Share

3. terkejut

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-05 07:14:57

Malam ini kami tidur di ranjang yang sama, namun suami tercinta yang dulu tak pernah melepaskan pelukannya, kini terlelap membelakangi istrinya. Kubalikkan badan, setelah beberapa saat menatap punggungnya, dan air mataku tumpah begitu saja di permukaan sarung bantal bermotif bunga.

Perasaan ini nelangsa karena tak pernah diperlakukan demikian acuh oleh dia, sedih merasa kehilangan separuh jiwa karena kebungkamannya.

"Mas Arya ...." Dia membungkam.

Aku ingin membalikkan badan, memeluknya dan berharap dia mengampuniku dan kembali membawaku ke hangat dadanya, di mana aku selalu berlabuh tiap malam di sana. Tapi, sayang, dia beku.

Keesokan paginya, aku terbangun sambil meraba tempat tidur, namun tak kutemukan seorang pun di sampingku. Sambil bangkit, kucoba mengumpulkan kesadaran dan membuka tirai jendela, terlihat Mas Arya sedang menyiram rumput dan halaman depan rumah kami.

Ponselnya berdenting lagi, terlihat sedang di isi daya dengan sambungan listrik. Ingin sekali kubuka ponsel itu namun jika aku mendapati pesan mersra lagi itu akan menusukkan hatiku lebih pedih, tapi jika kuabaikan maka perasaan ingin tahu ini berdesakan.

Kubuka atau tidak?

Kini wallpaper ponselnya bergambar wanita yang sedang duduk membelakangi kamera, dia memakai topi matros merah berpita dan posisinya terlihat di sebuah resort mewah di atas tebing dengan hamparan teluk membiru di bawahnnya. Siluet wajah wanita itu nampak ayu dan bahagia, makin diperhatikan makin sulit untuk menebak siapa dia. Air mataku tumpah, sederas tangisan yang sudah tumpah semalaman, mataku pedih, dan jiwaku seolah kehilangan semangat hidupnya.

Karena waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, aku segera bergegas mandi, lalu turun menyiapkan sarapan sebelum suamiku berangkat kerja.

Roti toast dengan keju dan telur, kopi, serta jus jeruk tertata di nampan sedang aku menyibukkan diri untuk membersihkan kabinet dapurku, tak mau tenggelam oleh rasa sedih dan hampa lagi.

Dia terlihat turun, beringsut ke meja kerja dan mengambil perlengkapan arsiteknya, kemudian menghampiri meja makan dan menggigit rotinya.

"Di mana penggaris dan tabung gambar milikku, Ariska?"

Aku tersentak, akhirnya pertanyaan timbul dari bibirnya.

Aku langsung menghentikan pekerjaan, membalikkan badan dan tersenyum bahagia padanya dengan sudut mata berkaca-kaca, begitu tulus sehingga orang yang melihat seolah merasa aku adalah wanita yang baru saja diberikan ungkapan cinta.

"Aku akan ambilkan di laci lemari ruang baca," jawabku.

"Sekaligus jangka dan wadah pensilnya," lanjut Mas Arya.

"Iya, Mas."

Aku berlari ke ruang baca dan mengambilkan apa yabg suamiku perintahkan, hatiku berbunga, membuncah rasanya, ada harapan bahwa kami akan saling mendamaikan dan bahagia kembali seperti semula. Aku berencana, jika dia sudah memaafkankanku maka aku akan menanyakannya, siapa wanita yang sudah menemuinya.

"Aku berangkat kerja dulu, jangan lupa salat Dhuha, doakan suami agar berhasil dengan proyeknya, jika design yang kubuat kali ini berhasil maka kita akan dapat 30 juta sebagai bayarannya."

"Insya Allah, Amiin, semoga saja Mas," jawabku sambil menyalami tangannya.

**

Pukul sembilan pagi, waktunya bersantai bagi ibu rumah tangga biasa sepertiku, kunyalakan

tivi sambil membawa setoples kacang mete dan susu, lalu duduk bersandar menonton infotainment.

Ding ....

Pintu rumah berbunyi, dan aku langsung bergegas membuka pintu. Ternyata Bella sahabatku di sana. Dia menyapa dan langsung memelukku, begitu pun aku menyambutnya dengan gembira karena sudah lama tidak berjumpa.

Dulu, kami rekan satu tempat kerja di sebuah bank swasta, aku resign karena Mas Arya memintaku fokus pada rumah tangga dan program kehamilan, meski itu belum berbuah hasilnya, sedang sahabatku Bella, ia lebih suka menyendiri, tak mau terikat hubungan pernikahan yang akan mengekang jenjang karir dan prestasinya.

"Apa kabarmu, Bell, kok tumben mampir?" tanyaku sambil menatap wajah sahabatku yang sedikit tirus dari bebeapa saat lalu, ia juga pucat dan kantung matanya lebih tebal.

"Aku off, izin istirahat, lelah sekali," jawabnya singkat sambil menyusuri rumahku, melihat keadaan sekitar, menatap bingka photo dan menyentuh gambar pernikahanku dan Mas Arya.

"Di sini kamu nampak sangat bahagia, Ariska, senyummu lebar dan sempurna," ujarnya. Ia mengatakannya dengan nada pelan, serupa gumaman namun aku bisa mendengarnya. Lama ia berdiri, menatap photo itu penuh makna hingga aku memanggil dan menyuruhnya duduk, barulah ia beranjak dari sana.

"Kenapa sih? Kayaknya kamu mau nikah juga ya, kok kayaknya mupeng banget ngelihat photo pernikahan," godaku pada teman yang sudah membersamaiku dari sejak kami sama sama mencari kerja.

Ia hanya mendesah, berdecak pelan dan menggelengkan kepalanya.

"Jauh, Ris, aku masih butuh perjuangan untuk bisa menikah," jawabnya dengan suara yang terdengar getir.

"Kok bisa, memangnya kamu mencintai siapa? Jangan jangan pacarmu ada yang punya ...," tebakku sambil bercanda.

"Ah, gak juga, Riska, aku hanya ... Ah udahlah ....."

Kusajikan segelas teh ke hadapannya dan dia berterima kasih.

"Sengaja kubikinin green tea, agar kamu selalu menjaga bentuk badan," ujarku tulus.

"Oh, maaf, aku gak bisa minum green tea," tolaknya sambil mengangsurkan kembali cangkir yang sudah dia pegang.

"Kenapa?"

"Aku takut perutku .... eh, maaf, aku boleh minta air putih aja," ujarnya salah tingkah.

"Oh, boleh."

Kamu lagi Aku mengambilkan segelas air ke lemari es dan kembali untuk memberikan Bella di ruang keluarga ternyata dia sudah bersiap pergi.

"Lho, Bela kamu kamu mau kemana?"

"So-sorry, tiba-tiba aku ngerasa gak sehat, aku pulang aja ya," pamitnya sambil mengenakan sepatunya.

"Kalo kamu stress atau lelah karena tekanan pekerjaan kamu bisa sharing dengan aku, kita bisa jalan atau pergi spa, untuk merilekskan pikiran," tawarku sambil menyentuh bahunya.

"Engg ... Enggak usah, aku mau pulang aja," balasnya dengan maya berkaca kaca.

Aku tak tahu kenapa gelagat sahabat baikku begitu aneh, biasanya dia tidak setertutup itu.

Dia sudah pergi ketika kusadari bahwa dompet dan kacamatanya tertinggal. Aku berusaha mengejar namun mobilnya sudah menghilang di ujung jalan. Tanpa banyak berpikir aku segera mengambil motor dan helm lalu bersiap mengantar barang sahabatku.

Pasar swalayan membelikan Bella sedikit stok makanan sehat untuk dia simpan di apartemennya. Aku tahu temanku satu ini sangat malas untuk mengasup makanan sehat, karenanya sebagai teman akan kutolong ia memperbaiki pola makannya.

Sesampainya di apartemen Bella, suasanannya lengang, kuketuk pintu dan wanita yang terlihat makin pucat itu membukanya.

"Aku bawain stok makanan, dan barang tamu yang tertinggal di rumah, oh ya, aku disini untuk nemanin kamu sampai kamu merasa baikan," ujarku sambil tersenyum.

"Oh gitu ya, masuk," jawabnya pelan, sedikit canggung.

Baru saja masuk kedalam apartemen mungil itu tiba-tiba aku menangkap satu benda yang sepertinya pernah kulihat sebelumnya, topi merah yang dipakai wanita gambar ponsel suamiku.

Astaga ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nada Azzah
Curiga jgn2 si Bella cwek simpenan suaminya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    35

    Dua hari, Roni kembali tak memberiku kabar, aku bingung terhadap sikapnya yang kemarin masih manis dan kini berubah lagi. Aku mulai tersadar bahwa mungkin tidak seharusnya diri ini berdekatan dengan pria kaya itu.Mungkin iya, aku harus menjaga jarak, mencari orang yang sepadan untuk kucintai dan kuharapkan menemani sisa hidup ini. Ya, begitu ... Aku mendesah pelan dan menatap tampilan diri di kaca, sedih karena Kemabli terkenang dengan Mas Arya yang dulu menguasai segenap jiwa dna perasaanku. Mengapa kami harus berpisah? Ah, Tuhan."Wajahku tidak demikian buruk, tapi kenapa takdirku tak henti-hentinya dihampiri kemalangan, kenapa ini?" Aku menggumam sambil mengusap pipi dan membenahi posisi rambutku."Haruskah aku menulis takdir sendiri, haruskah aku ...."Ketukan di pintu yang kemudian membuyarkan lamunan dan kesedihan ini.Kubuka pintu dengan perlahan."Mbak, apa kabar," ucap Irene dari balik pintu."Ya, ampun, kamu, apa kabar?" Kupeluk dia dengan penuh haru. " Apa kabar kamu?"

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    34

    Dua hari, Roni kembali tak memberiku kabar, aku bingung terhadap sikapnya yang kemarin masih manis dan kini berubah lagi. Aku mulai tersadar bahwa mungkin tidak seharusnya diri ini berdekatan dengan pria kaya itu.Mungkin iya, aku harus menjaga jarak, mencari orang yang sepadan untuk kucintai dan kuharapkan menemani sisa hidup ini. Ya, begitu ... Aku mendesah pelan dan menatap tampilan diri di kaca, sedih karena Kemabli terkenang dengan Mas Arya yang dulu menguasai segenap jiwa dna perasaanku. Mengapa kami harus berpisah? Ah, Tuhan."Wajahku tidak demikian buruk, tapi kenapa takdirku tak henti-hentinya dihampiri kemalangan, kenapa ini?" Aku menggumam sambil mengusap pipi dan membenahi posisi rambutku."Haruskah aku menulis takdir sendiri, haruskah aku ...."Ketukan di pintu yang kemudian membuyarkan lamunan dan kesedihan ini.Kubuka pintu dengan perlahan."Mbak, apa kabar," ucap Irene dari balik pintu."Ya, ampun, kamu, apa kabar?" Kupeluk dia dengan penuh haru. " Apa kabar kamu?"

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    33

    __❤️❤️__Seminggu berikutnya, setelah pertemuan dengan nyonya kaya itu.Kupikir tadinya Bella dan Mama Mas Arya akan mencariku dan menyalahkanku atas ditahannya Mas Arya yang entah sudah bebas atau belum sekarang ini. Namun, ternyata tidak sama sekali, aku aman aman saja hingga detik ini. Mungkin, mereka khawatir dengan menggangguku, maka aib mereka pun akan muncul ke permukaan.Hari hari berganti menjadi sore, hingga senja, gelap menjelang dan beranjak larut, tadinya aku biasa biasa saja, tapi seiring berjalan waktu, diam dalam kesendirian tanpa teman atau kabar dari orang orang terdekat, membuatku merasa sepi dan seorang diri di dunia ini. Berjam-jam kuhabiskan pandangan malam dari balkon rumah, menatap cakrawala yang luas, lalu beralih ke lampu-lampu kota yang berkelipan semarak, terdengar suasana cafe di seberang jaran yang ramai dan penuh canda, kontras sekali dengan keadaanku yang memeluk sepi dan merana sendiri di apartemen ini.Kututup pintu, lalu duduk di kasur, mengedark

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    32

    seperti yang kuduga Bella pasti menyalahkanku atas Mas Arya yang kini ditahan di kantor polisi.Berkali-kali dia menelpon dan mengirimkan pesan dengan nada kemarahan dan ancaman bahwa karena aku Mas Arya mendapat masalah.[Karena pukulan pacarmu, Mas Arya harus babak belur dan kini ditahan, kalian sungguh tak berperasaan][Bukan urusanku][Kamu wanita brerdarah dingin yang pendendam, kamu pasti puas menyaksikan semua yang terjadi padanya][Iya, puas. Bahkan sangat puas, aku ingin dia mendekam di penjara selamanya, aku ingin hidupnya bagai di neraka sebagaimana dia sudah membuat hidupku amat sengsara ]Meski niatku sebenarnya tidak demikian, namun aku ingin membuat Bella semakin sakit hati. Aku ingin membuat dia menangis dan memohon untuk kebebasan suaminya.Ah, suami ...? seharusnya aku tidak perlu menyebut demikian, suami dari hasil merampas tidak pantas disebut pasangan, dia dan Mas Arya ada dua orang tersesat yang tidak tahu diri.Aku benci!Sesuai dengan jadwal interogasi yang s

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    31

    Aku terbelalak kaget karena pria yang di luar mobil kami juga menatap dengan terpana, Roni yang mengetahui itu langsung saja semakin menjadi-jadi tingkahnya untuk berpura-pura."Sayang, jangan terlalu lelah bekerja," ucapnya dengan tayapan penuh cinta. Merangkul bahuku dan mendekatkan wajahnya."Roni sudahlah, aku khawatir akan terjadi keributan," ujarku sambil menepis rangkulannya."Aku menyayangimu," ucapnya yang tiba tiba mendaratkan ungkapan cinta di bibirku. Aku kaget, dan Mas Arya yang menatap kejadian itu langsung menganga, dia makin nampak cemburu dan tidak suka.Aku terkejut, lagi-lagi terkejut, jantungku seketika seakan berhenti berdetak, dan untuk menetralisir kegugupan itu, aku segera meraih gagang pintu mobil Roni dan keluar dari sana Roni pun ikut keluar dari mobilnya dan memanggilku."Daaah, Sayang, sore nanti kujemput, mmuah," ucapnya sambil mengerucutkan bibir tanda memberiku ciuman jauh."Ah, kau ini ...." Aku memberi isyarat agar dia berhenti dan jujur, aku jadi

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    30

    Sementara kami akan turun ke tempat parkir mereka masih berdebat di anak tangga."Ya ampun masih berlanjut," ungkap Roni."Kamu ini memang suka sekali ikut campur urusan kami," desis Mas Arya, sambil menjauhkan istri dan ibunya dari tangga, memberi jarak agar kami bisa lewat."Kamu ini .... uruslah istri dan ibumu dengan benar, jangan terus menerus datang mengganggu orang lain. Ada apa dengan hidup kalian yang terlihat nampak tidak bahagia, karena, selalu iri dengan kesenangan orang lain?""Lancang sekali kau menilai hidup kami bahagia atau tidak!"Mas Arya membentak Roni dengan kerasnya.Roni mendekat lalu mencengkeram kerah baju Mas Arya dan mendesis padanya dengan tatapan melotot,"Terutama kamu ... dalam seminggu ini kau sudah datang ke unit Ariska sebanyak 8 kali, apa istrimu tidak tahu itu?"Mendengar argumen Roni tiba-tiba wajah Bella mendadak merah padam, dia menatap suaminya dengan penuh kecurigaan sedang mas Arya hanya menggeleng seakan akan tidak mengakui perbuatannya."Kala

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    29

    Setelah Mas Arya pergi aku langsung melepaskan pelukan dari Roni dan entah mengapa, terjadi kecanggungan di antara kami untuk beberapa saat."Ma-maaf aku sudah memelukmu," ucapku malu."Tidak masalah, aku juga senang dipeluk," jawabnya sambil mengulum senyum dan menatapku dengan jahil."Apa kau berharap bahwa adegan tadi terjadi sedikit lama?" ucapku berkacak pinggang sambil menerka arti dibalik senyumnya."Ya, siapa yang tidak mau, kau sangat cantik dan menatap wajahmu membuat hatiku meleleh," jawabnya dengan pandangan mata lebih lama, tanpa berkedip dan makin gugup diri ini di buatnya, entah kenapa juga di saat bersamaan hatiku berdesir, konyol sekali."Hei, jangan tatap aku seperti itu," kataku mendekat dan berusaha mengalihkan wajahnya, namun ia menangkap tanganku dan membuat tubuh semakin dekat padanya."Yang aku katakan tadi adalah kejujuran," ucapnya sambil mendekatkan wajah, tatapannya serius, aku memundurkan diri dan karena tidak seimbang badan ini hampir terjatuh, dia denga

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    28

    "Jadi selama ini kau menipuku, dan memanfaatkan kelemahanku?""Aku tidak menipumu, apa yang kulakukan adalah bentuk kepedulian, aku tulus melakukannya," jawabnya di tangga.Kususul dia karena merasa gemas dan masih penasaran."Tapi ... siapa yang memintanya, apakah aku terlihat sangat menyedihkan, sehingga kau mengasihani aku sebegitu besarnya?" Mungkin pertanyaanku akan menyinggungnya. Tapi entahlah, aku ingin sekali mengatakannya."Aku tak bermaksud menyinggungmu. Aku tak mengungkap identitasku agar kau tak merasa canggung, tolonglah, aku tak punya niat buruk."'"Lalu niatmu apa? Apa karena kasihan saja melihatku tersakiti, kau ingin menikahiku, kenapa?""Karena aku sudah bosan mencari calon istri dan selalu berakhir disakiti, kuputuskan untuk menikahi wanita yang cukup menyentuh hati ketika pertama kali melihatnya, kuputuskan untuk menikahi wanita secara random dan spontan saja, kemana Tuhan mengarahkan penglihatan dan hatiku.""Tidakkah itu aneh, aku bukan orang yang tepat.""Y

  • NOMOR ASING DI PONSEL SUAMIKU    27

    Mengetahui kenyataan bahwa pria ini adalah sosok yang penting, aku merasa takut untuk dekat dengannya, khawatir pada sikap lembut yang akan membuatku terbawa perasaan hingga merasa nyaman, lalu pada akhirnya perasanku dikecewakan, ya, aku merasa harus menjaga jarak saat ini juga."Maaf, aku tak bisa lama-lama, aku harus pulang," ucapku menjauh dari ruangan itu."Lho bukannya kita baru sampai?""Maaf, aku tak bisa lama di sini, aku merasa tidak sehat," jawabku membuka pintu, namun gerakan pemuda itu juga tak kalah sigapnya.Dia menahan tanganku yang memegang lengan pintu lalu menatapkpu dengan tatapan lembut, lalu mengarahkan punggung tangannya di keningku untuk memeriksa bahwa aku sakit atau tidak."Tapi, suhu tubuhmu normal, kau kenapa?""Aku hanya merasa tidak nyaman, aku pulang ya," ucapku menjauh dengan langkah cepat.Roni mengejarku sampai ke pintu lift, namun segera kupencet tombol ketika aku telah berhasil masuk ke dalamnya, sehingga ia tak bisa menyusul masuk ke dalam lift.Ke

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status