Share

27

Bibir Mas Rasya terasa lembut di bibirku, tubuhnya menegang. Dengan jantung mengentak-entak dan dada berdebar hebat, kubuka mata.

Mas Rasya menatapku tajam seolah menembus jantungku. Kulepas pelukan lalu melangkah mundur.

"Maaf," ucapku lirih tanpa berani memandangnya. Ia pasti sedang sangat kesal saat ini. Tak seharusnya kutanggapi ucapan Susi dan Fitri. Mas Rasya pasti berpikir yang tidak-tidak.

Cukup lama aku berdiri di hadapan Mas Rasya dan tak juga ada sahutan darinya. Hanya keheningan yang panjang. Jujur, aku merasa sangat malu. Akhirnya, kubalikkan badan lalu melangkah pelan keluar kamar.

"Mau ke mana kamu?" tanyanya datar.

"Dapur. Aku mau masak aku sejak tadi belum makan," sahutku gugup sambil menahan luapan rasa malu yang terus menerjang benak.

"Delivery saja. Aku juga belum makan."

"Ada ayam di kulkas. Aku mau masak. Kalau Mas Rasya mau pesan ya pesan saja! Kok, repot!" Aku sendiri pun heran kenapa tiba-tiba begini marah.

Mungkin, aku marah karena begitu malu. Ia sama sekal
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status