Share

4. Bertemu Lagi

Penulis: Arin Akazuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-03 01:05:41

Nalini dan Sivia langsung menoleh ke sumber suara. Nalini membelalakan mata. Sedang Sivia tersenyum melihat siapa yang datang. Namun senyumnya langsung pudar saat melihat ekspresi di wajah ayahnya.

"Oh. Kau lagi? Gadis turbulensi, mengapa kau ada di sini bersama putriku? Kau berencana menculiknya?" kini pegangan tangan pada Sivia pada tangan Nalini terlepas.

"Oh. Kau? Kau ayah dari gadis kecil ini?" Nalini baru menyadari jika pria itu adalah pria yang bertemu dengannya di pesawat. Dia sudah ingat sosok tampan itu. Sosok yang tak sengaja ia peluk.

"Sekarang ikut aku ke kantor polisi. Kau harus ditangkap karena berniat melakukan penculikan," pria itu menarik lengan Nalini dengan kasar.

"Tu-tunggu dulu. Aku tidak berniat menculik. Aku bertemu dengannya di gerbang sekolah. Dan dia sendiri yang memintaku menemaninya membeli ice cream," Nalini berusaha menjelaskan.

Ayah Sivia nampak berpikir lalu mengalihkan pandangan ke arah putrinya, "sayang, apakah kau mengenal wanita itu?"

Sivia menggeleng dengan wajah polosnya. Ayah Sivia nampak geram lalu kembali menatap Nalini dengan tajam. "Kau berbohong padaku? Bagaimana mungkin anakku meminta diantar oleh orang yang tidak dikenalnya".

"Pak, jika Anda tidak percaya, ayo kita masuk ke dalam. Aku datang kesini untuk menemui temanku yang bekerja sebagai guru di sini. Aku sama sekali tidak memiliki niat jahat. Jadi tolong tidak perlu membawa-bawa polisi,"

"Baiklah. Ayo kita masuk sekarang," jawab ayah Sivia sesaat setelah berpikir.

Mereka bertiga masuk ke gedung sekolah Sivia lalu mencari ruang guru. Nalini sama sekali belum mengenal gedung sekolah ini sehingga dia hanya mengikuti langkah dua orang di depannya.

"Selamat siang Pak Megantara. Senang bertemu dengan Anda," sambut ibu kepala sekolah yang melihat Megantara beserta Sivia masuk. Diikuti oleh Nalini.

"Oh, tunggu dulu. apakah ini calon ibu untuk Sivia?" Ibu kepala sekolah terlalu ceplas ceplos.

Mulut Nalini menganga. Megantara menghembuskan nafas kasar.

"Bukan bu, saya justru ingin menanyakan siapa gadis ini. Mengapa dia dengan berani menggandeng tangan anak saya dan mengajaknya berjalan menjauhi sekolah. Saya takut dia memiliki niat jahat pada Sivia,"

Ibu kepala mengerutkan keningnya, dia juga tidak mengenal siapa gadis di hadapannya.

"Nalini," panggil Sandra saat dia baru memasuki ruang guru. Nalini menoleh. Mengisyaratkan pada Sandra agar berjalan mendekat.

"San, kau mengenal gadis ini," tanya ibu Kepala yang sekarang sudah menatap Sandra.

"Iya bu. Dia teman yang saya ceritakan pada Anda tadi pagi," jawab Sandra.

"Oh Pak Megan, sepertinya terjadi kesalahpahaman kali ini," ibu Kepala mencoba meredakan kekesalan Megantara.

"Saya mohon dengarkan penjelasan saya," kemudian Nalini menjelaskan kronologi pertemuannya dengan gadis cilik yang bernama Sivia itu. Megan masih tampak tak mempercayai apa yang keluar dari mulut gadis itu.

"Sivia, apakah yang diceritakan oleh Nona ini betul?" tanya ibu Kepala pada Sivia

Sivia mengangguk. Nalini menghembuskan nafas lega. Megantara masih terlihat kesal.

"Baiklah saya tidak akan memperpanjang urusan ini. Tapi saya harap kejadian ini tidak terulang lagi. Bagaimana bisa anak saya berada di luar gerbang tanpa pengawasan guru,"

"Baik tuan. Ini kelalaian saya. Tadi saya pergi ke toilet sebentar saat Sivia masih bermain dengan temannya. Barusan saat saya cek diluar Sivia sudah tidak ada. Saya pikir Anda atau Nenek Sivia sudah menjemput. Ternyata masih disini dan ada Nalini, teman saya juga," Sandra menjelaskan karena ternyata seharusnya Sandralah yang menjaga Sivia.

"Ayo sayang, kita pulang," Megantara menarik pelan tangan anaknya dan berjalan keluar.

Setelah ayah dan anak itu tidak terlihat, ibu Kepala bertanya pada Nalini, "Mengapa kau berani menuruti permintaan Sivia? Kau bahkan dituduh sebagai penculik,"

"Maafkan saya bu. Saya hanya tidak ingin melihat gadis kecil itu sendirian dan bersedih," Nalini mengungkapkannya dengan tulus. Dan juga ada perasaan kehilangan saat gadis kecil itu pulang bersama ayahnya.

"Yasudah, mari kita lanjutkan obrolan kita bertiga di ruanganku," kata ibu Kepala Sekolah sambil berjalan ke ruangannya diikuti oleh Sandra dan Nalini.

***

Megantara dan Sivia kini sudah sampai rumah. Megantara berjalan dengan langkah tegapnya. Ekspresinya masih tak bersahabat. Membuat Sivia ketakutan.

"Nenek," panggil Sivia pada sang nenek yang menyambut kedatangan anak dan cucunya. Mata Sivia berkaca-kaca.

"Hallo cucu nenek. Mengapa kau terlihat bersedih?" tanya sang nenek. Diliriknya Megantara yang kini menjatuhkan tubuhnya di sofa dan memijat pelipisnya.

"Ayah marah padaku," tangis Sivia pecah. Nenek memeluk Sivia dan menenangkannya dengan mengusap punggung Sivia.

"Ada apa sebenarnya? Ada masalah yang terjadi di sekolah?" tanya nenek. Sivia tak menjawab. Megantara enggan menanggapi tapi emosinya membuatnya akhirnya berbicara.

"Sivia dengan tanpa takutnya meminta diantar oleh orang asing membeli es krim. Aku tidak tau apa jadinya jika orang itu penjahat,"

"Sivia, mengapa kau seperti itu? Bukankah kau boleh keluar dari sekolah jika sudah ada keluarga yang menjemput?"

"Nenek, tapi tante itu sangat ramah dan cantik. Dia tidak seperti orang jahat," Sivia membela diri.

"Bagaimanapun orang itu, jika kau belum mengenalnya. Kau tidak boleh berkomunikasi apalagi sampai pergi dengan orang itu. Kau mengerti?" Nenek memberi nasehat dengan lembut. Sivia mengangguk.

Lalu sang nenek meminta Sivia pergi ke kamarnya untuk berganti baju. Sudah waktunya Sivia makan siang. Setelah Sivia meninggalkan ruang keluarga, tinggalah Megantara dan sang ibu.

"Mengapa akhir-akhir ini kau tidak bisa bersikap lembut pada Sivia?" tanya ibu.

"Ibu, Sivia sudah mulai sering membantah omonganku," jawab Megantara kesal. Padahal di dalam hatinya dia begitu mengkhawatirkan anaknya. Dia takut terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya. Namun justru kemarahannyalah yang muncul. Dia akan sangat menyalahkan diri sendiri jika sampai terjadi hal buruk pada Sivia.

"Sebenarnya dia sudah menunjukkan kemandiriannya. Hanya saja terkadang sedikit agak nekat. Jika kau justru menekannya dengan amarahmu, itu tidak akan baik untuk psikisnya. Kau harusnya bersyukur. Meskipun tanpa seorang ibu, Sivia bisa tumbuh dengan baik, cantik dan cerdas,"

Megantara terlihat berpikir. Sivia memang tumbuh dengan sangat baik walaupun dia tidak pernah mengenal sosok ibunya. Dia tak pernah mendapat kasih sayang dari sang ibu. Di saat pertama kali dia membuka matanya di dunia ini, sang ibu justru menutup mata untuk selama-lamanya.

"Andaikan kau mau mencari kekasih untuk kau nikahi sekaligus menjadi ibu untuk Sivia, pasti keadaannya akan berbeda," kata ibu sambil mengerlingkan matanya.

"Maksud ibu, aku harus menikah lagi?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   131. Happy Ending (TAMAT)

    Nalini menunggu penjelasan dari Megantara dengan terus menatap pria itu. "Apakah kau ingat bahwa saat kita masih kecil kita pernah bertemu? Di acara ulang tahun perusahaan ayahku. Kau datang bersama ayahmu," kata Megantara. Nalini mencoba mengingat. "Kau menolongku yang sedang dirundung oleh beberapa teman seusiaku. Gadis kecil pemberani," Megantara memberikan petunjuk. Nalini mengingat sesuatu."Tunggu dulu, apakah kau laki-laki gembul berkacamata?" tanyanya saat mengingat kejadian beberapa tahun silam. Megantara mengangguk. "Kau menjatuhkan jepit rambut ini. Sepertinya begitu khusus dibuatkan oleh seseorang untukmu," kata Megantara. "Ya. Ini pemberian ibuku. Ibuku membuatkan milikku dengan inisial NN dan milik Nalita dengan NT. Aku menangis semalaman karena kehilangan jepit rambut ini. Tapi mengapa kau masih menyimpannya sampai sekarang? Ini sudah sangat lama.Megantara tersenyum menatap jepit rambut itu. "Seperti di film-film. Aku jatuh cinta dengan gadis pemilik jepit rambut i

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   130. Menuju Bahagia

    "Mengapa kau memintaku yang membebaskanmu?" tanya Megantara mendengar penuturan Nalini dengan raut wajah serius. "Karena hanya kau yang bisa. Aku sadar, yang selama ini paling terluka adalah kau, maafkan aku," kata Nalini tulus. Megantara tersenyum miris. Dia memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. "Aku sudah mencoba memilih untuk pergi agar kau tidak semakin terluka. Tapi ternyata caraku salah. Tuhan tidak merestui itu karena pada akhirnya kau bisa kembali menemukanku. Saat ini aku tau, kau membawaku dan menempatkanku disampingmy semata-mata agar aku bisa menebus kesalahanku. Kau sengaja bersikap dingin, acuh, seolah tak peduli padaku," Nalini berkata panjang lebar lalu menunggu respon dari Megantara yang masih saja diam. "Lalu kau menerima sikapku?" Megantara justru balik bertanya. "Tidak masalah jika kau bersikap seperti itu karena rasa kecewamu yang begitu mendalam. Tapi sampai kapan? Aku memang egois, tapi tidak bisakah aku berharap bahwa takdir memberikanku kese

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   129. Penjara Rasa Bersalah

    Megantara menoleh ke arah pria yang kini berdiri di sampingnya. "Rupanya Anda punya rasa percaya diri yang tinggi. Bisa memuji seorang wanita di hadapan suaminya," kata Megantara sarkas. "Sama seperti Anda. Anda juga sangat percaya diri karena Anda berani memasuki ruangan yang hanya pegawai saja yang boleh masuk meskipun Anda sudah membooking seluruh restoran," balas Haris tak kalah sarkas. Nalini sudah menyelesaikan pekerjaannya dan juga sudah meminta pelayan untuk menyajikan menu makan siang pada para tamu yang sudah datang. Nalini melirik ke arah pintu dan melihat dua pria tinggi dan tampan berdiri di sana. Nalini lantas menghampiri mereka. "Bagaimana bisa kau masuk kesini?" tanya Nalini pada Megantara. "Tentu saja menemuimu. Aku ingin mengenalkanmu pada rekan bisnisku," seulas senyum terbit di wajah Megantara. Membuat Nalini justru mengerutkan alisnya. Hal yang tak disangka juga Megantara lakukan. Memeluk pinggang Nalini di hadapan Haris. Seolah menunjukkan hak milik bahwa N

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   128. Koki Dadakan

    Megantara mengancingkan kerah kemejanya sambil menatap dirinya di pantulan kaca. Sesekali dia melirik Nalini yang juga masuk ke dalam pantulan kaca di belakangnya. Masih terlelap tidur di bergelung selimut. Tadi malam sesampainya di hotel mereka tidak banyak berkomunikasi. Saling diam dengan aktivitasnya masing-masing sampai pada akhirnya Nalini sudah tertidur lebih dulu disaat Megantara sedang berada di depan laptopnya. Mempersiapkan bahan yang harus dibahas untuk rapat hari ini. Sepertinya Nalini begitu lelah sampai saat Megantara sudah siap berangkatpun dia belum juga terbangun. Setelah selesai memakai jasnya, dia berjalan mendekat ke arah tempat tidur. Menuliskan di secarik kertas yang berada di nakas lalu pergi meninggalkan Nalini tanpa berniat membangunkan. Tiga puluh menit kemudian Nalini terbangun dengan sendirinya. Dia mengedarkan penglihatannya di sekeliling ruangan dan sepi. Tidak ada pria tampan yang merupakan suaminya. Nalini melihat jam yang tertata di nakas dan melo

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   127. Pramugari Bikin Cemburu

    Megantara mengatur nafasnya. Berada di dekat Nalini membuat detak jantungnya tak beraturan. Apalagi semenjak menikah, Nalini terlihat lebih cantik di matanya. Sulit rasanya untuk mengelak. Tapi dia harus ingat misi balas dendamnya saat menikahi Nalini. Membiarkan Nalini tetap di sampingnya. Tapi tidak dengan memberikan cintanya. Baru berapa hari namun rencananya terancam gagal jika dia tak bisa mempertahankan egonya dan juga luluh dengan Nalini.Megantara membasuh wajahnya dengan air keran. Menatap pantulan dirinya di kaca. Megantara merutuki kebodohannya sendiri. Dia harus mengembalikan akal sehatnya lalu memperingatkan dirinya untuk menjaga jarak dari Nalini. Mungkin itu yang harus ia lakukan agar bisa mempertahankan pendiriannya. Megantara membuka pintu kamar mandi dan keluar. Nalini sedang duduk di atas tempat tidur sambil menatap ke arah kamar mandi. Menunggu suaminya muncul. "Untuk apa kau melihat kesini. Tidurlah. Sudah malam," perintah Megantara. "Aku menunggumu. Kau terli

  • NAIK LEVEL JADI ISTRI DUDA   126. Pertengkaran tidak Penting

    "Aku tidak tau harus mendefinisikan seperti apa tentang pernikahanku," jawab Megantara terhadap pertanyaan dari Niko. "Jujur saja, kau pasti bahagia karena bisa menikah dengan gadis yang kau cintai. Aku tidak bisa membayangkan jika saat itu kau jadi menikah dengan adikku. Akan jadi seperti apa kehidupanmu nantinya," kata Niko dengan senyum tulusnya dan menunduk di akhir kalimatnya karena malu. "Entahlah. Cinta? Aku tidak yakin apakah masih ada cinta dihatiku untuk gadis itu," Megantara mendesah. "Tapi kaupun juga tidak yakin apakah kau benar-benar membencinya atau tidak. Aku rasa ini tentang waktu, waktu yang akan berbicara," kata Niko. Megantara mengerutkan alis. Dia tau bahwa perkataan Niko ada benarnya. Megantara juga tak bisa terlalu yakin terhadap rasa benci dan marahnya pada Nalini. ***Megantara pulang larut. Semestinya di hari-hari awal pernikahannya, seorang suami tak akan meninggalkan pengantinnya hingga larut. Tapi Megantara seperti sengaja. Sengaja menjaga jarak dari N

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status