Share

Unexpected Help

“Seperti biasa Zack.” Aku tersenyum pahit.

“Benar-benar anak kepala sekolah itu!” Judy mengepalkan tangannya, “Ah iya! Kau dicari oleh tim lomba! Untuk persiapan lomba beberapa hari lagi.”

Kalau dalam waktu seminggu aku belum menemukan pelakunya, ada kemungkinan Rudy akan diserang saat mengikuti lomba!

Bagaimana ini! Aku harus melakukan sesuatu!

“Ah Judy! Kemarin sepulang sekolah kau ke mana?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari dalam mulutku.

“Ke-kemarin? Aku berbelanja! Ya! Aku berbelanja,” ucapnya dengan sedikit terbata.

Ada apa ini? Kenapa dia terlihat seolah menyembunyikan sesuatu? Mencurigakan!

“Rick...” Rose menepuk bahuku.

Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk menuduhnya, tapi dengan gelagatnya yang seperti ini, siapa yang akan menututp mata?

“Apa yang kau beli Judy?” Aku tersenyum ke arahnya.

“A-aku membeli buku tulis hahaha!” tawanya terdengar canggung.

“Kenapa kau tampak gelisah Judy?”

“I-itu bukan apa-apa!”

“Ricky... Sudah...” Rose menggelengkan kepalanya.

“Hentikan Rick! Aku merasa tengah kau interogasi saat ini!” Judy melipat kedua tangannya di depan dada.

“Hahaha perasaanmu saja!” tawaku sembari menepuk bahunya.

Ada apa ini? Kenapa suasananya terasa sedikit berbeda?

“Ricky... kau harus bertemu mereka...”

“Ah iya! Kau benar Rose!” ucapku sembari membersihkan pakaianku.

“Kalau begitu aku duluan!” Aku berjalan cepat sembari melambaikan tangan ke arah mereka berdua.

Setelah berjalan cukup jauh, aku menyadari sesuatu.

Aku tidak tahu mereka menungguku di mana hahaha!

Aku kembali berjalan menyusuri jalan yang telah aku lewati sebelumnya.

“Akhir-akhir ini kau dekat sekali dengan Ricky, Rose.” Suara Judy terdengar mengintimidasi.

“Benar... Akhir-akhir ini... aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ricky dan Rudy.”

“Jangan lupa perjanjian kita bertiga Rose!”

Perjanjian? Apalagi ini? Aku tidak tahu apa pun tentang hal ini!

“Aku tahu... Aku tidak akan melanggar...”

“Jangan katakan ini merupakan taktikmu untuk mendapatkan darah serta jantungnya!”

“Tidak... Aku tidak berniat seperti itu...”

“Oh? Benarkah?” suara Judy terdengar meragukan ucapan Rose.

“Aku mencintainya Judy...”

“A-apa? Apa aku tidak salah dengar?”

“Tidak... Aku memang benar-benar menyukainya... Sosoknya yang terlihat lemah membuatku ingin melindunginya...”

“Lalu kenapa kau tidak menolongnya? Kau lihat bukan Zack selalu mengganggunya?”

“Aku tidak bisa... Menggunakan kekuatanku... Aku mau melindunginya dengan kekuatanku sendiri... Sebagai seorang Rose... Bukan Rose Hyberis...”

Kenapa aku merasa seperti seorang putri yang diperebutkan?

“Dan Judy... Aku tahu yang semua kau katakan tadi... Semua bohong bukan?”

Benar! Aku mencurigai perkataannya.

“Hei! Kau!” tiba-tiba sebuah suara memanggilku.

Gawat! Aku harus bertindak!

“Ada apa?” teriakku.

“Kau temannya Rudy yang akan ikut perlombaan bukan!”

“Iya! Itu aku!”

“Cepat kemari! Ada sesuatu yang akan kita bahas!”

“Baik kak!” aku segera berjalan menuju orang itu.

“Ri-ricky? Kau belum pergi?” tiba-tiba suara Judy terdengar di belakangku.

“Aku? Sudah, bahkan aku hampir sampai depan kelas dan saat sampai sana aku lupa bertanya padamu untuk berkumpul di mana haha!”

“Oh begitu rupanya!” Judy mengangguk.

“Kalau begitu sampai nanti!” Aku melambaikan tanganku lagi ke arah mereka berdua.

*****

“Karena suatu alasan, Rudy Springfield dikeluarkan dari tim,” ucap tuan Frederick.

“A-pa dikeluarkan?” ucapku tak sadar.

“Benar dikeluarkan.”

Pasti ini semua karena kejadian itu!

“Kalau begitu saya mengundurkan diri,” ucapku sembari bangkit dari dudukku.

“Tunggu! Kenapa mengundurkan diri?”

“Jika ia dikeluarkan, aku tidak mau ikut perlombaan antar sekolah ini.”

Mereka tidak tahu betapa kerasnya Rudy belajar untuk mempersiapkan ini semua. Walau ini untuk keselamatannya, aku tetap tidak setuju.

“Tuan Brown! Jangan seenaknya begitu!” tuan Frederick tampak tak terima.

“Bukannya keputusan berada ditanganku? Kalau aku tidak mau bagaimana? Mau memaksa?” ucapku sembari berjalan keluar ruangan.

“Tuan Frederick, aku akan menyelesaikan masalah Rudy secepatnya. Mohon pertimbangkan lagi keputusan ini.”

Aku sedikit menunduk kemudian menutup pintu.

Aku harus segera menemukan pelakunya!

Aku segera berjalan menuju kelas untuk bertemu dengan Rose, dengan melewati pilar-pilar kokoh yang berjajar rapi di sekitar lorong.

“Rose!” pekikku kala melihat sosoknya yang berjalan mendekat.

Tanpa banyak bicara ia menarik tanganku dan membawaku ke belakang laboratorium.

“Arghh!” erangku kala dengan kasar ia membanting tubuhku ke dinding.

“Rose kau kenapa?” tanyaku sembari berusaha berdiri.

“Menjauhlah dariku!” ucapnya dengan ekspresi marah.

Ada apa dengannya? Apa aku berbuat kesalahan?

“Rose! Ada apa denganmu? Apa aku membuat kesalahan? Kalau memang benar begitu, aku minta maaf!”

Tiba-tiba ia mendorong kedua bahuku ke tembok dan menatap mataku.

“Rose! Katakan sesuatu! Jangan buat aku bingung!”

Tunggu! Ini bukan tatapan mata Rose! Tatapan matanya teduh dan menyejukkan hati bukan penuh hasrat dan membara seperti ini!

Jam pelajaran masih belum selesai! Tidak mungkin Rose keluar kelas!

Jika pun ke kamar mandi, arahnya bukan ke sini!

“Si-siapa kau sebenarnya!” pekikku sembari menatapnya.

“Ah? Kau menyadarinya? Aku terlalu meremehkanmu!” tiba-tiba ia tersenyum ke arahku.

Senyum ini! Kakaknya Rose!

“Ah! Aku bahagia kau mengenaliku hanya dari senyuman.”

“Kakak aku mohon lepaskan aku, aku Ahhh!” pekikku kaget kala sesuatu yang basah menyapu leherku.

“Ah! Aku ingin menikmatimu!”

“Kak aku mohon, lepaskan aku.”

Tak lama dorongan kedua bahuku melemah, ia melipat kedua tangannya di dada.

“Aku hanya ingin mengetesmu dan yang Rose katakan benar. Terima kasih telah berteman dengannya, semakin hari ia semakin ceria.”

Mendengar suara lain dengan tubuh Rose di hadapanku membuatku merasa sedikit aneh.

“Jika aku menunjuk penampilan asliku, mereka akan mencurigaiku!”

Benar juga!

“Aku tahu kalian dalam masalah, sebagai rasa terima kasihku aku akan membantu kalian.”

“Benarkah? Terima kasih Kak!” ucapku sembari tersenyum.

“Aku mau tanya satu hal, apa kau menyukai Rose?” Ia menatap mataku.

“Sebatas teman dan tidak lebih!”

“Ah sayang sekali! Padahal aku menunggu kau menjadi bagian keluarga kami.”

Me-menjadi keluarga?

“Kenapa? Bukannya kau tahu Rose menyukaimu?”

“Iya tapi, aku...”

“Jangan paksakan perasaanmu,” ia memegang bahuku, “aku tidak mau kau mencintai adikku dengan setengah hati.”

“Hyahhhh!” pekikku lagi.

“Hahaha! Keringatmu sangat menggoda!”

Aku merasa ternodai!

“Hei! Jangan bilang kau masih... Hahaha!”

“A-aku belum pernah melakukan hal itu!”

“Baiklah! Baiklah! Kalau begitu, Rick! Ricky!“

Tiba-tiba mataku memberat dan semua gelap gulita.

*****

“Ricky sadar!”

“Benarkah? Syukurlah...”

Perlahan aku membuka mata, cahaya terang menyeruak masuk dan tak lama aku melihat wajah Judy yang tampak khawatir.

“Kau tidak apa Ricky?”

“Hmm? Aku kenapa?” tanyaku sembari mengucek mata.

“Kau... Pingsan...”

“Pingsan? Benarkah?” aku mengerutkan dahiku tak mengerti.

Ah! Iya! Benar! Aku mengingatnya!

“Kalau begitu ayo kita pulang!” Judy mengulurkan tangannya ke arahku.

“Tidak! Aku masih ada urusan yang harus diselesaikan.”

Aku harus menangkap pelakunya! Secepatnya! Sebelum perlombaan!

“Eeh? Urusan apa?” Judy menatapku penasaran.

“Ricky... Kondisimu sedang tidak baik... Pulang saja...”

Ia mendekatiku dan membisikkan “kakakku yang akan mencari pelakunya.”

“Kalau begitu aku akan pulang.”

“Baiklah! Biar aku yang mengantarkan!” seru Judy sembari mengambil tasku dari atas meja.

“Biar Rose saja, biar Rose yang mengantarku pulang.”

“Oh baiklah...” wajah Judy berubah menjadi murung.

“Maaf Judy, aku memiliki urusan dengan Rose.”

“Kenapa meminta maaf? Ya sudah sana kalian pulang!” Judy tersenyum lalu berjalan menuju pintu, “Hati-hati di jalan!”

Setelah sosoknya menghilang, aku menghela napas lega.

Kenapa aku mencurigai Judy? Tapi jika dilihat dari sifatnya, pelaku lebih cenderung kepada Mary.

“Ricky... Kau tidak apa?”

“Ah! Tidak apa! Oh iya aku belum menceritakan tentang perjanjianku dengan paman Zanone!” ucapku sembari beringsut bangun dari tempat tidur.

“Apa itu?” Rose menatapku penasaran.

“Jika pelakunya ditangkap, paman Zanone akan menuntut penembak itu.”

“Hanya itu saja?”

“Tidak! Ia juga akan memberikan kita informasi tentang seseorang yang mungkin kita curigai.”

“Hmm... Sepertinya tidak buruk...”

“Jadi dengan kata lain, setelah pelaku ditangkap polisi. Paman Zanone yang akan mengurusnya.”

Rose hanya mengangguk tanpa berkata sepatah kata pun.

“Hmm... Aku penasaran bagaimana bisa aku di sini? Sebelumnya aku berada di belakang laboratorium bersama kakakmu.”

“Ia memanggilku dan membawamu ke sini.”

Untung saja aku tidak di “kerjai” oleh kakaknya...

“Ricky... Aku ingin bertanya... Ada apa dengan lehermu?”

“Leherku? Kenapa?” aku memegangi leherku sendiri.

“Lehermu memerah...”

Aku bangun dan mengambil ponselku di kantong celana, kemudian membuka kamera guna melihat sesuatu yang Rose katakan.

Yang benar saja! Ini bukan mimpi kan?

Bagaimana bisa ada Kissmark di sana!!!

“Rose! Kakakmu yang melakukan ini!” pekikku.

“Judy dan aku kira... Kau alergi...”

Aku harus berhati-hati! Jangan sampai lengah lagi!

“Hei! Merindukanku?” tiba-tiba suara seorang wanita terdengar dari balik gorden jendela.

Tugce Ent.

Halo Semua 👋🏻 Meidyouze di sini! Terima kasih sudah membaca Novel pertamaku di sini! Mohon maaf kalau masih kurang greget! "Tidak Meidyouze... Kau sudah berusaha dengan baik..." Rose! Terima kasih! "Benar! Kau sudah melakukan yang terbaik! Semangat!" Judy! Terima kasih banyak! "Dan kau bilang ini sudah yang terbaik? Kau bercanda?" Mary! Jangan membunuh semangatku! "Aku tidak membunuh semangatmu." Tidak membunuh katamu? "Jangan macam-macam kau dengan pasak perak itu bodoh." "Rose! Tahan Meidyouze!" "Meidyouze... Jangan...." Dan Mary tidur dengan tenang~

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status