Share

Precarious

“Rahasia di antara para pria, benarkan Rick?” Rudy menyenggol kakiku.

“Benar! Benar! Ini rahasia di antara kami!”

Untung saja Rudy berpikir cepat!

“Kenapa? Salah satu dari kalian menyukainya?” Judy mengedipkan sebelah matanya.

“Rahasia,” ucapku singkat.

“Benar! Rahasia!” Rudy mengangguk.

“Kalian ini, padahal aku bisa saja membantu kalian untuk mendapatkannya,” ia membusungkan dadanya, “jika kalian tidak mau terbuka, apa boleh buat?”

Judy menatapku dengan sorot mata yang tidak dapat aku artikan, kemudian berbalik dan duduk di kursinya yang kosong.

“Kenapa dia?” gumamku tak sadar.

“Hmm? Ada apa?” Rudy yang tengah membereskan buku ke dalam tas hitamnya menyahut.

“Judy menatapku cukup lama sebelum kembali ke kursinya.”

“Kau ini bodoh atau bagaimana Rick?” Rudy menggelengkan kepala.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.”

“Judy menyukaimu...” ucapnya pelan.

“Kau ini ada-ada saja!” aku tidak menanggapi ucapannya.

“Aku dengar anak itu dibunuh!”

“Jangan asal bicara!”

“Tidak, itu memang benar. Aku tetangganya.”

“Benarkah? Siapa pelakunya?”

Suara gemuruh percakapan para gadis di depanku menarik perhatian.

“Kau dengar itu?” Rudy mencolek lenganku sembari memberi isyarat dengan menggerakkan matanya ke depan.

“iya,” aku menganggukkan kepala, lalu menatap Rudy yang tengah tersenyum, “jangan katakan kau- ”

“Benar sekali!” Rudy menatapku dengan wajah bahagia.

“Jangan berkata seperti itu dengan wajah bahagia! Ini kasus pembunuhan!” Aku meliriknya tajam.

“Kau tidak tahu apa cita-citaku?” ia tersenyum sambil mengangkat alisnya dengan ekspresi wajah ‘ayo katakan!’.

Kau baru saja selamat dari kematian Rudy! Jangan mencari masalah!

“Detektif! Ya detektif Sherlock Holmes!”

“Ayo Rick, aku mohon!”

Apa karena ini di dunia game, mereka tidak takut mati?

Menjadi Watson? Ah! Sepertinya tidak buruk. Tidak! Tidak! Tidak! Aku tidak mau menambah masalah lagi.

“Tidak Rudy! Tidak!”

“Aku tahu kau sebenarnya penasaran bukan?” Ia tersenyum menang.

Sial! Dia mengetahuinya!

“Tidak! Rudy tidak!”

“Bukankah kau ingin tahu siapa pelakunya? Apa benar Mary atau Judy? Atau jangan-jangan Rose!”

Rudy benar-benar memancingku!

Sial! Rasa penasaran ini membunuhku!

“Kalau kau tidak mau, baiklah, aku sendiri saja!” Ia berdiri dengan melipat sikunya di depan dada.

Jika terjadi sesuatu pada Rudy maka aku akan benar-benar sendirian.

“Baiklah aku ikut.”

Rudy menatapku dengan mata yang membulat.

“Ka-kau yakin?”

“Kenapa? Kau tidak mau aku ikut andil? Tidak masalah!”

“Kalian... Apa yang kalian bicarakan?” suara Rose terdengar di sebelahku.

*****

Dan akhirnya aku duduk di taman sembari memakan es krim yang Rudy belikan.

“Dan kau tahu? Setelah aku menyebut namamu, Ricky langsung mengiyakan!”

Tu-tunggu! Sepertinya ada yang salah!

“Be...narkah?” Rose menutupi kedua wajahnya.

Yang Rudy katakan benar adanya, tapi setelah itu ia berkata akan bergerak sendiri.

“Aku tak menyangka... Kau memikirkanku...”

Gawat! Gawat! Gawat! Rose salah paham!

Jika aku berkata mengkhawatirkan Rudy, tidak! Tidak! Tidak!

“Tentu saja Rose, kau juga temanku!”

Baiklah! Jawaban aman! Pilihan tepat!

“Aku harap... Selebihnya kita bisa lebih dari teman...”

Apa aku memberinya harapan palsu? Sepertinya tidak.

Aku melirik ke arah Rudy, tapi ia berpura-pura tak melihatku dan bersiul dengan riangnya.

Awas kau Rudy!

“Ehm! Bagaimana rencanamu Rudy?”

“Kita akan mengunjungi kediamannya!”

“Aku rasa... Itu ide yang buruk...”

Aku mengangguk setuju.

“Mencari tahu dari tetangganya?” Rudy mengerutkan dahinya.

“Ide bagus!”

“Sebenarnya... Aku mempunyai seorang kenalan di kepolisian.”

Aku dan Rudy serentak menghadap ke arahnya.

“Rose, aku mohon bantuanmu!” Rudy berlutut di hadapan Rose, “kau mau tubuhku? Akan aku beri-”

“Apa yang kau katakan! Hahaha!” aku membekap mulut Rudy.

“Tenang saja Rick... Aku hanya meminum darah... Tidak seperti apa yang kalian ketahui tentang Succubus.”

Oh begitu rupanya, jadi ia tidak melakukan hal asusila seperti itu.

“Rick, berani-beraninya kau berpikir seperti itu tentang seorang wanita...”

“A-apa yang kau bicarakan Rudy!”

“Wajahmu memerah, kau tahu?” Rudy menahan tawanya.

“Kalian hahaha!” tawa Rose tiba-tiba meledak, “wajar saja... kau berpikir seperti itu Rick...”

“Ah! Aku iri denganmu Rick!” Rudy mengacak-acak rambutnya.

“Sudah! Sudah!” aku membuang batang es krim yang kosong di tanganku ke tanah.

“Sebentar... Aku coba menelponnya...” Rose mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian berjalan menjauh.

Benar! Ponselku! Kalau diingat-ingat... Malam ini! Ya malam ini! Di mana aku bertemu dengan Mary yang tengah berbelanja saat pulang mengambil ponselku yang selesai diperbaiki.

“Rick, kau tidak boleh membuang sampah sembarangan!” Rudy mengambil batang es krim itu kemudian meletakkannya di tanganku, “buang ke tempat sampah!”

Tapi ia tak hanya memberiku batang es krim, ia memberiku plastik pembungkus es kami serta mangkuk es krim miliknya.

“Ini tak adil! Ayo kita batu-gunting-kertas!” tantangku.

Selama tubuh ini berteman dengannya, jika kita melakukan hal ini tubuh ini pasti menang.

“Ah! Aku kalah!” pekikku kesal saat ia mengeluarkan batu, sedangkan yang aku keluarkan gunting.

“Sudah cepat masukkan ke tempat sampah!” Rudy menahan tawa.

Sepertinya hari ini aku agak sial.

Setelah membuang sampah aku kembali ke kursi taman dan menemukan mereka tengah bercakap-cakap.

“Jadi bukan Mary atau Judy?”

“Aku yakin... Bukan mereka...”

“Lalu siapa?”

“Apa yang aku lewatkan?” aku kembali duduk di samping Rudy.

“Setelah jenazahnya di autopsi...”

Bekas gigitan? Bekas cakaran?

Jika itu bekas gigitan, kemungkinan besar Mary yang melakukannya.

Jika itu bekas cakaran, kemungkinan Judy yang melakukannya.

“Ia ditembak seseorang...”

“Ditembak? Bagaimana bisa?” pekik Rudy.

“Saingan ayahnya? Keluarga terlilit hutang?” tebakku.

“Tidak ada motif ... Sepertinya mereka salah sasaran.”

“Salah sasaran?” Rudy mengulangi ucapannya.

“Ada seseorang yang menelpon ambulance dan berusaha menolong anak itu... tapi setelah sampai di sana... tidak ada orang sama sekali. Sepertinya... penembak yang sadar salah sasaran menelpon ambulance.”

“Berarti bukan ia yang diincar? Lalu sia-”

Belum sempat Rudy menyelesaikan ucapannya, Rose menarik Rudy hingga kepalanya menyentuh lututnya yang tertekuk. Dan seperkian detik kemudian sebuah peluru melesat melewati udara yang sebelumnya merupakan posisi awal kepala Rudy.

“Rudy!” pekikku tak sadar.

“Kita harus pergi dari sini!” Rose bangkit dan menarik Rudy yang masih terkejut.

Aku berlari mengikuti Rose yang bersembunyi di balik seluncuran berbentuk gajah.

“Halo! Tuan Raymond! Kami diserang di taman! Iya! Penembak, sniper!” Rose berbicara dari persegi panjang berbaterai ditangannya.

“Rudy! Kau tidak apa?” aku memegang kedua bahunya.

Aku menatapnya, pandangan kaget dan tak percaya terlukis di matanya.

“Aku... Kenapa aku?” ucapnya bingung.

Jangan-jangan ini ada hubungannya dengan Ibu kandung Rudy!

Aku tidak tahu, ini sudah di luar skenario dari game yang kumainkan!

“Kalian... jangan sampai lengah...” Rose menatap ke sekeliling dengan waspada.

Tak lama sebuah mobil sedan berwarna seperti kopi pekat berhenti di dekat kami, seorang pria berpakaian seragam membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk.

“Ayo kita masuk...” Rose mengulurkan tangan ke arah kami.

*****

“Ricky... ayo kuantar pulang...” Rose tersenyum ke arahku.

“Tidak apa, aku bisa pulang seorang diri.”

Aku memandang gadis manis bermanik kuning di hadapanku.

“Rick... Katakan... Apa yang membuatmu tak menyukaiku...”

Aku terdiam, aku tidak tahu harus berkata apa.

Memang dalam rute Rose, ia akan menangis histeris karena telah mengambil jantung si tokoh utama. Tapi, setelah melihatnya secara langsung, aku tak bisa percaya dengan apa yang aku ketahui dari dalam game.

Kejadian banyak sekali yang berubah, mulai dari selamatnya Rudy sampai perubahan Rose yang tidak sesuai dengan alur cerita.

Aku juga harus mengambil ponsel dari tempat reparasi yang memperbaiki ponselku.

“Hei Ricky... kau kenapa?” Rose yang berdiri di bawah temaramnya lampu malam menatapku penasaran.

“Aku harus mengambil ponselku.”

Siapa penulis cerita dalam game ini, kenapa ponselnya harus rusak? Menyusahkan saja.

“Mau aku... Temani?”

Padahal kukira aku lebih dekat dengan Judy, tapi kenapa akhir-akhir ini kami sering bersama?

“Rick... Kau tidak apa?”

“Ah! Tidak apa-apa!” ucapku spontan.

“Mau... Aku temani pulang?”

Jujur saja, aku sedikit takut, tapi...

“Ti-tidak terima kasih! A-aku pergi dulu!” ucapku sembari berlari dan melambaikan tangan ke arahnya.

Aku harus menjaga harga diriku!

Tapi kalau aku mati tertembak, untuk apa aku mempertahankan harga diriku?

Apa aku harus kembali lagi?

Tidak, sudah terlalu jauh!

Bodoh! Bodoh! Bodoh!

“Maaf, bisa kau tunjukkan di mana alamat ini?” tiba-tiba sebuah suara memanggilku.

Aku memutar kepalaku ke sumber suara dan melihat seorang pria dewasa memakai pakaian kerja berdiri di dekatku.

Tunggu! Pria ini! Pria yang akan membunuhku dalam rute Rose!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status