Hari ini aku harus menghadiri sidang putusan atas gugatan cerai Alana di Pengadilan Agama. Ya, setelah melalui serangkaian persidangan dan juga mediasi yang menemui jalan buntu karena Alana tetap ngotot berpisah, akhirnya hari ini aku akan benar-benar bercerai sah dari Alana.Aku tak menyangka Alana membeberkan semua bukti chat yang ditemukannya waktu itu di laptopku pada saat sidang. Alana benar-benar mempersiapkan semua buktinya dengan rapi. Meskipun wanita itu harus kembali menangis dalam persidangan saat membeberkan bagaimana awalnya dia menemukan bukti-bukti kebohongan dan pengkhiatanku.Aku hanya terdiam terpaku saat itu, aku baru menyadari bahwa aku sungguh telah melukai hati Alana begitu dalam. Ternyata sederet chat dan status whatsappku yang mengabarkan kebahagiaaku atas kelahiran Bagas putra pertamaku dan Lilis sungguh telah mencabik-cabik perasaan Alana. Hal itu membuatku sadar bahwa betapa sebenarnya Alana sangat mencintaiku, sehingga pengkhiatanan dan kebohonganku tentang
Alana.Hari ini adalah hari dimana sidang putusan atas gugatan ceraiku pada Mas wildan digelar. Ada perasaan lega dalam hatiku karena akhirnya hari ini status perpisahanku akan disahkan secara hukum. Namun di sisi lain, ada sebersit perasaan sedih mengingat pernikahan yang sudah kujalani selama 5 tahun akan benar-benar berakhir.Aku sengaja tak mengabari keluargaku di Bandung mengenai jadwal sidang putusan hari ini. Aku hanya tak mau lagi menyusahkan orangtuaku. Biarlah kuurus sendiri proses sidang ini, tentunya dengan bantuan Nafisa dan Mas Pram, suaminya, sebagai pengacaraku.“Hai! Gimana kabarmu, Al.” Aku spontan menoleh ke arah suara, di mana Mas Wildan sedang tersenyum kikuk padaku. Lelaki itu memakai stelan hitan-hitam. Aku sedikit terperangah oleh penampilannya yang terlihat seperti sedang berkabung, ditambah lagi dengan kacamata hitam yang dikenakannya.“Hai juga, Mas. Kabarku baik,” jawabku singkat.Semua berlalu begitu cepat hingga akhirnya status Hakim pun mengesahkan perce
Suara deburan ombak yang sesekali diselingi dengan suara burung-burung camar yang terbang melintas membuat hatiku sedikit tenang. Sudah satu jam lebih aku duduk di sini, di tepi pantai yang begitu damai, pantai ini memang tersembunyi sehingga tidak terlalu banyak orang yang mengunjunginya. Entah bagaimana tadi aku berkendara sehingga tiba-tiba saja sudah berada di tempat ini.Aku sedikit bergidik ketika mengingat bagaimana tadi aku mengendarai mobilku tanpa arah, tanpa konsentrasi, tanpa mempedulikan lagi keselamatanku sendiri. Namun, ternyata Allah masih melindungiku. Hingga akhirnya aku bisa berada di sini, menikmati suara ombak. Rasa sesak yang tadi memenuhi dadaku sudah mulai berangsur-angsur hilang setelah aku terdiam di sini. Sungguh, pengakuan Mas Wildan tadi benar-benar memukul telak harga diri dan kepercayaan diriku. Bagaimana mungkin lelaki yang pernah berstatus suamiku itu begitu tega melakukan kejahatan seperti itu padaku?Ternyata aku tak mengenal siapa Mas Wildan meskipu
Darwin.[Win, kamu sibuk nggak? Aku mau minta tolong banget ini!] seru Nafisa di telpon saat aku sedang berada di kantor. Suaranya terdengar panik.[Ada apa, Naf. Aku lagi di kantor.] jawabku.[Alana, Win ... Alana! Anak itu ... aku nggak tau dia ada di mana sekarang. Tolong cariin dia dong, Win. Tadi setelah sidang putusan cerainya, aku lihat dia buru-buru sekali masuk ke dalam mobilnya. Terus ... Alana bawa mobil kayak orang kesetanan, Win. Astaghfirullah, aku khawatir banget dengan anak itu.][Kamu tenang dulu, Naf. Mungkin saja Lana sedang ingin sendiri dulu. Bagaimana pun dia pasti sedih dengan apa yang dialaminya hari ini, perceraian pastilah menyisakan luka baginya. Biarkan dia sendiri dulu, Naf.][Tapi ... tapi nggak biasanya dia seperti itu, Win. Mana bawa mobil udah kayak pembalap lagi. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi setelah sidang tadi. Kulihat Alana berlari dari arah kantin pengadilan, dan di sana juga ada mantan suaminya.][Ya udah, kamu tenang dulu, Naf. Kita tungg
“Darwin? Tumben sendirian?” sapa Roy, manager pub yang baru saja turun dari lantai 2 ketika aku masuk dari pintu depan.“Eh, Roy. Iya, nih. Gue lagi nggak bareng teman-teman. Gue ke sini mau nyari seseorang sih, tadi kulihat mobilnya parkir di parkiran,” jawabku sambil mengedarkan pandanganku yang kabur karena kepulan asap rokok.“Nyari siapa? Cewek apa cowok?”“Cewek.”“Eh, tumben lu nyari cewek di tempat ginian. Udah bosan jadi anak baik-baik lu?”“Gue serius, Roy. Gue lagi nyari teman gue. Dari tadi ditelpon nggak diangkat, pesan nggak dibalas. Tau-tau mobilnya parkir di tempat maksiatmu ini.”“Wah ... wah ... jangan gitu, Men. Aku cuma kerja di sini. Oiya, dari tadi kulihat nggak ada orang baru sih di sini. Cewek-cewek itu orang lama semua, nggak mungkin kan lu nyari salah satu dari mereka,” ucapnya menunjuk beberapa gadis berpakaian minim yang memandang liar dengan tatapan menggoda ke arahku. Aku bergidik geli.“Ih, amit-amit deh, Roy. Teman gue cewek baik-baik.”“Eh, gue lupa. T
Darwin.“A- aku ... aku pengen dipeluk!”“Hmmm ...”Racauan lirih Alana benar-benar membuatku serasa kehabisan nafas. Aku kembali masuk ke dalam kamar mandi hotel dan memilih mandi mengguyur tubuhku yang serasa panas di bawah shower. Namun belum sempat aku memakai pakaianku kembali, pintu toilet digedor kuat-kuat dari luar.“Buka!!! Aku kebelet!” Suara Alana.“Cepatin! Udah nggak tahan!” Gedoran pintu semakin kuat. Astaga! Bagaimana wanita lemah lembut itu bisa berubah jadi beringas begitu mengetuk pintunya. Buru-buru kuraih handuk hotel kemudian memakainya dan membawa pakaianku keluar dari toilet sebelum gedoran Alana membuat onar di hotel ini.Glekkk!!! Aku terkesiap, kembali menelan liurku yang semakin terasa keras seperti batu. Alana berdiri tepat di depan pintu toliet tanpa pakaian lengkapnya. Sia-sia sudah usahaku mengguyur tubuh di bawah shower barusan. Alana berdiri di hadapanku bak seorang finalis Putri Indonesia yang sedang memperagakan bikini.“Minggir! Aku kebelet!” ucapny
Dengan langkah gontai aku membuka pintu apartemenku dan langsung merebahkan tubuhku di sofa. Aku mengingat semua kejadian di Muse Pub semalam saat aku mengambil mobilku di sana. Terlebih satpam yang langsung menyambutku ketika aku datang ke parkiran untuk mengambil mobilku sedikit banyak menceritakan semua kejadian semalam.“Tenang aja, Mbak. Lelaki mesum yang semalam ngerjain Mbak sudah ditangkap polisi, si Tian juga mau-maunya disuruh masukin pil haram dan obat perangsang ke dalam minuman Mbak hanya karena diiming-imingi uang lima ratus ribu. Akhirnya dia pun harus berurusan dengan polisi, padahal istrinya baru saja melahirkan.” Pak Satpam itu menjelaskan padaku sambil mengiringi langkah ku ke arah di mana mobilku terparkir.“Boss pasti lebih memilih membela Pak Darwin lah. Apalagi teman-teman Jepang nya Pak Darwin itu pelanggan tetap dan loyal di sini. Boss sendiri yang melaporkan si mesum itu termasuk juga Tian pada kepolisian.” Si Satpam masih terus berbicara padaku, sedangkan ak
Alana.Dengan malas aku berjalan ke arah pintu ketika bel apartemenku terus-menerus berbunyi dari tadi. Kepalaku pusing sekali, membuatku memilih hanya berbaring setelah makan dengan lahap tadi.“Alana!!! Kamu nggak apa-apa, kan? Kamu ini senang biikin orang panik ya. Udah nggak ada kabar, ponsel nggak aktif. Pintu nggak dibuka-buka padahal aku udah mencet bell berkali-kali!” Nafisa langsung menyerbu masuk dengan wajah panik saat aku membuka pintu. Kulihat ibu muda itu sedikit kerepotan menggendong Baby Almira.“Kamu ini, Naf. Datang-datang bukannya ngucapin salam malah langsung ngomel,” ucapku. “Hai Baby, yuk sini sama Aunty.” Aku menunduk memasang wajahku tepat di depan wajah Baby Almira.“Haduh maaf-maaf, aku panik, Al. Takut kamu kenapa-kenapa. Sampai lupa ngucapin salam. Assalamualaikum ....”“Walaikumsalam,” jawabku tersenyum. “Maaf ya Naf, udah bikin kamu panik. Tumben nih ngajakin si Baby,” lanjutku sambil menjawil pipi montok Almira.“Baby sitternya lagi izin nengokin orangt