Share

Fitnah

Author: Yulistriani
last update Last Updated: 2021-10-05 08:31:50

Setelah menaruh Al-Qur'an, Intan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Matanya menerawang, menatap ruang hampa, separuh jiwanya pergi seiring terkuburnya sang pujaan hati.

Adzan isya sudah di kumandangkan sejak beberapa menit yang lalu, namun Gita yang sedang ngaji di rumah pak ustadz belum juga pulang. Biasanya, mereka akan shalat isya bersama setelah Gita pulang.

Intan masih tetap menunggu, ia berjalan ke arah meja riasnya yang sudah usang. Ia mengambil sebuah bingkai foto di laci, di foto itu, dia sedang menggendong Gita yang masih bayi, suaminya memeluknya dari belakang. Seketika airmatanya mengalir, batinnya sakit. Kerinduan yang semakin membubcah di jiwanya, membuat dadanya kian sesak. Kehilangan orang tercinta kembali menumpahkan air matanya. 

'Mas, andai kamu masih ada bersamaku, mungkin aku gak akan di pandang rendah oleh mereka, mungkin saat ini Gita sedang bermain atau membaca Al-Qur'an bersama kamu,' batin Intan. Dia memang sudah ikhlas, namun sebagai manusia biasa, ia masih sering merindukan suaminya. Lelaki terbaik dalam hidupnya.

Intan seorang gadis yatim piatu. Orangtuanya meninggal lantaran musibah banjir bandang yang mendera tempat tinggalnya. Seluruh keluarganya hilang dan meninggal. Saat itu, ia mencoba peruntungan ke kota, bekerja apa saja yang penting halal. Hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang pria Sholeh yang kini menjadi ayahnya Gita.

Berkali-kali Bayu mendekati Intan, namun dia bukanlah gadis yang mudah di dekati oleh sembarang pria. Ayah dan ibunya seorang pengemban dakwah Islam. Sejak kecil ia di tanamkan nilai-nilai tauhid oleh kedua orangtuanya. Sehingga saat usia remaja, saat kejadian naas merenggut nyawa orang tercintanya, hatinya sudah terpaut akan takdir Allah, ia yakin segala sesuatu yang terjadi pada dirinya atas kehendak Allah, dan akan selalu ada rencana indah di balik musibah.

"Assalamualaikum, mama kok nangis?" tanya Gita sembari menaruh iqra yang selalu ia bawa setiap ngaji.

"Wa'alaikumsalam anak sholehah mama," jawab Intan. Gita mencium tangan ibunya. Sedangkan Intan mengelus kepala anaknya lembut.

"Ma, di luar ada om Fathan, tadi Gita di jemput om Fathan ke pengajian," kata Gita.

Mata intan membulat. Untuk apa Fathan menjemput Gita? Ia khawatir jika Fathan datang ke rumahnya justru akan semakin memperkeruh suasana. Ia takut fitnah untuknya semakin tak terkendalikan.

"Ya sudah, kalau gitu Gita makan dulu ya," pinta Intan.

"Gita udah makan kok ma, tadi di traktir bakso sama om Fathan he ... tapi Gita mau makan lagi, kan mama udah capek masak buat Gita" jawab Gita polos, lalu berlari ke tempat makan.

Pantas saja Gita pulang ngaji telat, biasanya sebelum isya dia sudah kembali. Intan memang tak selalu mengantar jemput anaknya, karena ia hidup di sebuah kampung pinggir kota, di mana anak-anak selalu bermain dan pulang pergi mengaji bersama.

"Oh, Alhamdulillah, kalau gitu mama temuin om Fathan sebentar ya," ucap Intan. Ia segera mengambil gamis, hijab lalu memakai kaus kaki sebelum menghadap Fathan.

"Ada apa mas Fathan? Silakan di minum airnya," ucap Intan saat tiba di ruang tamu. Ia menaruh segelas air di meja. Fathan yang sedang duduk di kursi bambu sembari memainkan ponselnya tersentak mendengar ucapan kakak iparnya.

"Eh mbak Intan, maaf sebelumnya saya gak ngabarin mbak Intan kalau mau ke sini, saya tadi cuma kangen sama Gita, jadi saya jemput Gita, kebetulan ada yang mau saya omongin juga sama mbak Intan," jawab Fathan ramah.

"Mau ngomong apa mas? Sebenernya saya juga ada yang mau di omongin sama mas Fathan," ungkap Intan.

Fathan mendongak. Hatinya tiba-tiba saja gelisah mendengar ucapan Intan yang di sertai ekspresi tak mengenakan itu.

"Begini mbak, sebentar lagi kan tahun ajaran baru, niatnya saya mau menyekolahkan Gita di TK yang bagus dan berkualitas, biar Gita dan Gea di sekolahkan di sekolah yang sama, karena setelah mas Bayu gak ada, pendidikan Gita menjadi tanggung jawab saya," ungkap Fathan percaya diri.

Jauh dalam hatinya, Intan bahagia dan bersyukur, adik kandung suaminya sangat faham tentang pertanggungjawaban. Gita sudah merengek ingin sekolah, sengaja Intan tak memasukan Gita ke paud karena ia sibuk menjadi buruh cuci sehingga tak sempat mengantar Gita sekolah paud yang lokasinya berada di sebrang jalan raya.

Niatnya dia akan langsung menyekolahkan Gita ke TK, ia berusaha menabung untuk pendidikan Gita, namun sering sekali terpakai untuk hal-hal yang mendesak. Apalagi, uang bulan ini yang di berikan Fathan sudah di ambil kembali oleh Rena.

"Gimana ya mas, saya bingung jawabnya. Saya faham mas Fathan hanya ingin tanggung jawab, tapi saya takut hal ini justru menjadi fitnah, mas Fathan tahu sendiri bagaimana ibu-ibu di sini menggosipkan saya," ungkap Intan.

"Mbak Intan gak usah khawatir, mereka mungkin hanya belum tahu hukumnya, karena memang di lingkungan kita banyak sekali yang lepas tangan atas nafkah anak yatim, tapi insyaallah saya gak begitu mbak, bahkan saya menganggap Gita seperti anak kandung sendiri. Insyaallah perlahan lingkungan juga akan mengerti mbak. Kalau urusan Rena, biarlah itu menjadi urusan saya, saya hanya perlu izin dari mbak Intan untuk menyekolahkan Gita saja," tutur Fathan.

Intan melirik sekilas ke arah Gita yang sedang makan, dari tempatnya duduk terlihat jelas aktifitas Gita di ruang tengah. Sebagai seorang ibu, pastinya ia ingin anaknya di sekolahkan di tempat yang berkualitas. Hatinya berkecamuk, ingin menolak tapi ia kasihan pada Intan, ia takut menjadi ibu yang egois, hanya karena omongan orang lain, anaknya harus kehilangan hak nya, bukankah tawaran yang di berikan Fathan memang lah hak Gita?

"Bagaimana mbak Intan?" pertanyaan Fathan membuyarkan lamunan Intan.

"Eh, mmm ... iya mas Fathan, tapi bolehkah saya meminta satu hal?" tanya Intan lagi.

"Apa?" tanya Fathan.

"Mas Fathan gak usah kasih uang bulanan sama saya untuk Gita, uang jatah Gita biar mas Fathan pakai untuk biaya sekolah Gita, jika mas Fathan ingin berikan jajan untuk Gita, berilah langsung padanya dengan nominal sewajarnya untuk jajan anak-anak," pinta Intan.

Fathan terenyuh mendengar ucapan Intan. Ia sadar, mungkin intan meminta itu karena ia takut di marahi Rena. 

"Iya mbak, saya mengerti. Mbak pasti terpukul dengan video itu, saya minta maaf atas perlakuan Rena yang membuat mbak Intan viral di sosial media, atas nama Rena saya benar-benar meminta maaf ..." kata Fathan. Belum selesai ia mengungkapkan maksudnya, Intan langsung memotong pembicaraannya.

"Video? Viral? Maksud mas Fathan apa? Saya gak ngerti," tanya Intan dengan heran.

"Lha, mbak Intan memangnya belum tahu?" Fathan menanya balik, wajahnya terlihat kaget.

"Enggak, saya gak ngerti, viral yang mana ?" tanya Intan lagi.

Fathan merogoh ponsel di sakunya, ia memberikan video viral itu pada Intan. Airmata Intan luruh seriring banyaknya komentar negatif tentangnya. Ternyata ia tak bisa secuek itu saat suara sumbang fitnah itu begitu gencar di tuduhkan padanya.

"Maafin saya ya mbak, maafin Rena, insyaallah saya akan buat video klarifikasi untuk memulihkan nama baik mbak Intan," ucap Fathan.

Prok ... Prok ... Prok ...

Intan dan Fathan mendongak mendengar suara tepukan tangan yang tiba-tiba. Padangan keduanya beralih pada Rena dan Bu Lastri yang sudah berdiri di di ambang pintu. Bu Lastri mengarahkan ponselnya ke arah Intan.

"Pantas saja kamu cuekin aku mas? Ternyata benar, kamu lagi berdua-duaan sama janda gatal itu." sindir Rena.

"Rena, kamu salah faham. Aku cuma mau bilang sama mbak Intan kalau aku mau sekolahkan Gita bareng sama Gea, itu aja," jelas Fathan.

"Kenapa gak kamu diskusikan dulu sama aku mas? Kamu anggap aku apa?" jerit Rena. 

"Percuma! Percuma Rena, kamu gak bakal izinin aku, makanya aku datang tanpa meminta persetujuan kamu," papar Fathan. 

Seketika warga kembali berkerumun di rumah Intan karena mendengar keributan. Setelah ini, pasti Intan akan menjadi bahan gunjingan lagi. 

"Rena, kamu salah faham, aku sama mas Fathan gak pernah ada hubungan apapun, aku mohon kamu dewasa sedikit kalau ingin rumah tanggamu adem ayem," ungkap Intan.

"Alah, kamu keenakan kan anaknya di sekolahin di sekolahan bagus, jadi kamu bisa leyeh-leyeh. Janda tuh kerja, banting tulang buat biayain anak, jangan jadi benalu buat keluarga orang lain," cela Rena.

"Rena sudah! Kalian lagi, ngapain kumpul-kumpul di sini? Bubar, ini bukan tontonan!" hardik Fathan saat melihat warga semakin banyak berkerumun.

Melihat kemarahan Fathan satu persatu warga pergi meninggalkan rumah Intan. Namun Bu Lastri masih tetap berdiri dengan kamera menyala. Emosi Fathan semakin membuncah. Bu Lastri selalu membuat onar. Fathan yang geram langsung meraih ponsel Bu Lastri lalu melemparnya ke lantai, setelah itu Fathan menginjaknya hingga hancur. Bu Lastri melongo melihat perlakuan Fathan pada ponsel yang baru saja beberapa bulan di kreditnya.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Liku-liku kehidupan (TAMAT)

    "Ya Allah, Rima bangun," ucap ibunya Rima dengan panik.Namun seketika ia ingat sesuatu bahwa anak keduanya ini sering prank orang lain."Mama kenapa nek?" tanya Tari saat melihat Rima terkulai lemah."Ah palingan mama kamu pura-pura pingsan karena gak mau nikah sama om Agus," ujar ibunya."Apa? Horeeeee, gak sia-sia dong kita kirim surat sama om Agus," jawab Tari kegirangan."Surat?" tanya Rima dalam hati. Seketika ia ingat kejadian beberapa hari yang lalu."Terimakasih suratnya neng Rima, aa gak nyangka neng Rima juga cinta sama aa Agus, urusan mahar gak perlu khawatir, aa kasih seekor sapi buat neng Rima," ujar Agus tempo hari, namun Rima tak memperdulikannya karena ia fikir Agus sedang mengigau atau berkhayal cintanya di terima."Ooh, jadi kalian yang kirim surat kaleng buat Agus? Apa isi suratnya?" tanya Rima yang tiba-tiba bangun dari pura-pura pingsannya."Tuh kan Tari, nenek mah udah Khatam sama kelakuan mama kamu

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Gagal jadi pelakor

    "Gea ada?" tanya Intan dengan senyum ramah terlukis di bibirnya."A--ada ..." jawab Rima gugup. Dia tak menyangka jika Intan dan Fathan baik-baik saja bahkan keduanya semakin mesra."Sial," gerutu Rima dalam hati"Gitaaaa ..." teriak Gea saat melihat Gita datang bersama Fathan dan Intan."Sudah siap?" tanya Fathan dengan penuh kasih sayang pada Gea."Siap dong pa," Jawab Gea semangat."Gea sarapan dulu," ujar Rima."Gak mau Tante, nanti aja," jawab Gea sambil melewati Tantenya."Emang Gea belum sarapan?" tanya Fathan."Belum pa," jawab Gea sembari cengengesan."Ya udah, nanti sarapan sama papa, mama sama Gita, ya," timpal Intan sembari menuntun tangan Gea."Kita pergi dulu ya, titip salam sama ibu dan bapak," kata Fathan lalu mereka bersama-sama masuk mobil."Iiihhhhh ... kenapa sih kok mereka gak berantem? Kenapa mereka kok diem-diem aja sih? Oooo ... jangan-jangan si Intan emang

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Tak ada tempat untuk pelakor

    "Apa maksud mbak Rima?" tanya Intan sambil menautkan alisnya."Tuh ... mas Fathan itu pernah bilang kalau dia gak cinta sama kamu. Dia menikahi kamu cuma khawatir aja sama masa depannya Gita," ujar Rima sembari menaruh sebuah foto di atas meja lalu ia kembali bersidekap dengan menyilangkan tangan di dada.Intan mengambil kertas foto yang sengaja di perlihatkan oleh Rima kepadanya.Wanita itu membulatkan matanya saat melihat foto yang tak pernah dia sangka sebelumnya, Intan menutup mulutnya saking terkejut dan tak percaya atas apa yang di lihatnya."Gak mungkin .... Astaghfirullah," lirih Intan, butiran bening terjatuh dari mata lentiknya.Sementara Rima tersenyum puas melihat Intan mengeluarkan airmata. Dia yakin Intan akan marah besar pada Fathan karena foto itu."Mungkin aja ... kamu terlalu percaya sama suami kamu, padahal di luar dia tak sebaik yang kamu kira, oh ya Tan, ngomong-ngomong mas Fathan hebat juga ya, aku jadi ke

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Rima si pelakor

    Duuuttt ....Tiba-tiba perut Rima bergejolak, rasanya mulas, panas dan perih. Wanita itu segera berlari ke toilet.Sialnya ada orang sedang buang hajat di toilet rumah Intan. Rima terus menggedor pintu karena dorongan di perutnya semakin kuat. Keringat dingin sudah mengucur dari dahinya."Buruan dong!" pinta Rima. Namun sepertinya orang di dalam toilet tak menghiraukan kegelisahan Rima.Wanita itu berlari ke rumah Bu Ida-- tetangganya Intan. Di perkampungan biasanya jika ada yang mengadakan hajatan maka rumah tetangga akan ikut ramai."Mamaaaa ... Mau jajan," pinta Tari, ia mengejar Rima yang berlari ke arah rumah Bu Ida sembari memegang perutnya."Nanti aja!" tolak Rima, ia sudah tak kuat menahan dorongan di perutnya hingga lari terbirit-birit.Namun Tari justru menarik lengan Rima dan menahannya."Mama jajan ... Mama jajan ... Mama jajan ...mau boneka di Abang depan," rengek Tari sembari bergelayut di tangan ibu

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Intan dan Fathan sah

    Segala pernak-pernik Pernikahan Intan dan Fathan sudah di siapkan. Keduanya bahagia karena akhirnya cinta mereka bisa di persatukan dengan ikatan suci.Di sepertiga malam Fathan menggelar sajadah, dia bersyukur tak hentinya pada sang kuasa karena do'a yang dulu selalu ia lantunkan Allah kabulkan.Allah selalu mendengar do'a setiap mahluk. Karena Allah adalah sebaik-baik pengijabah segala pinta. Hanya saja Dia akan mengabulkan setiap permohonan setiap hamba pada waktu yang telah di tentukan, Dia yang maha tau atas apa yang setiap manusia butuhkan, bukan inginkan.Setelah melipat sajadah dan menaruh kembali ke tempat semula, Fathan berjalan perlahan, ia mengambil sebuah album foto di dalam laci.Fathan membuka lembar demi lembar album foto itu. Di lembar pertama ia melihat foto dirinya bersama Bayu sedang mencium pipi ibunya bersama-sama. Foto itu telah sedikit memudar karena di ambil saat Fathan masih remaja.Dia membuka ke

  • NAFKAH DARI ADIK IPAR   Husnul khatimah

    "Innalilahi wa innailaihi Raji'un," gumam Intan lirih.Intan gegas menelpon Rima untuk menanyakan kebenaran kabar meninggalnya Rena."Assalamualaikum Rima, apa benar kabar tentang Rena?" tanya Intan dengan perasaan tak menentu."Iya mbak, betul hu ... hu ..." jawab Rima di sebrang sana. Ia menangis tersedu."Kalau boleh tahu kenapa? Tadi siang dia bantu aku selamatkan Gita?" tanya Intan tak percaya."Mbak Rena meninggal waktu shalat ashar di masjid, aku juga gak tahu persis kenapa, sekarang masih di periksa juga. Tapi kata saksi mbak Rena shalat berjama'ah sama dia, pas salam tahunya dia masih sujud, pas di sentuh ternyata udah gak ada," ungkap Rima dengan suara serak lantaran terlalu banyak menangis.Intan terkejut dengan ucapan Rima, menurut Intan, kematian Rena adalah kematian terindah.Kematian adalah sebuah misteri, jangan berbangga jika merasa hari ini menjadi diri yang sangat religius, karena jika niatnya bu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status