Home / Rumah Tangga / NODA PERNIKAHAN / BAB 3. KEHILANGAN ARAH

Share

BAB 3. KEHILANGAN ARAH

Author: Aina D
last update Last Updated: 2022-08-11 17:25:21

Kuraih gawaiku di atas nakas setelah melaksanakan salat subuh dan merapikan kembali alat-alat salatku. Mas Wildan sama sekali tak mengirim pesan sekedar mengabarkan kalau dia sudah tiba di Balikpapan. Tapi itu memang hal yang sudah biasa bagiku, ketika sedang menekuni pekerjaannya, Mas Wildan jarang sekali mengirimkan pesan. Mas Wildan juga jarang mengabari sudah sampai di kota mana ketika dia sedang bertugas di luar kota, kecuali jika aku yang menanyakan atau menelponnya duluan. 

Tapi jangan ditanya bagaimana Mas Wildan jika sudah berada di rumah. Dia selalu menjadi suami yang romantis, memperlakukanku dengan sangat lembut. Kemudian kami berdua akan melalui malam-malam panjang yang melelahkan berdua, seolah menebus waktu-waktu yang sudah dihabiskannya di luar dengan pekerjaannya. Itulah yang membuatku sangat mencintai suamiku, Mas Wildan selalu bisa menebus dinginnya malam-malamku dalam kesendirian dengan menciptakan suasana romantis nan indah pada malam-malam berikutnya. 

Meskipun, sesekali saat sedang berada di rumah Mas Wildan juga masih serius dengan setumpuk pekerjaannya. Satu lagi, Mas Wildan sangat memanjakanku dengan limpahan materi. Rekeningku selalu rutin diisinya setiap bulan, belum lagi hadiah-hadiah mahal yang selalu diberikannya padaku. Sehingga aku tak pernah merasa kekurangan materi selama menjadi istri Mas Wildan.  

Aku menarik nafasku berat, mengingat 5 tahun yang sudah kulalui dengan segala suka duka dengan Mas Wildan. Mengenang hari-hari sepiku seorang diri di saat Mas Wildan sibuk dengan pekerjaannya, kemudian mengenang hari-hari penuh cinta di antara kami berdua di saat Mas Wildan sedang tidak sibuk bekerja. Mas Wildan selalu mengajakku ke tempat-tempat romantis ketika dia punya waktu luang. Suamiku itu selalu memujiku, memuji semua yang ada di tubuhku. Bahkan Mas Wildan sendiri yang memilih dan membelikan semua baju-baju rumahku hingga lusinan lingerie yang tergantung rapi di lemari. Dia selalu menyuruhku memakai pakaian-pakaian seksi di rumah, ini jugalah salah satu alasan aku memilih tak mempekerjakan ART di rumah kami. Karena jika sedang di rumah, aku selalu hanya menggunakan tank top dan hot pants. Itu semua atas permintaan Mas Wildan. Katanya, melihatku memakai baju-baju minim akan membuatnya kembali segar setelah menghadapi tumpukan pekerjaan di kantornya. 

Kunyalakan kembali laptop Mas Wildan yang masih dalam posisi standby, tak ada apapun di sana selain percakapannya dengan rekan kerjanya. Aku memilih masih belum mematikan laptopnya, menunggu sesuatu yang mungkin masih akan memberiku informasi di sana. Semoga saja Mas Wildan tak menyadari jika aplikasi w******p ponselnya masih terhubung ke web.

“Alana, sarapan dulu, Nak.” Suara Ibu kembali terdengar sambil mengetuk pintu kamarku. 

Ah, rasanya aku malas sekali keluar dari kamar ini dan bertemu dengan mereka. Aku masih tak tau bagaimana harus menghadapi Ibu, wanita itu memperlakukanku dengan sangat lembut namun aku tak percaya jika Ibu tak mengetahui apapun tentang Lilis dan Mas Wildan. Apakah Ibu sedang bersandiwara di depanku dengan sikap lembutnya? 

Akupun malas bertemu Lilis, entah aku harus memasang ekspresi wajah seperti apa nanti ketika bertatapan dengan wanita itu. Wanita yang baru saja melahirkan anak dari suamiku.

Aku masih harus berpura-pura tidak tau dan mencari waktu yang tepat untuk membongkar semua kebusukan mereka.

“Al ... Alana!” Ibu kembali memanggil namaku.

“Iya, Bu,” jawabku malas. Kurapikan rambutku dan mengolesi wajahku dengan krim serta menaburi sedikit bedak agar tak terlihat pucat. Meskipun mataku masih terlihat sedikit bengkak ketika aku melihat bayanganku di cermin.

Aku langsung disuguhi pemandangan Lilis sedang menyusui bayinya ketika aku membuka pintu kamarku. Wanita itu tersenyum lebar menyapaku.

“Selamat pagi, Mbak Alana,” sapanya. Aku hanya mengangguk kecil dan berusaha membalas senyumnya. Lilis meraih tangan mungil bayinya, kemudian menggerakkannya.

“Ayo, Nak. Disapa dulu Tante Alana nya. Selamat Pagi Tante Alana,” ucapnya menirukan suara anak kecil sambil menggerak-gerakkan tangan bayinya. Namun aku sudah tak menggubrisnya lagi, aku melangkahkan kakiku ke arah dapur.

“Ayo silahkan sarapan, Nak. Ibu sudah menyiapkan menu kesukaan Nak Alana ini. Kata Wildan, Alana suka sekali sarapan bubur ayam,” ucap Ibu mertuaku. Aku melirik sekilas ke meja makan, di sana sudah tertata menu bubur ayam, seperti yang Ibu ucapkan tadi.

“Maaf, Bu. Alana sedang tak selera makan. Al mau sarapan sereal aja,” jawabku sambil membuka lemari dapur dan mengambil sebungkus sereal dari dalam sana. Ketika aku sedang menyeduh sereal dengan air panas, ekor mataku menangkap Ibu sedang menatapku dengan wajah sedih. Mungkin Ibu merasa sedih karena aku tak mau makan masakannya kali ini. Ah ... biarlah, aku tak peduli. Aku memang sedang tak berselera makan saat ini. 

“Al balik ke kamar dulu ya, Bu,” pamitku sambil membawa gelas berisi sereal yang masih mengepulkan asap.

“Iya, Nak,” jawab Ibu lirih, ada sebersit kekecewaan terpancar di mata wanita tua itu.

Akupun buru-buru melangkah kembali ke arah kamarku. Sejujurnya aku tak tega melihat Ibu seperti itu, maka aku memilih kembali saja ke dalam kamarku daripada berlama-lama di dapur.

Saat melangkah melewati ruang tengah, aku tak lagi menyapa Lilis yang masih duduk di sofa menyusui anaknya. Lilis pun tak lagi menyapaku, namun aku tau dia terus menatapku hingga aku menghilang di balik pintu kamar.

“Huffttt!!” gumamku ketika menutup pintu kamar. Kenapa harus aku yang menghindar seperti ini? Ah, biarlah, tak apa aku mengalah dulu. Aku masih ingin mengumpulkan bukti-bukti atas pengkhiatan suamiku.

Aku memilih kembali duduk di depan laptop Mas Wildan. Ada beberapa pesan baru di sana yang sepertinya sudah dibaca oleh Mas Wildan. Baguslah, jadi aku pun tak perlu takut ketahuan jika membukanya duluan.

[Wah, cakep banget anakmu Wil. Udah berapa hari umurnya masih merah gitu.] pesan dari Tio, sahabat lama Mas Wildan. Ternyata Tio menulis pesan itu setelah melihat foto yang dipasang Mas Wildan di status WA nya. 

Aku terbelalak ketika membuka foto yang dipajang Mas Wildan di status WA nya. Itu bayi Lilis dengan latar belakang sofa di rumahku. Lilis memang tidak kelihatan di foto itu, hanya tangannya yang terlihat sedang menggendong bayinya, dan aku tau itu adalah pakaian yang saat ini sedang dikenakannya. Kubaca caption pada foto bayi Lilis yang dipajang Mas Wildan,

"Selamat Pagi Jagoan Ayah” begitu kalimat yang ditulis Mas Wildan.

Nyesss!!! Hatiku kembali nyeri seolah diremas-remas. Buru-buru kuraih ponselku kemudian mencari pembaharuan status WA Mas Wildan. Tapi aku tak menemukan status apapun di kontak W******p Mas Wildan. Rupanya lelaki itu menyembunyikan pembaharuan statusnya dariku. Ah ... jahat sekali kamu, Mas! Aku mengeraskan rahangku marah. Aku akan membalas semua kecuranganmu ini! Lihat saja, aku bukanlah perempuan lemah yang bisa kau permainkan sesuka hatimu!

Rasa amarah yang menguasai hatiku membuatku memutuskan untuk keluar mencari udara segar, berlama-lama di kamar ini hanya membuatku semakin sesak. Aku membuka lemari dan memilih dress lengan pendek dengan panjang sampai betis. Kuraih gawaiku dan tas tanganku serta kunci mobilku. Saat akan membuka pintu kamar, mataku tertuju pada jas hitam yang tergeletak di pinggir tempat tidurku. Jas hitam milik Darwin, yang semalam dipinjamkannya padaku untuk menggantikan cardiganku yang basah. Kuraih jas hitam itu kemudian mendekatkannya ke hidungku. Hmmmm, aku sangat menyukai aroma maskulin dari jas ini! 

“Mau kemana Alana?” Ibu tergopoh-gopoh melangkah ke arah pintu ketika mendengar aku menyalakan mesin mobilku.

“Al mau keluar sebentar cari angin, Bu,” jawabku asal kemudian melajukan mobilku keluar dari pagar.

💫Bersambung💫

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Gadis Bar bar
mertua jahat
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
pengen ku GAMPAR tuh mertuanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 114

    Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 113

    Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 112

    “Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 111

    Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 110

    “Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 109

    Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status