Nayanika ambilkan satu kotak susu dan menyebutkan nominal uang, yang harus Abiyaksa bayarkan. Setelah selesai membayar, Abiyaksa membawa susu tersebut keluar dari dalam supermarket ini dan Nayanika pun nampak memegangi perutnya sendiri, yang terasa kencang ini.Bibirnya sendiri Nayanika lipat dengan erat dan saat waktu tutup tiba, Nayanika segera mengenakan jaketnya kembali dan bersiap untuk pulang ke rumahnya.Namun, baru keluar dari minimarket ini, dia melihat Abiyaksa yang sedang duduk di dalam mobil yang pintunya terbuka dan segera bangun, serta menghampiri Nayanika yang tengah tertegun sambil memperhatikan Abiyaksa yang tengah berjalan ke arahnya."Sudah pulang?" tanya Abiyaksa."Iya," jawab Nayanika sambil menatap pria yang tiba-tiba saja mengulurkan salah satu tas belanja miliknya tadi."Ini, ayo ambil," perintah Abiyaksa.Nayanika mengerut keningnya. Ia lirik bungkusan yang seperti tidak asing isinya ini. Lalu kemudian, Nayanika ambil dan lihat sendiri untuk memastikan apa is
Beberapa pekan berlalu.Nayanika mengambil seragam yang ia gantungkan di belakang pintu kamarnya dan menarik kaus hitam yang nampak kebesaran itu dari tubuhnya. Kemudian, dia kenakan seragam kerjanya dan mulai menautkan satu persatu kancing pada seragam kerjanya itu.Mulai dari atas dan saat hampir tiba di bagian tengah tubuhnya. Nayanika terlihat menarik dengan lebih kencang lagi kancing bajunya itu, agar mereka bisa saling terhubung. Setelah kancing berhasil tertaut seluruhnya. Nayanika tertegun sambil melihat ke arah perutnya sendiri. Sudah kencang.Sudah mulai sulit untuk dikancingkan. Tapi tidak Nayanika hiraukan. Dia ambil sebuah jaket tebal berwarna dari dalam lemari pakaiannya. Dia tutupi seragamnya itu, dengan jaket tersebut dan kemudian keluar dari dalam kamar."Dek, kakak berangkat kerja dulu ya?" pamit Nayanika, kepada sang adik yang tengah memakan camilan di atas sofa."Iya, Kak. Hati-hati, Kak," pesan Mentari."Iya. Kakak jalan dulu kalau gitu," ucap Nayanika sambil b
Setelah kepergian Abiyaksa dari rumahnya. Nayanika termenung di atas sofa sambil mengusap-usap perutnya. Sepertinya, sudah mulai terasa berbeda. Sudah tidak terlalu rata lagi perutnya ini. Sudah semakin bertambah besar dan menambah kegundahannya juga. Kalau para tetangga tahu, pasti ia akan menjadi cemoohan. Tapi bila disembunyikan juga harus sampai kapan? "Permisi," ucap seseorang sambil mengetuk-ngetuk pintu masuk yang terbuka itu.Nayanika langsung melonjak kaget dan menurunkan tangan dari atas perutnya sendiri."Oh iya, sebentar," ucap Nayanika sambil bangkit dari sofa dan mendatangi sesosok wanita yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu. "Iya, Mbak. Ada apa ya?" tanya Nayanika."Apa dimsumnya masih ada? Keponakan saya mau. Enak katanya."Nayanika tersenyum semringah dan mengangguk cepat. "Iya, Mbak. Ada kok. Banyak. Mau berapa?" tanya Nayanika."Dua bungkus deh. Em, minta extra chili oil-nya kalau boleh," ucap wanita tersebut."Oh iya, boleh kok. Tunggu sebentar ya? Saya
"Coba beritahu dia ya?" ucap Nayanika sambil tersenyum masam. "Terus setelah itu harus gimana? Istrinya pasti marah besar. Apa aku juga nggak akan jadi perusak hubungan orang?" imbuhnya."Ya tapi, setidaknya dia harus tahu dulu. Kalian juga bisa mendiskusikan jalan keluarnya kan? Lakukan demi anak. Karena bagaimana pun juga, anak yang akan jadi korbannya. Masa iya, istrinya nggak mau berbesar hati sedikit? Itu adalah tanggung jawab bersama. Laki-laki itu juga harus bertanggung jawab. Jangan hanya tahu buat aja," ucap Abiyaksa dan Nayanika pun kembali tersenyum getir. Tahu saja dia ini tidak, bila pernah membuatnya bersama dengan wanita yang tengah dia cecar terus ini."Ya udahlah, Mas. Kapan mau obati Mama saya jadinya?" tanya Nayanika, yang ingin mengelak dari pembicaraan yang tak berujung ini."Oh iya. Ayo, sekarang aja," ucap Abiyaksa yang segera bangkit dari sofa dan di ajak Nayanika ke dalam kamar ibunya.Setelah selesai dengan serangkaian pemeriksaan maupun pengobatan fisik, Ab
"Apa saya tidak diperbolehkan masuk?" tanya Abiyaksa, ketika Nayanika yang sejak dia datang hanya sibuk melihat ke arah sekitar pria ini berdiri."Oh iya. Silahkan masuk. Silahkan masuk, Mas," ucap Nayanika sambil bergeser untuk memberikan jalan."Ayo silahkan duduk, Mas," ucap Nayanika sambil mengulurkan tangannya ke arah sofa."Tumben datang ke sini sendirian. Em, Meisya nggak ikut, Mas?" tanya Nayanika."Iya nih. Mei sedang sibuk. Tadi pagi-pagi sekali dia sudah berangkat ke rumah produksi usahanya dia. Katanya, mau adakan sidak. Saya juga ke sini tadi, belum sempat bilang juga. Takutnya nanti dia malah kepikiran. Meisya tidak boleh terlalu banyak pikiran. Nanti bisa mempengaruhi hormon. Dia harus benar-benar dalam kondisi yang baik. Apa lagi, kami sedang merencanakan untuk memiliki anak dalam waktu dekat," jelas Abiyaksa.Nayanika menundukkan kepala dan memainkan jemari tangannya sendiri. Lantas dia pun menyunggingkan senyumnya dan lalu berkata, "Beruntung ya dia. Ada orang yang b
"Kak? Mentari berangkat ya?" ucap sang adik, saat keesokan harinya.Nayanika yang sedang membuat adonan sambil melamun itupun menoleh dan melakukan gerakan alis yang naik ke atas."Hm? Kenapa?" tanya Nayanika."Mentari berangkat dulu kakak. Udah siang. Oh iya, pesanannya Bu Lisa mana?" tagih Mentari."Oh iya. Tunggu sebentar," ucap Nayanika yang dengan segera meninggalkan pekerjaannya terlebih dahulu dan pergi mengambil apa yang ditanyakan oleh sang adik tadi."Kak Bumi tumben belum ke sini, Kak."Satu kalimat yang sudah membuat Nayanika diam membeku dalam beberapa waktu."Dia udah nggak mungkin ke sini lagi," ucap Nayanika seraya menaruh dimsum ke dalam sebuah tas penyimpanan makanan."Lho, kenapa emangnya, Kak?" tanya Mentari."Nggak apa-apa. Pokoknya, dia udah nggak mungkin ke sini lagi aja," ucap Nayanika sembari menutup freezer dan memberikan tas tersebut kepada Mentari."Ini, pesanannya guru kamu. Em, SPP bulan ini udah kan ya?" tanya Nayanika."Iya, Kak. Aman. Ya udah, Mentari