di layar berukuran 4 kali 5 inch tersebut. Terlihat kedua orang tua Christie tertidur pulas dengan kepala beralaskan meja kayu yang menjadi ciri khas di salah satu resto mewah langganan keluarga Christie. Jika dilihat sekilas maka yang terlihat aneh adalah mengapa mereka tidur dengan posisi terduduk dan kepala yang diletakkan di atas meja? Namun, jika dilihat lebih seksama maka akan terlihat busa berwarna putih susu yang keluar dari kedua mulut orang tua Christie. "Apa ini?" Marlyn membelalakkan mata tak percaya, kejadian ini sama seperti adegan yang ada di film favoritnya, tentang serial pembunuhan berantai dimana sang pembunuh menggunakan racun untuk menghabisi korbannya. Tring! Notifikasi pesan dari satu orang yang sama kembali memenuhi ponsel Marlyn. Kata-kata yang diutarakan semaki
1 Tahun berlalu setelah kepergian orang tua Christie. Dua pelaku yang entah siapa juga telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan pembunuhan berencana tanpa diberi kesempatan mengajukan banding dan kebebasan bersyarat. Marlyn merasa heran, sebab ia yakin bukan mereka pembunuhnya. Justru sebaliknya, kedua orang suruhan Duke yang lebih mencurigakan. Lelaki ini sungguh licik dan keji, demi mendapat simpati Christie ia rela mengorbankan dua orang untuk mendekam dalam penjara seumur hidupnya. Bahkan setelah peristiwa itu, Marlyn tak berani menampakkan diri dihadapan Christie. Gadis itu terpaksa pergi ke luar negri sesuai ucapannya untuk melanjutkan pendidikan dan karir modelnya, walau sebenarnya hal itu dapat dilakukan di tanah kelahirannya sendiri, London. Selama 1 tahun itu, tepat setelah Marlyn pindah ke Amerika, ia hidup dengan penuh rasa takut yang menghantui kemana pun ia pergi. Marlyn selalu merasa sedang diawasi oleh orang asing yang tak ia ken
Sinar matahari yang belum terlalu panas membuat Audrey memutuskan untuk singgah sebentar ke pemakaman, menemui kedua orang tuanya yang telah tertinggal di dalam tanah. Sudah lama waktu terhitung sejak gadis itu mengunjungi makam kedua orang tuanya. Sebagaimana sejak ia ditinggal oleh kedua orang tuanya, Audrey kerap mengadu tentang perlakuan kejam yang dunia ciptakan untuk dirinya. Biasanya gadis itu akan berlari sembari menangis dan bercerita panjang lebar seolah kedua orang tuanya masih menghembuskan napas dan ada dihadapannya. Anehnya, dengan bercerita pada nisan kedua orang tuanya, Audrey merasa luka-luka yang tercipta karena kekejaman dunia berangsur membaik dan pundaknya yang berat menanggung beban akan terasa ringan. Tetapi kali ini Audrey terlihat berbeda ketika datang ke makam kedua orang tuanya. Gadis itu tak datang dengan tangan kosong, melainkan membawa setangkai mawar putih segar ditangannya, ia juga tak datang dengan air mata yang memenuhi wajahnya, jug
"Tak perlu berterima kasih seperti itu Zoya, karena sebagai gantinya kau ..." Audrey sengaja memberi jeda yang cukup lama pada ucapannya. "Harus menjauhi Alberth, kekasihku" perintah Audrey. Seringai Audrey kemudian muncul seolah menandakan kemenangan penuh atas lelaki yang ia cintai. Kini, ia tak perlu merasa risau memikirkan hubungan yang terjadi diantara mereka. Semua, sudah selesai sekarang. "M-menjauhi?" Zoya tergagap mendengar perkataan Audrey yang disertai oleh seringai dan tatapan tajam. "Kau pikir, aku tak mengerti bahwa kau menyukainya selama ini?" ucapan Audrey lepas begitu saja tanpa pikir panjang. "Apa maksudmu ... Audrey?" gadis itu meremas selimut rumah sakit yang menutupi sebagian tubuhnya, ia ketakutan. "Jauhi Alberth, Zoya!" Audrey menggertak. Gadis itu mengira jika ia melakukan hal itu maka Zoya akan menjauhi kekasihnya dengan segera, namun perkiraannya sepertinya salah. Zoya justru terkekeh ketika mend
Audrey berjalan tertatih-tatih mengikuti irama berjalan Zoya, ia sedang bersusah payah membantu temannya berjalan karena kaki Zoya yang masih terasa sakit karena kecelakaan yang menimpanya. Zoya tak mampu berjalan sendiri. Seraya memandangi seluruh foto yang terpajang di dinding kamar Zoya, Audrey terus memperhatikan langkah temannya itu. Namun, secara tak sengaja satu foto dalam pigura menarik perhatiannya. Foto Zoya bersama rekan-rekan kerjanya di tempat yang tak terasa asing. Langkah Audrey terhenti sejenak untuk mengamati foto itu dan tentunya langkah Zoya juga akan ikut terhenti. "Itu adalah foto dimana aku bekerja dengan temanku Audrey. Kau ingat? Haha ... aku memotong gambar dirinya yang seperti babi itu karena ia tampak mengotori foto" ucap Zoya ketika melihat Audrey memandangi satu foto. Tak ayal, ucapan Zoya kembali menyakiti hati Audrey. Audrey yang mengira bahwa Zoya sudah berubah ternyata sama saja, tanpa pikir panjang gadis itu selalu meng